Banjir dan Longsor di Puncak Imbas Pelanggaran Lingkungan Terus Terulang

Reading time: 2 menit
Banjir dan longsor di kawasan Puncak imbas pelanggaran lingkungan terus terulang. Foto: KLH
Banjir dan longsor di kawasan Puncak imbas pelanggaran lingkungan terus terulang. Foto: KLH

Jakarta (Greeners) – Banjir dan longsor kembali melanda kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, sejak Sabtu, 5 Juli 2025. Peristiwa ini terjadi di tujuh desa di Kecamatan Cisarua dan Megamendung akibat hujan ekstrem yang mencapai 150 milimeter selama dua hari berturut-turut. Akibat bencana ini, tercatat tiga orang meninggal dunia dan satu orang masih hilang.

Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mengungkapkan bahwa bencana ini tidak lepas dari masih maraknya pelanggaran lingkungan di kawasan Puncak. Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, menegaskan bahwa pembangunan liar tanpa mempertimbangkan aspek lingkungan di kawasan rawan bencana tidak bisa terus dibiarkan.

“Kawasan Puncak merupakan wilayah bergunung dengan tingkat kemiringan tinggi yang secara ekologis sangat rentan. Namun, alih fungsi lahan, lemahnya pengendalian pemanfaatan ruang, serta pertumbuhan bangunan tanpa pesetujuan lingkungan memperburuk kerusakan lingkungan dan mempertinggi risiko bencana,” ujar Hanif di Puncak Bogor, Senin (7/7).

BACA JUGA: Potensi Longsor Jabar, KLHK Himbau Pembangunan Kawasan Puncak

Dalam kunjungan langsung ke lokasi terdampak di Desa Tugu Utara dan Pondok Pesantren Al Barosi, Hanif menegaskan akan menindak tegas pembangunan ilegal dan kerusakan lingkungan di hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung dan Cileungsi.

KLH bersama tim ahli dari berbagai bidang seperti kerusakan tanah, ekotoksikologi, hidrologi, dan penataan wilayah, juga mengawasi sejumlah perusahaan dan bangunan di kawasan Puncak dan Sentul.

Hasil verifikasi menunjukkan adanya dua kategori pelanggaran lingkungan. Di antaranya kegiatan tanpa izin, serta kegiatan yang memiliki izin namun tetap menimbulkan dampak signifikan terhadap lingkungan.

Cabut Persetujuan Lingkungan

Menindaklanjuti hal ini, Hanif telah berkoordinasi dengan Bupati Bogor, Rudy Susmanto. Keduanya sepakat untuk mengevaluasi dan mencabut persetujuan lingkungan terhadap sembilan usaha yang izinnya tumpang tindih dengan PT Perkebunan Nusantara VIII.

Selain itu, KLH juga telah menerbitkan sanksi administratif berupa perintah pembongkaran dan penghentian kegiatan terhadap 13 perusahaan lainnya. Dalam waktu dekat, akan ada pembongkaran terhadap empat tenant yang beroperasi di kawasan Agrowisata Gunung Mas. Di antaranya CV Sakawayana Sakti, PT Taman Safari Indonesia, PT Tiara Agro Jaya, dan PT Prabu Sinar Abadi. Seluruh perusahaan tersebut bekerja sama dengan PT Perkebunan Nusantara I Regional 2.

BACA JUGA: Sudah Saatnya Pencinta Alam Terlibat Bebaskan Alam dari Sampah

Selain penegakan hukum, Hanif juga menekankan pentingnya langkah rehabilitasi kawasan rawan longsor. Hal ini termasuk penanaman vegetasi pengikat tanah dan pelibatan masyarakat dalam penghijauan, edukasi, dan pengawasan pembangunan.

“Rehabilitasi kawasan rawan longsor tidak bisa kita tunda. Kita harus mulai dengan tindakan nyata seperti penanaman vegetasi pengikat tanah,” tambah Hanif.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top