Jakarta (Greeners) – Kasus penyakit kardiovaskular, seperti jantung terus meningkat, bahkan menyebabkan kematian usia produktif di Indonesia. Aktivitas fisik seperti bersepeda bisa menekan risiko penyakit ini hingga 50 %.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, prevalensi penyakit kardiovaskular di Indonesia 15 dari 1.000 orang penduduk. Artinya, atau saat ini terdapat 4,2 juta orang yang menderita penyakit kardiovaskular.
Data Riskesdas menunjukkan prevalensi penyakit kardiovaskular seperti hipertensi meningkat dari 25,8 % (2013) menjadi 34,1 % (2018), stroke 12,1 per mil (2013) menjadi 10,9 per mil (2018), penyakit jantung koroner tetap 1,5 % (2013-2018), penyakit gagal ginjal kronis, dari 0,2 % (2013) menjadi 0,38 % (2018).
Dokter Spesialis Jantung Reza Pramayudha mengatakan, kejadian penyakit kardiovaskular, terutama jantung makin sering kita jumpai. Ia menyebut, salah satunya karena tidak menjalankan pola hidup yang sehat seperti aktivitas fisik olahraga dan merokok.
Padahal, berolahraga salah satunya bersepeda mampu menurunkan risiko penyakit jantung. “Apabila dilakukan secara rutin (bersepeda) akan menurunkan risiko penyakit jantung hingga 50 %,” katanya kepada Greeners, Rabu (20/7).
Bersepeda Tiga Kali Seminggu
Olahraga bersepeda merupakan salah satu jenis olahraga aerobik yang memengaruhi kesehatan jantung. Ia merekomendasikan bersepeda dengan intensitas sedang, yakni selama 30 menit hingga 1 jam sebanyak tiga kali seminggu.
Kendati demikian, bukan berarti bersepeda bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja tanpa panduan khusus. Kejadian kematian mendadak saat bersepeda kerap terjadi. Reza menyebut, saat bersepeda, jantung akan berdetak lebih cepat karena sedang berusaha memompa darah terus-menerus. Fenomena terkena serangan jantung mendadak saat bersepeda sangat mungkin terjadi.
“Kadang kalau bersepeda terasa ingin mengikuti teman-teman di depan terus ada target juga. Sementara tubuh kita ada batasnya, risiko serangan jantung bisa saja terjadi dan mengancam nyawa,” paparnya.
Ia menambahkan kematian mendadak saat bersepeda berpotensi terjadi pada usia produktif lebih dari 40 tahun.
Penting tambahnya, para pesepeda melakukan pemeriksaan kesehatan terlebih dahulu. Misalnya melalui tes elektrokardiogram atau EKG (tes untuk mengevaluasi kesehatan jantung dan kenormalan detak jantung), ekokardiografi (metode pemeriksaan yang menggunakan gelombang suara berfrekuensi tinggi untuk menangkap gambaran struktur organ jantung).
Selain itu, dia menyarankan agar para pesepeda melakukan treadmill untuk mengetahui batas kemampuan diri. “Mulailah secara bertahap lalu sesuaikan durasi dan frekuensinya sesuai kondisi tubuh. Jika ternyata memerlukan obat maka minumlah obat atas rekomendasi dokter jantung,” tuturnya.
Ia juga menyarankan agar para pesepeda memasang smart watch yang bisa menghitung detak jantung. Dengan menggunakan parameter penghitungan, 220 dikurangi usia seseorang maka bisa kita ketahui maksimal laju detak jantungnya dalam hitungan menit.
“Saat bersepeda dan telah melampaui detak jantung maka harus istirahat, detak jantung berlebihan dapat merugikan tubuh kita sendiri,” imbuhnya.
Sepeda Listrik Bisa Kurangi Gerak Tubuh
Sementara itu, saat ini sepeda listrik menjadi salah satu moda transportasi alternatif yang mulai banyak masyarakat gunakan di berbagai daerah. Sepeda listrik lebih ringan karena tidak membutuhkan tenaga ekstra untuk mengayuh lebih kencang seperti sepeda biasa.
Reza menilai, inovasi sepeda listrik dapat menarik minat masyarakat untuk bersepeda. Akan tetapi, ia menegaskan, manfaatnya terhadap kesehatan jantung dapat berkurang.
“Sedikit banyak dapat mengurangi manfaat terhadap jantung karena intensitasnya yang menjadi sedikit menurun karena adanya bantuan dari tenaga listrik,” tegasnya.
Ia merekomendasikan para pesepeda listrik menambah frekuensi dan durasinya sehingga berdampak positif terhadap kesehatan jantung.
Penulis : Ramadani Wahyu
Editor : Ari Rikin