Kekeringan Panjang Membuat Hutan Amazon “Kehilangan Napas”

Reading time: 3 menit
Foto : Pixabay.com

London, 22 Juli 2016 – Para peneliti telah menyatakan bahwa Hutan Hujan Amazon sebagai salah paru-paru dunia mulai “kehilangan napas”. Kekeringan yang terus melanda dan hilangnya kawasan hutan juga berarti adanya peningkatan risiko hutan tidak lagi bisa menyerap karbon yang dihasilkan oleh bahan bakar fosil.

Sama halnya dengan para peneliti iklim, para ahli tanaman merasakan putus asa saat mengetahui bahwa hutan hujan Brasil yang kaya dan beragam akan menghilang tiga abad kemudian sebelum bisa diidentifikasikan.

Studi tersebut berasal dari penelitian yang panjang dan cermat para ahli botani, ahli ekologi dan kehutanan selama bertahun-tahun.

Selama bertahun-tahun, para peneliti yang memonitor Basin Amazon telah menyatakan bahwa hilangnya kanopi hutan berkontribusi kepada ancaman iklim dan kejadian iklim ekstrem yang berkaitan dengan perubahan iklim hanya membuat keadaan menjadi lebih buruk.

Lebih lanjut, para peneliti juga menjelaskan bukan hanya peran hutan sebagai penyerap karbon 100 milyar ton dalam bentuk akar, kayu, dan dedaunan, yang berada dalam ancaman. Dalam keadaan kekeringan yang berkepanjangan, hutan justru akan melepaskan karbon ke atmosfer dan mencadangkan panas lebih lama.

Penelitian terbaru yang diterbitkan di jurnal Global Biogeochemical Cycles hanya mengkonfirmasi lebih lanjut akan adanya potensial bahaya lanjutan.

Para peneliti melihat dua kejadian kekeringan, pada tahun 2005 dan 2010. Mereka berhasil mengumpulkan pengukuran dari 100 lokasi dan mengamati bahwa kedua kejadian tersebut mematikan pohon dan menghambat pertumbuhan pohon yang tidak mati. Artinya, yang tidak mematikan pohon tetap bisa melemahkan.

Kepala peneliti Ted Feldpausch, yang juga pengajar senior bidang geografi di Universitas Exeter, UK, mengatakan bahwa ” Pada skala besar yang pertama, demonstrasi langsung menunjukkan bahwa pertumbuhan pohon sangatlah penting. Hal tersebut menginformasikan bahwa perubahan iklim tidak hanya meningkatkan kehilangan karbon dioksida di atmosfer, dengan mematikan pohon juga akan memperlambat kemampuan menyerapnya. “Meski demikian, hutan Amazon jelas memiliki ketahanan, karena tahun-tahun di antara kekeringan maka bisa menjadi penyerap karbon, maka pertumbuhan bisa melampaui laju kematian.”

Penulis lainnya, Oliver Phillips, seorang profesor dari School of Geography at the University of Leeds di UK mengatakan bahwa “Amazon terbukti telah memberikan jasa lingkungan yang luar biasa dengan menyerap ratusan juta ton karbon per tahunnya melalui pertumbuhan pohon lalu harus melepas karbon karena kematian pohon. Namun, kekeringan pada tahun 2005 dan 2010 melenyapkan kemampuan tersebut.”

Para peneliti juga telah mengamati plot-plot dari hutan alam di region tersebut selama beberapa dekade, tetapi kekayaan dan keragamannya masih menjadi misteri.

Para peneliti internasional menulis di Scientific Reports journal bahwa mereka telah memeriksa semua data pohon di region tersebut, lebih dari setengah juta inventori dilakukan di Amazon antara tahun 1707 dan 2015, dan juga penghitungan spesies.
Hasilnya, mereka telah berhasil mendata 11.676 spesies pohon yang dikelompokkan menjadi 1.225 genus dan 150 famili.

Perkiraan terbaik dari spesies pohon tersebut adalah berdasarkan ketebalan lebih dari 10 cm, yang menjadi definisi pohon dewasa, maka jumlah pohon hanya 16000 spesies atau sekitar 4000 spesies belum ditemukan dan diidentifikasikan.

Salah satu penulis studi tersebut, Nigel Pitman, seorang ekologi senior di Field Museum, Chicago, mengatakan, “Sejak tahun 1900, antara 50 hingga 250 spesies pohon baru ditemukan di Amazon setiap tahunnya. Analisa kami menunjukkan bahwa kita tidak akan selesai menemukan spesies baru hingga tiga abad mendatang.” Penelitian semacam ini sangat penting secara akademis karena didasarkan oleh data-data yang dikumpulkan oleh universitas dan laboratorium penelitian selama berabad-abad lainnya. Tetapi, ia juga memiliki kontribusi di lapangan.

Bagi mereka yang ingin melestarikan pohon dapat memulainya dengan memiliki pengetahuan mengapa beberapa spesies dikatakan langka dan tidak. Selain itu, mereka juga bisa melihat pola populasi dari spesies pohon tertentu melalui jarak dan waktu.

“Kami sedang mencoba untuk memberikan publik sebuah alat sehingga tidak terlalu meraba-raba dalam kegelapan,” kata peneliti utama, Hans ter Steege yang juga ketua peneliti keanekaragaman hayati di Naturalis Biodiversity Centre, di Belanda, yang juga telah memetakan laju kehilangan hutan.

“Data tersebut juga memberikan gambaran yang jelas kepada para peneliti terkait dengan spesies yang tumbuh di Basin Amazon dan bisa mendorong upaya pelestarian lebih lanjut.” – Climate News Network

Top