Kerusakan Mangrove
Bungsu dari enam bersaudara ini menjelaskan di desanya tingkat abrasi cukup tinggi, hingga sekitar 100 meter per tahun. Hal tersebut telah menghabiskan lahan tambak di pesisir desanya. Akhirnya secara perlahan, mereka mulai menyadari pengaruh mangrove untuk mencegah abrasi. Pada masa tersebut, setelah bertahun-tahun dicibir oleh tetangganya, beberapa anggota warga pun bersedia lahannya ditanami mangrove.
“Tahun 2008 lokasi tanaman mangrove yang kami tanam mencapai 700 Ha, tapi di tahun 2009 berdasarkan pantauan dari OISCA hilang sekitar 200 Ha,” ujarnya.
Pencurian kayu, munculnya pembukaan lahan untuk tambak, serta kebocoran minyak mentah dari tanker milik Pertamina yang mencemari laut Indramayu telah mengikis luas tanaman mangrove yang sudah mereka tanam. Dia pun geram dan berharap pihak-pihak terkait segera membantunya merehabilitasi lahan yang rusak.
Kegeraman dan penyesalan pun dia tunjukkan ketika berbicara tentang program penghijauan mangrove yang dilakukan oleh pemerintah setempat yang jarang melibatkan dirinya. Selain itu, mangrove pun seolah ditanam asal-asalan untuk memenuhi target. Padahal lokasi penanamannya tidak cocok untuk mangrove. “Lihat saja di lokasi ini, beberapa waktu lalu menjadi lahan penanaman mangrove untuk program Gerhan (Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan), tapi karena di tanah berpasir jadi tidak kuat ketika terseret arus,” ujar Cukup sambil menunjuk bibir pantai dan salah satu pohon mangrove muda yang masih bertahan.
Belum lagi perilaku nelayan pinggiran yang melakukan penangkapan ikan dengan jaring seret terkadang mencabut mangrove-mangrove yang masih muda. Disamping itu Cukup juga merasa waswas atas minimnya dukungan pemerintah sekitarnya terhadap rehabilitasi mangrove.
Saat ini mangrove yang dia tanam sebagian besar berada di lokasi tanah timbul yang dikuasai oleh beberapa masyarakat dengan kekuatan legitimasi surat yang dikeluarkan oleh pemerintah. “Nota bene-nya tanah itu milik negara, jadi yang mengatur itu ya negara. Sehingga saya merasa tidak kuat untuk mencegah. Harusnya pemerintah bisa bersikap lebih tegas,” sesalnya.
Cukup pun memahami bila kondisi ekonomi menyebabkan sebagian warga desanya mengklaim tanah timbul yang sudah stabil karena ditanami oleh mangrove. Namun, Cukup berharap warga tidak membabat habis mangrove yang sudah dia tanam. Dia berpikir setidaknya sisakan beberapa luas tanah. Seraya berjalan di pinggir tambak, dia menegaskan, “Utamanya dipinggiran tambak. Lebih baik membatasi tambak dengan mangrove daripada dengan pagar atau bambu karena akan lebih cepat lapuk.”












































