Jakarta (Greeners) – Guru Besar Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University, Bambang Hero Saharjo menyoroti soal kayu gelondongan yang terbawa arus banjir di Sumatra. Menurutnya, kayu-kayu tersebut menunjukkan adanya indikasi pembalakan liar.
Ia menegaskan bahwa kondisi tersebut tidak sepenuhnya dapat dianggap sebagai kayu lapuk atau dampak runtuhan alami. Bambang juga mengaitkan temuan tersebut dengan kasus serupa yang pernah ia tangani beberapa tahun lalu di kawasan lindung Sumatra Utara.
Sebagai Kepala Pusat Studi Bencana IPB University, ia menjelaskan bahwa hutan yang sehat memiliki struktur tajuk rapat dan bertingkat, yang mampu memecah dan menahan laju air hujan.
“Walaupun ada air, dia tidak langsung ke permukaan. Dia jatuh di tajuk, pecah, kemudian sebagian mengalir melalui batang atau stem flow,” ujar Bambang melansir Berita IPB, Kamis (4/12).
Bambang menambahkan, tumbuhan bawah dan serasah berperan penting dalam menyerap air serta menjaga kestabilan ekosistem hutan. Lapisan vegetasi yang berjenjang, mulai dari tajuk atas hingga vegetasi bawah, berfungsi sebagai sistem penyangga alami yang menjaga keseimbangan lingkungan.
Rusaknya Vegetasi
Ia menegaskan bahwa tumbangnya satu atau dua pohon dalam kondisi alami bukan merupakan ancaman bagi ekosistem. “Pohon ini, ya, kalaupun tumbang, itu tidak banyak. Paling hanya satu, dua dan itu alami,” ucapnya.
Bambang menerangkan, sistem perakaran pohon tua yang kuat membuat hutan tetap stabil. Ketika satu pohon tumbang, ada regenerasi spesies baru yang mengisi ruang kosong tersebut. Namun, masalah muncul ketika aktivitas pembalakan liar memasuki kawasan hutan. Gangguan pada vegetasi menghilangkan kerapatan tajuk dan membuka celah yang memicu perubahan drastis dalam aliran air serta kestabilan tanah.
“Pada kondisi seperti ini, ketika pembalakan liar masuk, maka celah antara tajuk semakin terbuka,” ungkapnya.
Menurutnya, hilangnya fungsi tajuk menyebabkan air hujan jatuh langsung ke permukaan tanah tanpa proses pemecahan alami. Akibatnya, erosi berlangsung lebih cepat dan risiko longsor meningkat.
Bambang menegaskan, kayu-kayu besar yang ditemukan pascabencana di Sumatra merupakan dampak rusaknya vegetasi akibat aktivitas manusia.
Fenomena ini juga sejalan dengan temuan Penegakan Hukum Kementerian Kehutanan. Sepanjang tahun 2025 mereka mengungkap pencucian kayu ilegal di wilayah terdampak banjir di Sumatra. Di Aceh Tengah, pada Juni 2025, penyidik mengungkap penebangan pohon di luar areal Pemegang Hak Atas Tanah (PHAT) dan kawasan hutan oleh pemilik PHAT, dengan barang bukti sekitar 86,60 meter kubik kayu ilegal.
Di Solok, Sumatra Barat, pada Agustus 2025 terungkap penebangan pohon di luar PHAT yang diangkut menggunakan dokumen PHAT, dengan barang bukti 152 batang kayu, 2 unit ekskavator, dan 1 unit buldoser.
Sementara di Sipirok, Tapanuli Selatan, pada Oktober 2025 diamankan 4 truk bermuatan 44,25 meter kubik kayu bulat dengan dokumen kayu dari PHAT yang telah dibekukan.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia











































