Jakarta (Greeners) – Pembangunan infrastruktur beton laut di kawasan pesisir Cilincing, Jakarta Utara, dinilai berpotensi menimbulkan dampak ekologis dan sosial ekonomi yang serius. Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB University, Yonvitner, mengingatkan bahwa proyek semacam ini dapat mengancam keberlanjutan ruang tangkap nelayan.
“Ruang laut adalah area produktif. Jika ada reklamasi atau pembangunan infrastruktur, area baru ini harus mampu memberikan kontribusi yang sebanding dengan hilangnya area penangkapan ikan maupun habitat perikanan,” ujar Yonvitner mengutip Berita IPB, Kamis (18/9).
Menurutnya, langkah itu penting sebagai mitigasi terhadap potensi hilangnya pendapatan nelayan. Ia juga menegaskan bahwa mekanisme Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) saat ini, masih terbatas pada penyelarasan antara Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dengan rencana zonasi.
Meskipun kajian ekosistem baru umumnya masuk dalam dokumen analisis dampak lingkungan (amdal), menurutnya fungsi amdal belum cukup. Sebab, analisis tersebut hanya memproyeksikan dampak tanpa menghitung risiko kerugian jangka panjang, terutama bagi nelayan.
“Selama ini amdal hanya berhenti pada perkiraan dampak, belum menyentuh aspek risiko kehilangan pendapatan atau kerugian sosial-ekonomi masyarakat pesisir. Padahal, itulah yang paling nyata nelayan rasakan,” tambahnya.
Dampak Luas
Sementara itu, Yonvitner juga mengingatkan bahwa pembangunan di pesisir tidak bisa dilihat secara lokal semata. Dampaknya dapat meluas ke kawasan lain, misalnya melalui pencemaran atau degradasi habitat.
“Karena itu, pemanfaatan ruang laut seharusnya juga menyediakan bentuk kompensasi ekologi, tidak hanya ganti rugi ekonomi. Ini penting agar keseimbangan lingkungan tetap terjaga,” tambahnya.
Yonvitner menilai, ada kelemahan dari izin investasi di laut selama ini. Salah satunya tidak adanya integrasi risiko lingkungan dalam perencanaan. Menurutnya, tanpa analisis risiko yang menyeluruh, investasi justru bisa menimbulkan kerusakan ekosistem laut yang pada akhirnya merugikan masyarakat.
“Ke depan, investasi di ruang laut harus dikoreksi dan diarahkan agar tidak hanya mengejar pembangunan fisik, tetapi juga menjamin keberlanjutan ekologi serta kesejahteraan nelayan,” tegasnya.
Yonvitner mendorong agar setiap pembangunan di wilayah laut dan pesisir benar-benar mengedepankan prinsip keberlanjutan. Apalagi, ke depan Indonesia akan menyiapkan pembangunan Great Giant Sea Wall (GGSW). Sehingga, pendekatan pembangunan pesisir terpadu (integrated coastal management/ICM) yang berbasis risiko harus jadi kerangka dasar pembangunan pesisir, termasuk reklamasi.
“Dengan demikian, semua itu bukan hanya menjaga kelestarian ekosistem laut, tetapi juga melindungi mata pencaharian nelayan dan memastikan manfaat pembangunan yang adil,” tambahnya.
Proyek Beton Laut Cilincing Kantongi Izin Lingkungan
Di balik berdirinya beton-beton di kawasan Cilincing, Kementerian Lingkungan Hidup dan Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) menyatakan bahwa proyek tersebut dikelola oleh PT Karya Citra Nusantara (KCN).
PT KCN telah mengantongi Persetujuan Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup (DELH) untuk Kegiatan Operasional Pelayanan Kepelabuhanan Laut di Pier 1 dan sebagian Pier 2 seluas 55,5 hektare. Persetujuan tersebut diterbitkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui SK Nomor SK.970/MENLHK/SETJEN/PLA.4/8/2023 tertanggal 28 Agustus 2023.
Proyek ini merupakan bagian dari pengembangan terminal umum yang punya peran penting dalam meningkatkan efisiensi logistik nasional. Selain itu, proyek ini juga berupaya menyeimbangkan antara kebutuhan pembangunan dan perlindungan lingkungan hidup.
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq, menyatakan dokumen amdal PT KCN telah melalui proses yang ketat. Proses tersebut mencakup penyusunan Kerangka Acuan, penilaian amdal, rencana pengelolaan lingkungan, dan rencana pemantauan lingkungan. Konsultasi publik juga telah berlangsung pada Januari 2024 di Cilincing, dengan berbagai elemen masyarakat dan instansi hadir dalam acara tersebut.
Sebelumnya, PT KCN telah memperoleh Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan pada tahun 2024. Keputusan tersebut tertuang dalam SK Menteri Lingkungan Hidup/Kepala BPLH Nomor 62 Tahun 2024. SK ini terkait rencana pengembangan terminal umum di Kelurahan Cilincing oleh PT KCN.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia











































