Desa Potato Head di Bali kembali menghadirkan inovasi yang berbeda dari biasanya. Bersama desainer asal Inggris, Max Lamb, mereka berhasil mengubah limbah hotel, mulai dari sprei bekas, minyak goreng yang sudah terpakai, dan pecahan kaca, menjadi furnitur yang fungsional sekaligus artistik. Hasilnya tidak terlihat seperti barang daur ulang seadanya, tetapi justru layak dan memiliki keunikan tersendiri.
Perjalanan ini tidak singkat. Lamb dan tim memerlukan waktu hampir lima tahun untuk menemukan formula yang tepat. Sebab, membuat kursi dari sampah bukan hal yang bisa selesai dalam semalam. Justru dari proses panjang bisa melahirkan setiap furnitur yang memiliki material ramah lingkungan.
Kursi yang terbuat dari kain hotel bekas memperlihatkan lapisan teksturnya. Sementara, untuk minyak goreng sisa membentuk pola organik tak terduga pada nampan.
Proyek ini juga tidak lepas dari peran para pengrajin lokal di Bali. Lamb tidak datang dengan desain jadi dan meminta mereka mengeksekusi, melainkan bekerja bersama, bereksperimen, dan mengembangkan teknik baru sesuai karakter material.
Hasilnya adalah furnitur dengan sentuhan manusia yang terasa nyata, sekaligus menjaga tradisi keterampilan lokal tetap hidup. Lebih dari itu, proyek ini menciptakan pekerjaan baru yang berkelanjutan bagi masyarakat sekitar.
Mengubah Limbah Menjadi Fungsional
Keunggulan lain dari koleksi ini adalah fungsinya yang benar-benar bisa dipakai. Kursi nyaman untuk kita duduki, meja kokoh menopang, dan lampu memberi cahaya yang hangat. Banyak material limbah yang justru terbukti lebih awet daripada bahan konvensional, sekaligus menghadirkan tekstur dan warna yang tidak mungkin ada di pasaran.
Di Desa Potato Head, proses kreatif ini juga ditampilkan secara terbuka. Pengunjung bisa melihat langsung bahan mentah di samping produk jadi. Sehingga, mereka bisa memahami perjalanan tiap objek. Melihat furnitur itu terpasang di ruang hotel membuat orang yakin bahwa benda-benda ini bisa dihidupkan kembali setelah menjadi limbah.
Menariknya, koleksi ini tidak hadir dengan menggurui tentang isu lingkungan. Narasi keberlanjutan muncul secara alami, karena desainnya memang menarik. Begitu proses produksi berjalan lancar, Lamb bahkan berhasil mengembangkan 14 produk hanya dalam setahun. Cerita ini membuktikan bahwa keberlanjutan tidak harus hadir sebagai slogan, melainkan sebagai nilai tambah dari karya yang memang indah dan bermanfaat.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia











































