Iwan Abdulrachman; Sepeda Sebagai Inspirasi

Reading time: 8 menit

G: Dalam kenyataanya, apa yang membuat orang-orang tidak melirik sepeda sebagai alat transportasi sehari-hari?

A: Masalah teknis, seperti traffic yang semerawut, mengerikan bagi orang untuk bersepeda di jalan dengan kondisi lalu lintas seperti ini. Bahkan bersepeda di jalan raya sudah menjadi adventure tersendiri karena memiliki unsur bahaya. Kedua, mungkin tak adanya trek khusus bagi pengguna sepeda, meski Abah sangat pesimis terhadap adanya trek khusus sepeda di Bandung. Lalu kebiasaan orang untuk menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi di jalan. Kita harus lebih intens lagi bersepeda sehingga pengendara jalan yang lain akan terbiasa dengan kehadiran kita

Lalu, sepeda sekarang memang mahal. Tapi sebenarnya mahal ini relatif. Untuk mahasiswa, bisa mencicil melalui koperasi mahasiswa, selain biayanya akan lebih murah dibandingkan mencicil motor atau menggunakan angkot, koperasi mahasiswa pun akan dapat hidup. Jadi tak ada alasan untuk tidak menggunakan sepeda.

Hambatan lain, Selama ini pengguna sepeda masih dianggap sebagai kelas dua. Hal ini sangat dirasakan sendiri oleh abah, karena sering kali di jalan Abah diserempet oleh motor dan mobil, bahkan sering dianggap menghalangi atau mengganggu pengguna kendaraan bermotor.

G: Bagaimana Abah melihat adanya kecenderungan perbedaan kelas di antara pengguna jalan raya?

A: Banyak contoh, di luar negeri, yang paling dihargai ketika di jalan raya adalah pejalan kaki, orang ketika menginjak trotoar hendak menyeberang di tempat yang seharusnya, mobil, dan kendaraan yang lain akan berhenti, kecuali kereta api dan kapal terbang (tertawa). Yang berikutnya adalah sepeda, sangat dihormati. Tetapi kenyataan di Indonesia bicara lain, kita masih mengukur melalui kekuatan, jadi semakin besar kendaraan, semakin besar pula kekuasaannya.

G: Apakah perbedaan kelas ini berlaku juga di dunia sepeda?

Di dunia sepeda, kita tidak mengenal kelas. Tak peduli apakah sepeda yang dinaiki harganya seratus juta, atau 600 ribu, atau dikasih orang, jika sudah mengayuh tetap saja sama berkeringat dan capek. Bahkan, jangan heran ketika dalam sebuah tanjakan kita ditawari minum oleh seseorang yang sepedanya jauh lebih murah daripada sepeda kita.

G: Apa yang menyebabkan perbedaan kelas ini terjadi?

A: Intinya, kita tak lagi mempunyai budaya hormat. Kita tidak menghormati pejalan kaki, kita tidak menghormati pengendara sepeda karena sering dianggap sebagai golongan yang kurang mampu. Tapi kita tak boleh terpengaruh anggapan-anggapan seperti itu, hanya realitas di lapangan, tetap harus kita perhitungkan.

Dan memang inilah kenyataanya, hilangnya rasa hormat ini bukan hanya terjadi di jalan. Hampir terhadap segala sesuatu kita kehilangan rasa hormat. Dan itulah tren yang terjadi di dalam situasi masyarakat yang sedang demam kemenangan,  dan eforia reformasi ini. Karena generasi ini merasa mampu menjatuhkan tirani, maka sekaligus dengan segala macam nilai tidak dihormati lagi. Malah, persoalan bangsa ini sebenarnya bukan hanya terletak dari ekonomi, politik dan lain sebagainya, utamanya adalah masalah moril, atau hilangnya rasa hormat. Contohnya gampang, sesama pengguna jalan misalnya, jarang sekali orang menghormati pengguna jalan yang lain.

G: Lantas, apa yang dapat kita lakukan untuk mengembalikan budaya hormat ini?

A: Harus ada kemauan dari segenap masyarakat bangsa untuk mengubah sikap dan pandangan terhadap hidup ini. Tetapi perubahan ini tidak akan terjadi, jika pemimpinnya tidak menentukan arah perubahan.

Kita harus mulai menghormati diri sendiri, menghormati orang lain, lalu menghormati lingkungan kita. Dan ini bukanlah suatu hal yang utopis, jangan dilihat karena Abah sebagai seniman maka anggapannya adalah utopia seorang seniman. Tidak. Ini real! Contohnya, pernah disaksikan oleh mata kepala Abah sendiri, waktu di Jepang, melihat seorang anak kecil ketika menyeberang jalan, setelah diberi jalan oleh mobil, anak itu berhenti dan balik membungkukan badan sebagai tanda hormat dan terimakasih. Di kita, Abah pernah melihat seorang anak SD yang ketika telah diseberangkan oleh satpam, ia cium tangan satpam tersebut sebagai ungkapan terimakasih dan hormat. Memang satpam itu adalah petugas resmi dari sekolahnya. Tapi melihat hal seperti ini, Abah merasa sangat lega, Abah rasa bangsa ini masih mempunyai harapan.

“Di dunia sepeda, kita tidak mengenal kelas. Tak peduli apakah sepeda yang dinaiki harganya seratus juta, atau 600 ribu, atau dikasih orang, jika sudah mengayuh tetap saja sama berkeringat dan capek.”

 

Top