Abalon Gunungkidul Kaya Gizi, Potensi Strategis untuk Pangan dan Kesehatan

Reading time: 2 menit
Abalon Gunungkidul. Foto: BRIN
Abalon Gunungkidul. Foto: BRIN

Jakarta (Greeners) – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyoroti potensi sumber daya laut di kawasan pesisir Gunungkidul, salah satunya abalon (Haliotis spp). Empat dari tujuh spesies abalon di pesisir Gunungkidul ini tinggi protein dan anti-aging. 

Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Teknologi dan Proses Pangan (PRTPP) BRIN, Dwi Eny Djoko Setyono, mengatakan ada tujuh spesies abalon yang tersebar di Indonesia. Empat di antaranya ditemukan di wilayah laut Gunungkidul, yaitu Haliotis asinina, Haliotis squamata, Haliotis varia, dan Haliotis ovina.

“Garis pantai yang panjang menawarkan ekologi yang bagus dalam mendukung pertumbuhan abalon,” kata Djoko, Selasa (2/9).

Terkait analisis kandungan gizi, Djoko menjelaskan dalam 100 gram daging abalon terkandung sekitar 20 gram protein. Hal ini menjadikan abalon sumber protein tinggi yang baik untuk kesehatan.

BACA JUGA: Studi: Asap Minyak Goreng Picu Risiko Kanker Paru Wanita

Abalon kaya omega 3 dan 6 yang baik untuk jantung, serta mineral lengkap seperti kalsium, fosfor, dan zat besi yang mendukung kekuatan tulang. Selain itu, kandungan lemak abalon sangat rendah, hanya 0,1 gram dan hampir tanpa kolesterol.

“Daging abalon mengandung vitamin A, B12, dan E, yang dapat mendukung kesehatan mata, saraf, dan kulit. Vitamin E yang tinggi berkontribusi pada kesehatan kulit dan perlindungan terhadap radikal bebas. Sementara, seng meningkatkan antibodi tubuh,” tambah Djoko.

Dari hasil penelitian, Djoko menuturkan isi perut abalon mengandung enzim bermanfaat, dan lendirnya memiliki sifat anti-peradangan dan anti-pembengkakan. Sehingga, membuka peluang pengembangan obat-obatan inovatif dan produk kosmetik anti-aging.

“Karena itu, abalon bernilai aset strategis untuk sektor pangan, kesehatan, dan industri kreatif karena bernilai ekonomi tinggi dan kandungan gizi luar biasa,” ucap Djoko.

Budidaya Abalon Gunungkidul Hadapi Tantangan

Meskipun potensial, budidaya abalon di Gunungkidul menghadapi tantangan signifikan. Gelombang laut yang cukup tinggi khas pesisir selatan Pulau Jawa menyulitkan pencarian lokasi budi daya yang aman.

“Saat ini, nelayan hanya bisa menangkap abalon saat air laut surut panjang, yaitu saat purnama dan bulan gelap. Sehingga, pasokan abalon sebagai bahan kuliner di Gunungkidul tidak konsisten,” jelasnya.

BACA JUGA: Variegata dan Kita Hidupkan Dunia Tanaman Hias di Tengah Kota

Untuk mengatasi tantangan tersebut, Djoko mengusulkan solusi berbasis keberlanjutan. “Kita perlu menebarkan benih sebanyak mungkin melalui restocking. Lalu, mengatur regulasi agar nelayan hanya menangkap abalon yang ukuran panjang cangkangnya lebih dari 5 sentimeter. Karena pada ukuran tersebut, abalon sudah bertelur dan berkontribusi terhadap proses regenerasi populasi di alam,” tegasnya.

Melalui budi daya terkontrol, restocking benih, dan regulasi penangkapan, Djoko berharap abalon mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sekaligus, melestarikan ekosistem laut Gunungkidul.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top