Walhi Soroti Kerusakan Batang Toru di Tengah Banjir Besar Sumut

Reading time: 2 menit
Walhi soroti kerusakan Batang Toru di tengah banjir besar Sumut. Foto: BNPB
Walhi soroti kerusakan Batang Toru di tengah banjir besar Sumut. Foto: BNPB

Jakarta (Greeners) – Bencana banjir bandang dan longsor kembali menimpa Provinsi Sumatra Utara. Sedikitnya delapan kabupaten dan kota terdampak bencana. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatra Utara mengindikasikan bahwa bencana ini akibat masifnya eksploitasi hutan yang menyebabkan terbukanya tutupan hutan Batang Toru.

Dampak terparah terjadi di wilayah-wilayah yang berada dalam Ekosistem Harangan Tapanuli (Ekosistem Batang Toru), yaitu Kabupaten Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, serta Kota Sibolga. Puluhan ribu warga terpaksa mengungsi, ribuan rumah hancur, dan ribuan hektare lahan pertanian rusak tersapu banjir.

Hingga kini tercatat 51 desa dan 42 kecamatan terdampak. Banjir juga melumpuhkan perekonomian setempat serta merusak infrastruktur, rumah ibadah, dan fasilitas pendidikan.

Direktur Eksekutif Walhi Sumatra Utara, Rianda Purba, menjelaskan bahwa Ekosistem Harangan Tapanuli atau Batang Toru merupakan salah satu bentang hutan tropis esensial terakhir di Sumatra Utara. Secara administratif, kawasan ini mencakup 66,7% wilayah Tapanuli Utara, 22,6% Tapanuli Selatan, dan 10,7% Tapanuli Tengah. Sebagai bagian dari jajaran Bukit Barisan, hutan Batang Toru menjadi sumber air utama, berfungsi mencegah banjir serta erosi, dan menjadi pusat Daerah Aliran Sungai (DAS) menuju wilayah hilir.

BACA JUGA: Laju Deforestasi di Indonesia Masih Tinggi 

“Setiap banjir membawa kayu-kayu besar. Citra satelit menunjukkan hutan gundul di sekitar lokasi. Ini bukti campur tangan manusia melalui kebijakan yang memberi ruang pembukaan hutan. Ini adalah bencana ekologis akibat kegagalan negara mengendalikan kerusakan lingkungan,” kata Rianda dalam keterangan tertulisnya, Rabu (26/11).

Walhi Sumatra Utara juga mengindikasikan tujuh perusahaan yang menyebabkan kerusakan karena aktivitas eksploitatitf yang membuka tutupan hutan Batang Toru.

Delapan Warga Meninggal Dunia

Berdasarkan laporan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dari wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan, bencana banjir dan tanah longsor menelan delapan korban meninggal dunia. Selain itu, 58 luka-luka dan 2.851 warga terpaksa mengungsi.

Hasil kaji cepat sementara, dua bencana ini berdampak di 11 kecamatan. Di antaranya Sipirok, Marancar, Batangtoru, Angkola Barat, Muara Batangtoru, Angkola Sangkunur, Angkola Selatan, Sayur Matinggi, Batang Angkola, Tanah Timbangan, dan Angkola Muaratais.

Sementara itu, sebanyak 50 unit rumah terdampak dan dua jembatan terputus akibat banjir serta tanah longsor di Kabupaten Tapanuli Utara. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan tim gabungan mendata dan merekomendasikan jalur alternatif Pangaribuan-Silantom sebagai akses jalan sementara.

Beralih ke wilayah Tapanuli Tengah, sebanyak 1.902 unit rumah terdampak banjir di sembilan kecamatan. Di antaranya Kecamatan Pandan, Sarudik, Badiri, Kolang, Tukka, Lumut, Barus, Sorkam dan Pinangsori.

BACA JUGA: Hutan Bukan Aset Eksploitasi, Saatnya Bentuk UU Kehutanan yang Baru

BPBD Tapanuli Tengah dan tim gabungan mendirikan tenda pengungsi serta mendistribusikan bantuan sembako kepada warga terdampak. Seluruh pendataan seperti jumlah warga dan wilayah terdampak bersifat sementara. Data masih berpotensi mengalami perkembangan sesuai dari hasil kaji cepat lanjutan di lapangan.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) melalui Tropical Cyclone Warning Center (TCWC) Jakarta melaporkan dua sistem cuaca signifikan yang memicu cuaca ekstrem di Sumatra Utara pada 25 November 2025. Di antaranya Siklon Tropis KOTO yang berkembang di Laut Sulu dan Bibit Siklon 95B yang terpantau di Selat Malaka. Kedua sistem ini memengaruhi peningkatan curah hujan dan angin kencang di Sumatra bagian utara.

Bibit Siklon 95B memengaruhi pembentukan awan konvektif yang meluas di atas Aceh hingga Sumatera Utara sehingga menyebabkan meningkatnya curah hujan ekstrem dalam beberapa hari terakhir.

Sementara itu, Siklon Tropis KOTO melalui pola belokan angin dan penarikan massa udara basah (inflow) ke pusat siklon meningkatkan pertumbuhan awan hujan di wilayah barat Indonesia, termasuk Sumatra Utara. Hal itu kian memperkuat hujan lebat di wilayah terkait.

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top