Pemelihara Satwa Liar Dilindungi Secara Ilegal Belum Ditindak Tegas

Reading time: 2 menit
pemelihara satwa liar
Ilustrasi: pixabay.com

Jakarta (Greeners) – Kasus pemeliharaan satwa liar dilindungi secara ilegal hingga saat ini masih dianggap hal biasa. Padahal dalam Pasal 21, ayat (2), Undang-Undang No. 5/1990, telah jelas dinyatakan bahwa setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi baik dalam keadaan hidup maupun mati.

Program manajer Wildlife Crime Unit (WCU) Dwi Nugroho Diasto mengatakan, dari beberapa kategori jenis kejahatan satwa liar dilindungi, untuk kategori pemeliharaan hingga saat ini belum pernah ada penindakan sama sekali. Padahal, menurut Dwi Nugroho, memelihara satwa liar dilindungi sama beratnya dengan memperdagangkan maupun menangkap sesuai dengan UU.

“Itu kan ada di satu pasal dan tidak dibedakan. Memelihara juga sama sama kejahatan, tapi tidak pernah ada penindakan,” jelasnya di Jakarta, Selasa (07/03).

BACA JUGA: Pelaku Perdagangan Satwa Liar Dilindungi Akan Dijerat UU Pencucian Uang

Karena lemahnya penindakan terhadap pemelihara satwa liar dilindungi secara ilegal inilah, katanya, membuat para pedagang satwa dilindungi tersebut semakin banyak. Usia satwa yang diperdagangkan pun terbilang sangat belia, bahkan banyak yang masih bayi. Para pemelihara, lanjutnya, membeli dan memelihara satwa dilindungi tersebut dan memeliharanya hingga dewasa yang jika sesuai aturan, seharusnya pemelihara harus memiliki izin khusus sebagai lembaga konservasi untuk bisa memiliki satwa dilindungi itu.

“Saat satwa tersebut dewasa, tentu mengurusnya jadi lebih sulit. Nanti mereka bisa saja menyerahkannya dengan santai pada pemerintah dan mereka tidak mendapat hukuman apa-apa. Sedangkan untuk memiliki izin tidak mudah. Seringkali saat petugas menemukan ada satwa liar dilindungi sedang dipelihara oleh warga, mereka beralasan izinnya sedang diurus. Bagaimana bisa izinnya sedang diurus tapi satwanya sudah mereka pelihara,” katanya.

Untuk bisa ditindak dibutuhkan keberanian dari petugas penyidik baik kepolisian maupun Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH). Menurut Dwi Nugroho, keberhasilan penegakan hukum paling pertama berada pada keberanian penyidik untuk menindak pelaku. Setelah itu baru dibutuhkan pengetahuan yang luas oleh jaksa agar bisa melanjutkan tuntutan dan terakhir oleh hakim yang berwawasan lingkungan.

BACA JUGA: Hukuman Ringan, Angka Perdagangan Satwa Liar Terus Meningkat

Sebelumnya, KLHK pernah membuka seluas-luasnya bagi masyarakat yang memelihara hewan langka untuk menyerahkannya kembali ke pemerintah yang selanjutnya akan dilepasliarkan. Tiga tempat yang disediakan untuk menampung satwa-satwa tersebut yaitu di kantor Manggala Wanabakti, kantor Rehabilitasi Tegal Alur, dan Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) DKI Jakarta saat sedang ramai kasus kakatua ‘botol’ Jambul Kuning.

“Pemerintah harus merespons dengan baik niat baik dan langkah-langkah dari masyarakat,” kata Menteri LHK Siti Nurbaya.

Beberapa tokoh yang pernah mengembalikan satwa liar dilindungi ilegal baik hidup maupun yang telah diawetkan kepada pemerintah adalah istri mendiang Presiden Abdurrahman Wahid. Sinta Nuriyah Wahid menyerahkan burung kakatua jambul kuning berusia 10 tahun peliharaannya kepada pemerintah sebagai langkah mendukung konservasi satwa yang dilindungi negara.

Selain itu, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo juga secara sukarela menyerahkan koleksi satwa langka awetan miliknya ke pemerintah melalui Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA). Satwa langka awetan tersebut terdiri dari lima harimau dan dua beruang madu.

Penulis: Danny Kosasih

Top