Cemaran Cs-137 Cikande Cermin Lemahnya Pengawasan Limbah Logam

Reading time: 2 menit
Cemaran Cs-137 Cikande jadi cermin lemahnya pengawasan limbah logam. Foto: Greenpeace Indonesia
Cemaran Cs-137 Cikande jadi cermin lemahnya pengawasan limbah logam. Foto: Greenpeace Indonesia

Jakarta (Greeners) – Temuan cemaran radiasi cesium-137 (Cs-137) di kawasan industri Cikande, Banten, kembali jadi sorotan. Greenpeace Indonesia menyatakan bahwa temuan ini menunjukkan pengawasan impor limbah logam bekas dan industri logam di Indonesia masih lemah.

Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, Yuyun Harmono mengatakan bahwa kasus ini sebagai bentuk kecerobohan pemerintah dalam mengawasi impor limbah logam bekas serta industri logam.

“Hal ini menunjukkan ketidakpatuhan atas standar yang ketat dalam pengelolaan dan deteksi dini unsur radioaktif,” kata Yuyun dalam keterangan tertulisnya, Senin (13/10).

Menurut Yuyun, Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2023 serta beberapa peraturan turunan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) mengatur persyaratan teknis untuk fasilitas yang menggunakan sumber radioaktif dan sistem monitoring radiasi. Selain itu, aturan tersebut juga mencakup pembatas dosis radiasi bagi pekerja dan masyarakat serta prosedur keamanan dan pengelolaan limbah radioaktif.

Yuyun menegaskan bahwa publik berhak mengetahui apa yang mencemari lingkungan mereka. Pemerintah harus menindak tegas industri yang melanggar aturan, menerapkan zona khusus dan zona aman di setiap kawasan industri, serta membatalkan rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) jika masih gagal mengelola kontaminasi radioaktif seperti yang terjadi saat ini.

“Pemerintah seharusnya fokus mengembangkan energi terbarukan seperti surya yang minim emisi dan dampak buruk bagi masyarakat,” pungkas Yuyun.

Greenpeace Indonesia mendesak pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh dan meningkatkan pengawasan dengan standar tinggi terhadap industri logam. Selain itu, transparansi dan edukasi kepada masyarakat tentang paparan unsur radioaktif yang mengancam keselamatan dan kesehatan publik harus menjadi prioritas.

Cs-137 sebagai Kejadian Khusus

Sebelumnya, kasus cemaran ini berawal dari temuan Food and Drug Administration (FDA) dan Bea Cukai Amerika Serikat pada Agustus lalu. Mereka menyatakan produk udang beku dari Indonesia mengandung unsur radioaktif cesium-137 (Cs-137).

Penyelidikan dan pembentukan tim khusus selama satu bulan menemukan bahwa sumber kontaminasi Cs-137 berasal dari besi bekas. Besi tersebut untuk aktivitas industri PT Peter Metal Technology (PMT) yang beroperasi di kawasan industri Cikande, Banten.

Cs-137 merupakan unsur radioaktif buatan manusia yang memancarkan radiasi beta dan gamma, dengan jangka waktu paruh hingga 30 tahun. Paparan Cs-137 jika terlepas ke lingkungan dapat menyebabkan mutasi DNA, kanker, hingga kematian.

Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) juga telah menetapkan kejadian cemaran radiasi Cs-137 ini sebagai kejadian khusus. KLH juga mengerahkan sumber daya lintas sektor untuk mempercepat pemulihan dan menjamin keamanan lingkungan serta kesehatan masyarakat.

Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, memastikan penanganan Cs-137 berlangsung dengan pemetaan paparan berbasis ilmiah yang terbagi beberapa zona. Selain itu, ada pengambilan sampel tanah, air, dan tanaman dengan memperhitungkan arah angin, demografi, serta pergerakan masyarakat. Lokasi terpapar radiasi Cs-137 dilokalisir secara ketat dan ada pemasangan tanda bahaya radiasi yang jelas.

“Selain itu, dekontaminasi terus dilakukan di lokasi yang terdeteksi paparan radioaktif serta menyiapkan bangunan interim storage limbah terpapar radiasi Cs-137 sesuai standar,” ujar Hanif.

Berdasarkan rekomendasi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Bapeten, Kementerian Kesehatan akan segera memeriksa kesehatan warga terdampak secara berkala. Kemenkes juga akan memberikan edukasi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Edukasi tersebut melibatkan TNI, Polri, tokoh masyarakat, dan tokoh agama guna memperkuat kesadaran publik terhadap bahaya radiasi serta langkah pencegahannya.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top