12,7 Juta Hektare DAS Kritis Perburuk Bencana Banjir

Reading time: 2 menit
Sampah dan limbah turut memperburuk kondisi DAS yang semakin kritis. Foto: Shutterstock

Jakarta (Greeners) – Daerah Aliran Sungai (DAS) di Indonesia seluas 12,7 juta hektare kondisinya kritis. Kerusakan ini terus terjadi karena kontribusi limbah dan sampah yang tidak terkelola dengan baik sehingga mencemari kualitas air dan memicu banjir di banyak wilayah.

Tidak hanya limbah dan sampah, sedimentasi dan land subsidence juga yang terjadi di DAS turut memperburuk kejadian dan dampak banjir. Masalah ini memengaruhi kuantitas dan kontinuitas air, hingga kekeringan. Saat ini ada 4.200 DAS yang perlu dipulihkan agar bisa menunjang kehidupan manusia.

Subdirektorat Wilayah II Ditjen Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Gemala Suzanti mengatakan, pemerintah telah melakukan tiga upaya untuk mengendalikan banjir.

“Untuk mengendalikan banjir yang berkelanjutan pemerintah telah melakukan tiga upaya melalui pendekatan berbasis alam dan ilmiah,” kata Gemala dalam Diskusi Pojok Iklim “Mewujudkan Ketahanan Iklim Melalui DAS Rumah Kita Bersama” secara daring di Jakarta, Rabu (10/5).

Upaya tersebut salah satunya dengan quality infrastructure, pemerintah dapat melihat latar belakang dari infrastruktur di wilayah DAS. Kemudian dengan river engineering yang tepat untuk meredam natural power of river.

Gemala juga menambahkan, proses pembangunan harus kita sesuaikan dengan lingkungan setempat, supaya infrastruktur tidak menimbulkan kerusakan lingkungan

Urbanisasi Akibatkan Banjir

Sementara itu, sebelum adanya urbanisasi, banyak kawasan yang masih berhutan. Namun, setelah adanya urbanisasi, semua berganti menjadi perumahan dan gedung. Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) lahan hutan di Indonesia mengalami penurunan sebesar 3,2 persen selama sembilan tahun.

“Hal ini menyebabkan laju dari runoff semakin tinggi dan infiltrasi semakin rendah. Hingga kita perlu memberikan ruang air dan bagaimana mempertahankan persentase siklus hidrologi,” kata Gemala.

Kondisi tersebut menyebabkan timbulnya genangan air dan banjir. Oleh karena itu, mempertahankan presentase per siklus hidrologi ini masih menemui tantangan.

Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah menerapkan kebijakan zero delta Q atau keharusan agar bangunan tidak menambah debit air ke sistem aliran sungai. Masyarakat juga harus ikut serta melakukan pencegahan dengan konservasi dan merawat sungai.

Daerah Aliran Sungai

Penampakan permukiman warga di sepanjang daerah aliran sungai. Foto: Shutterstock

Pengelolaan Landscape Berbasis DAS

Sementara itu, ketahanan iklim dapat dicapai melalui pengelolaan landscape berbasis DAS. Landscape adalah kawasan dengan konfigurasi topografi, penutupan vegetasi, dan tata guna lahan atau pola permukiman dengan proses kegiatan alamiah.

“Kalau kita ingin melaksanakan program pengelolaan harus melihat neraca airnya, konfigurasi landscape, transformasi hujan menjadi aliran, dan tata ruang atau utilization type,” ungkap Direktur Perencanaan dan Pengawasan Pengelolaan DAS KLHK, M. Saparis Soedarjanto.

Pendekatan landscape juga memerlukan peran hutan untuk ketahanan air dan pangan. Sebab, hutan dapat mengatur air dengan menjaga kesuburan dan kelembapan tanah serta mendukung infiltrasi tanah. 

Penulis : Dini Jembar Wardani

Editor : Ari Rikin

Top