Jakarta (Greeners) – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) bersama masyarakat dari delapan kabupaten di Jawa Barat (Jabar) meminta keseriusan pemerintah untuk memenuhi hak tanah mereka. Masyarakat mengajukan pengusulan penyelesaian pemukiman dan lahan garapan yang sebelumnya diklaim sebagai Kawasan Hutan Negara oleh pemerintah.
Terbitnya PP 23/2021 mengatur tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan Negara dengan Penataan Kawasan Hutan. Namun, penguasaan tanah masyarakat dari delapan kabupaten di Jawa Barat masih belum pemerintah selesaikan.
Untuk menagih janji pemerintah, masyarakat dari delapan kabupaten di Jabar itu mendatangi kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk menuntut kejelasan nasib tanah mereka.
Pertemuan pada Rabu (11/9), dengan Kasubdit Pengukuhan Kawasan Hutan KLHK, Taufik, mengungkapkan kendala birokratis dalam menjawab protes masyarakat. Saat ini, KLHK sedang menyelesaikan kurang lebih 300 hektare di Jawa Barat melalui skema pelepasan. Namun, masyarakat kecewa karena data luasan pengusulan mereka mencapai sekitar 964 hektare.
BACA JUGA: Hari Noken untuk Perlindungan Hak Hidup dan Tanah Masyarakat Papua
Masyarakat mempertanyakan transparansi hasil penelitian Tim Terpadu (Timdu) dan meragukan proses verifikasi yang hanya memakan waktu dua hari per kabupaten, yakni satu hari untuk verifikasi dokumen dan satu hari untuk verifikasi lapangan.
Manajer Pengakuan Wilayah Kelola Rakyat Walhi, Ferry Widodo pun mempersoalkan hasil dari penelitian Timdu. Menurutnya, cara kerja Timdu tidak sesuai dengan ketentuan aturan teknis dalam Permen Nomor 7 Tahun 2021.
“Seharusnya terdapat mekanisme kerja untuk melakukan validasi data ke pemerintah desa dan masyarakat, ” ungkap Ferry lewat keterangan tertulisnya, Kamis (12/9).
Masyarakat Butuh Informasi Hak Tanah
Deni Jasmara dari Serikat Hijau Indonesia, yang telah lama mendampingi masyarakat di delapan kabupaten tersebut, menegaskan bahwa pemerintah seharusnya menetapkan prioritas dan memberikan informasi perkembangan secara berkala.
Ia mengkritik ketidakpastian yang masyarakat alami selama dua tahun tanpa kabar hingga mereka terpaksa mendatangi kantor KLHK di Jakarta. Menurut Deni, prioritas penyelesaian harus diberikan pada kawasan hutan produksi atau hutan lindung terlebih dahulu.
BACA JUGA: Warga Pulau Pari Tuntut Pemerintah Lindungi Hak Warga Atas Tanah
“Penyelesaian melalui skema pelepasan dapat dilakukan lebih cepat di kawasan Hutan Produksi di Kabupaten Bogor, Bandung Barat, dan Cianjur,” imbuhnya.
Masyarakat pun berharap persoalan ini dapat pemerintah selesaikan sebelum transisi pemerintahan. Hal ini supaya tidak terjadi perubahan kebijakan yang dapat mengulang seluruh proses perjuangan mereka.
Adanya Ketimpangan
Direktur Eksekutif Walhi Jawa Barat, Wahyudin, menilai bahwa proses yang berjalan menunjukkan ketidakseriusan KLHK dalam memfasilitasi rakyatnya. Menurutnya, ada ketimpangan antara respons dan fasilitas yang KLHK berikan kepada perusahaan dibandingkan dengan masyarakat.
Wahyudin mencontohkan bagaimana pengeluaran izin kegiatan oleh pemerintah untuk kepentingan korporasi sering kali longgar. Sementara, kepentingan masyarakat yang berada di kawasan hutan tidak mendapat perhatian yang memadai.
“Masyarakat butuh kepastian, rakyat butuh kejelasan tempat tinggal yang jelas dari negara,” ungkapnya.
Ia menegaskan, sudah saatnya pemerintah melalui KLHK menjalankan amanat kebijakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat di sekitar kawasan hutan, melalui skema Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan Negara (PPTKH).
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia