Bayi Rusa di Tareko Mati Akibat Penanganan Persalinan Lambat

Reading time: 2 menit

Malang (Greeners) – Taman Rekreasi Kota (Tareko) Malang terlambat dalam menangani proses persalinan Rusa Sambar (Cervus unicolor) yang tengah melahirkan. Akibatnya, bayi rusa tersebut mati saat melahirkan karena tidak ada dokter hewan yang membantu proses persalinan tersebut.

Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Tareko Malang, Nur Asmi, mengatakan, bayi Rusa tersebut mati saat proses persalinan. Namun, induknya masih selamat. “Sebenarnya bayi rusa tersebut sudah mau keluar, namun entah kenapa, hanya kakinya saja yang bias keluar sehingga mati,” ujar Asmi, Rabu (9/5/2012).
Asmi mengakui jika penanganan proses persalinan Rusa Samba tersebut memang terlambat. Sebab, dokter hewan yang bertugas di Tareko ini hanya satu orang, dan juga tidak siap 24 jam penuh.
“Dokter hewan hanya datang ketika ada hewan yang sakit atau pengecekan kesehatan hewan,” kata Asmi.

Ia menjelaskan, saat proses persalinan, bayi rusa itu memang posisinya sungsang. Dan ketika pihaknya memanggil dokter hewan, ternyata dokternya sedang ke luar kota sehingga tidak bisa menyelamatkan bayi rusa itu.

Saat ini, masih ada induk Rusa betina yang tengah mengandung dan usianya masih beberapa minggu. Asmi mengatakan akan lebih memerhatikan kondisi kesehatan Rusa yang tengah mengandung ini agar kejadian seperti sebelumnya tak terulang.

Tareko Malang merupakan salah satu lembaga konservasi satwa yang ijin penangkarannya berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan tahun 2007. Ada 51 ekor satwa di dalam Tareko ini yang terdiri dari 19 ekor mamalia, 3 ekor primata, 28 ekor aves, dan 1 ekor reptil. Selain itu, ada 49 ekor satwa yang tidak dilindungi yang dikoleksi lembaga ini.

Menyikapi hal ini, Ketua Pro Fauna Indonesia, Rosek Nursahid, mengatakan jika lembaga konservasi idealnya harus memiliki dokter hewan yang siaga selama 24 jam penuh. Seharusnya, Tareko mempunyainya karena hal itu merupakan salah satu syarat lembaga konservasi.

“Seharusnya Tareko punya dokter hewan yang siaga 24 jam, Tareko sendiri memang kurang layak menjadi lembaga konservasi,” ujar Rosek Nursahid, Rabu.

Rosek juga mempertanyakan soal ijin Tareko sebagai sebuah lembaga konservasi. Sehingga dirinya mempertanyakan bagaimana dulu Tareko bisa memperoleh izin dari Kementerian Kehutanan selaku lembaga yang memberikan izin.

Ia juga mengkritisi Kementerian Kehutanan selaku institusi pemberi izin, yang tidak pernah melakukan evaluasi dan pembinaan kepada sebuah lembaga yang diberi izin konservasi. Salah satunya, di Tareko yang tidak mempunyai dokter hewan untuk siaga 24 jam. Padahal, katanya, adanya dokter hewan yang berjaga selama 24 jam non stop adalah standar sebuah lembaga konservasi untuk memastikan kesehatan satwa langka tersebut. (G17)

Top