HPSN 2020: Mencermati Penanganan Sampah Borobudur

Reading time: 4 menit
Candi Borobudur
Candi Borobudur ditetapkan sebagai salah satu situs warisan dunia yang ditetapkan oleh UNESCO pada tanggal 13 Desember 1991. Foto: shutterstock.com

Magelang (Greeners) – Penanganan sampah di kawasan wisata Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, perlu melibatkan banyak pihak. Rangkaian Hari Peduli Sampah Nasional 2020 diharapkan menjadi momentum untuk pengelolaan yang lebih serius.

Isu mengenai sampah di destinasi wisata tersebut mendapatkan sorotan. Pasalnya, Borobudur ditetapkan sebagai lokasi rangkaian pelaksanaan Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) 2020 bersama dengan empat destinasi wisata superprioritas, yakni Labuan Bajo (Nusa Tenggara Timur), Danau Toba (Sumatera Utara), Mandalika (Nusa Tenggara Barat), dan Likupang (Sulawesi Utara).

Penunjukan destinasi wisata unggulan tersebut tertuang dalam Surat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya Nomor S.51/PSLBB/PS/PLB 0/2/2020.

Muh. Nurhadi, Knowledge and Business Development Manager Bintari Foundation atau Lembaga Pengkajian Pengembangan Pengelolaan Lingkungan untuk Pembangunan Berkelanjutan, mengatakan bahwa pengelolaan sampah di wilayah Magelang tergolong krisis.

“Gambarannya, Pemerintah Kota Magelang menempatkan sampahnya di Tempat Penampungan Sementara (TPS) Kabupaten Magelang. TPS di Kabupaten Magelang itu kondisinya sudah memprihatinkan dengan kapasitas rendah, kesadaran masyarakat atas polusi lingkungan harus diakui juga masih rendah,” ujarnya, pada Jumat, (21/2/2020).

Kawasan Borobudur menjadi salah satu lokasi penyumbang sampah yang cukup besar. Padahal keberadaannya sebagai tujuan pariwisata menarik kunjungan sekitar 5 juta orang pada tahun lalu.

Nurhadi menilai, masyarakat secara umum belum memiliki kesadaran terhadap lingkungan termasuk pengunjung di destinasi wisata. Ekspos informasi kepada wisatawan ke depan harus tegas dan edukasi soal sampah semestinya diberikan ketika hendak memasuki kawasan.

“Hal ini sudah terjadi, misalnya di museum atau lokasi wisata internasional ada imbauan tidak membuang sampah sembarangan, apa yang boleh dilakukan dan apa yang dilarang. Di Borobudur, guide sebagai penyampai informasi itu menarik atau ada aturan denda jika melanggar,” katanya.

HPSN 2020 Borobudur

Peralatan kebersihan di lingkungan Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Foto: www.greeners.co/Pamuji Tri Nastiti

Masalah Lingkungan

Menurut Nurhadi, daya tarik Borobudur sangat kuat dari sisi visual. Di sisi lain, keberadaan sampah bukan hanya menjadi problem lingkungan, tetapi juga citra agar penanganan dilakukan secara berkesinambungan oleh berbagai pihak.

“Kalau mau ‘menjual’ Borobudur, maka sampah juga harus dikelola secara komunitas. Kalau tergantung pada pemda, saya khawatir sejumlah upaya yang dilakukan masih kurang memadai. Menggalakkan bank sampah saya rasa belum cukup.”

Bank sampah, ujarnya, sejauh ini memiliki problem hanya sebatas sebagai picky eater atau mengambil sampah yang bernilai. Sedangkan yang tidak bernilai belum bisa dioptimalkan pemanfaatannya. Belum lagi, bank sampah memiliki rantai cukup panjang dengan kapasitas tampung yang kecil.

“Untuk mengajak bank sampah sebagai media penyadaran terhadap lingkungan, itu betul. Tetapi, untuk menjadi wadah pengelolaan sampah yang baik saya kira harus naik level ke TPS-3R (mengurangi, menggunakan, mendaur ulang),” ucapnya.

Misalnya, menurut Nurhadi, untuk bank sampah hanya mengambil beberapa jenis sampah seperti botol plastik, kertas, dan kaca. Sementara, jenis plastik bungkus makanan yang multilayer beraluminium foil, contohnya, tidak bernilai dan akan terbuang juga menjadi sampah.

Adapun, sistem TPS-3R akan mengangkut semua sampah, baik yang memiliki nilai jual ataupun tidak. Harapannya, ke depan jenis plastik multilayer mendapatkan penanganan optimal. Misalnya dengan keharusan memberi nilai tambah dalam barang kemasan yang dibeli sebagai salah satu cara untuk peduli.

“Istilahnya advance collect fee, cara mengumpulkan kembali plastik yang diproduksi dengan menaruh biaya pengelolaan,” ucap Nurhadi.

Momentum Transformasi

Peringatan HPSN 2020 diharapkan juga menjadi momentum untuk transformasi pengelolaan sampah yang lebih terfokus. Caranya dengan memilih dan menyoroti jenis sampah tertentu serta menyiapkan solusi pengelolaannya.

“Fokus pada sampah yang harus diolah kembali. Misalnya di negara lain sudah concern pada pengolahan multilayer plastic, sehingga momen ini bisa ditanggapi pemerintah untuk mendorong mengubah desain atau material. Harus dipikirkan bagaimana produsen dan konsumen sama-sama berperan,” ujar Nurhadi.

Pegiat lingkungan berkelanjutan tersebut optimistis bahwa pemerintah telah menyusun program kepedulian lingkungan khususnya mengenai pengelolaan sampah. “Pemerintah sudah membuka keran untuk pengelolaan sampah berkelanjutan, tetapi memang jalannya masih panjang.”

Sebagai destinasi wisata internasional, kawasan Borobudur memiliki catatan buruk melalui ancaman pencabutan status sebagai situs warisan budaya dunia (world heritage site) oleh UNESCO pada 2011. Secara khusus, permasalahan sampah berada di kawasan wisata sekitar candi dan di wilayah Kabupaten Magelang secara umum, dinilai masih memprihatinkan.

Sementara itu, pengumpulan sampah di lingkungan kawasan wisata Borobudur  dilakukan petugas dengan sistem pergantian. Pada pagi hari dari pukul 05.30 WIB, jadwal siang mulai pukul 13.00 WIB, dan petang hari pada pukul 18.00 WIB.

“Kalau libur atau akhir pekan dan ramai wisatawan bisa sampai jam 19.00-20.00,” ucap Abdul Wahid, petugas kebersihan. Dalam satu area akan ada dua petugas yang menyapu sampah dan mengumpulkannya ke dalam bak angkutan sampah.

Selain pemangkasan rumput secara rutin, jenis sampah yang terkumpul di antaranya plastik bungkus makanan, kemasan minuman plastik dan kaca, tisu, dus makan, dan styrofoam. Pengangkutan sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPS) terdekat dilakukan setiap tiga hari untuk hari biasa dan setiap hari ketika musim liburan.

Salah satu wisatawan dari Malang, Arinta, mengapresiasi ketersediaan tempat sampah di area candi seperti di lokasi parkir, area toko kerajinan dan oleh-oleh, taman, hingga kompleks menuju candi. Menurut dia, ketersediaan tempat sampah yang cukup banyak mendukung upaya pihak pengelola untuk menjaga kebersihan lingkungan.

“Sayangnya, saya melihat banyak tempat sampah itu kebanyakan untuk semua jenis sampah, meski kalau mau dicari ada beberapa yang untuk organik dan tidak. Pas saya datang ini tidak musim libur sekolah dan sampah tidak terlalu banyak, tapi kalau dilihat petugas kebersihan tetap menyapu dan mengangkut sampah,” katanya.

Dia mengatakan, kesadaran terhadap sampah pada dasarnya datang dari kebiasaan dan masyarakat secara umum masih perlu edukasi untuk lebih peduli.

Penulis: Pamuji Tri Nastiti

Editor: Devi Anggar Oktaviani

Top