BRIN Selidiki Asal Kayu yang Terbawa Banjir dan Longsor di Sumatra

Reading time: 2 menit
BRIN menyelidiki asal kayu yang terbawa banjir dan longsor di Sumatra. Foto: BRIN
BRIN menyelidiki asal kayu yang terbawa banjir dan longsor di Sumatra. Foto: BRIN

Jakarta (Greeners) – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Task Force Supporting Penanggulangan Bencana melakukan forensik kayu. Kajian ini bertujuan mengidentifikasi jenis, asal, dan mekanisme pergerakan kayu yang terbawa arus banjir dan longsor. Hal itu sebagai dasar penilaian penyebab serta perumusan mitigasi bencana berbasis data.

Pengambilan data berlangsung di lokasi-lokasi dengan timbunan kayu yang signifikan akibat bencana. Lokasi tersebut meliputi Desa Garoga, Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Garoga, Desa Muara Sibuntuon, Kecamatan Sibabangun, Kabupaten Tapanuli Tengah, serta di Desa Tamiang, Aceh. Selain itu, tim juga menjadwalkan survei lanjutan di Pantai Parkit, Sumatra Barat.

Peneliti Ahli Utama BRIN Bidang Forensik Kayu, Ratih Damayanti, mengatakan bahwa dalam kegiatan lapangan, tim membuat plot pengamatan guna melakukan analisis kuantitatif terhadap volume kayu yang terbawa bencana.

“Kami menghitung berapa volume kayu yang ada. Lalu, memetakan persentase kayu yang berasal dari tebangan, tumbang alami (lapuk), atau tercabut akibat longsor dan banjir,” ujar Ratih dalam siaran pers BRIN, Jumat (19/12).

Ratih menjelaskan bahwa saat ini seluruh sampel masih dalam tahap pengumpulan dan pengolahan awal. Tim menargetkan data kuantitatif terkait volume dan klasifikasi kayu selesai dalam pekan ini. Namun, untuk hasil identifikasi jenis kayu dan penelusuran asalnya secara detail, masih perlu waktu sekitar satu bulan.

“Proses ini membutuhkan ketelitian karena setiap kesimpulan harus benar-benar ada bukti ilmiah,” tambahnya.

Forensik Kayu Bagian Penting

Ratih menegaskan bahwa forensik kayu merupakan bagian penting dalam memahami keterkaitan antara kondisi hutan, aktivitas manusia, dan dampak bencana hidrometeorologi. Analisis ini dapat memberikan gambaran apakah kayu yang terbawa bencana lebih dominan berasal dari proses alamiah atau aktivitas manusia.

Menurut Ratih, apa pun hasilnya, mereka akan menyampaikannya secara objektif dan berbasis data. “Pendekatan forensik tidak berangkat dari asumsi, tetapi dari bukti ilmiah. Itu prinsip utama kami,” tegasnya.

Hasil uji forensik kayu BRIN ini juga akan berfungsi sebagai penguat analisis citra satelit yang telah digunakan dalam pemetaan bencana. Ia berharap hasil kajian ini menjadi rujukan bagi aparat hukum, pemerintah daerah, dan pengelola hutan menyusun langkah penanganan serta pencegahan.

Pendekatan Multidisiplin

Sementara itu, penentuan jenis kayu menggunakan metode struktur anatomi kayu, yang menjadi keahlian utama tim forensik kayu BRIN dan tim dari Xylarium Bogoriense, Pusat Pengembangan Hutan Berkelanjutan, Kementerian Kehutanan (Kemenhut).

Untuk memperkuat hasil analisis, Ratih menyebutkan bahwa Laboratorium Genetika Hutan, Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB, yang juga tergabung dalam konsorsium WoodID Indonesia, akan mendukung pengujian lanjutan menggunakan teknologi DNA dan DART TOFMS (Direct Analysis in Real Time–Time of Flight Mass Spectrometry). Pendekatan multidisiplin ini memungkinkan identifikasi kayu dan asalnya dilakukan dengan tingkat akurasi tinggi.

Ratih menjelaskan, tim forensik kayu BRIN lain yang terjun ke lokasi bencana di Sumatra Utara adalah Sudarmanto. Ia merupakan Perekayasa Muda dari Pusat Riset Biomassa dan Bioproduk, Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material (ORNM).

Tim juga melibatkan Lutfi Hakim, dosen Fakultas Kehutanan Universitas Sumatra Utara. Selain itu, ada pendampingan dari Balai Pengelolaan Hutan Lestari (BPHL) Kementerian Kehutanan, Xylarium Bogoriense, Pusat Pengembangan Hutan Berkelanjutan Kemenhut, dan Bareskrim Polri. Ratih menyampaikan bahwa sebelum turun ke lapangan, tim telah melakukan koordinasi dengan Bareskrim dan BPHL Medan.

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top