G: Seorang pejabat pernah berkata ia baru akan mempertimbangkan membuat jalur khusus sepeda, jika pengendara sepeda sudah mencapai angka satu juta. Mungkinkah itu terjadi, mengingat kondisi jalan sekarang sudah sedemikian dikuasai oleh kendaraan bermotor dan sangat tidak ramah terhadap pejalan kaki dan pengguna jalan yang lain?
A: Pernyataan tersebut sungguh anti teori. Seharusnya, kita tak usah menunggu sampai satu juta. Yang harus dilakukan oleh sang pemimpin adalah melakukan perubahan itu dengan mengendarai sepeda. Tak usah menunggu satu juta. Satu orang pun, kita harus menghargainya!
G: September ini adalah hari jadi Bandung yang ke-198, apa harapan Abah akan kota ini di masa yang akan datang?
A: Bandung harus menjadi sumber Inspirasi bagi pemecahan dua masalah tadi. Dan warga Bandungnya harus lebih sabar dalam menatap masa depan. Sabar ini bukan berarti membiarkan kelemahan. Kalau mau, angkatlah persoalan-persoalan yang baik terlebih dahulu, karena bila waktunya persoalan yang buruk kita angkat, akan berada dalam atmosfer kebaikan. Dan percayalah bahwa suasana batin dari kota ini sangat menentukan terhadap kebaikan kota ini. Dan atmosfer batin ini adalah konfigurasi dari suasana individunya.
Memang setiap orang punya hak untuk marah ketika berhadapan dengan masalah yang mengganggunya, seperti masalah sampah, atau ketika pohon-pohon di Bandung ditebang, tapi sebaiknya jangan di jawab dengan marah. Pernah dulu, Palem Raja di sepanjang kota Bandung ditebang, banyak orang yang marah, banyak seniman yang mengajak Abah untuk melakukan aksi, tapi Abah menolak, karena merasa tidak ikut menanam. Jadi seharusnya kalau kita marah karena banyak pohon yang ditebang, kita harus lebih banyak menanam, kalau bisa sepuluh kali lipatnya. Persoalan di kota Bandung pasti akan selalu ada, kita harus menghadapinya dengan lebih sabar. Karena itu akan berpengaruh terhadap kondisi mental kotanya.
Waktu berlalu tanpa terasa, perbincangan berlanjut kepada hal-hal yang lebih ringan. Sesekali, dua dara kecil, Anjani dan Anisa, cucu-cucu kesayangan Abah, ikut nimbrung menghangatkan suasana. Namun sore telah menjelang, kami harus segera kembali mengayuh pulang. Hari itu, kami belajar banyak dari seorang tokoh yang sederhana, jujur, dan rendah hati. Dalam kayuhan pulang, hati pun bergumam, terus berkarya Abah, terus menjadi Inspirasi bagi kami. (end)











































