DPR Belum Terima Daftar Inventaris Masalah, RUU Masyarakat Adat Menggantung

Reading time: 3 menit
ruu masyarakat adat
Sekretaris Jenderal AMAN Rukka Sombolinggi (paling kiri). Foto: greeners.co/Dewi Purningsih

Jakarta (Greeners) – Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menegaskan bahwa hingga akhir masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat terancam gagal diselesaikan karena Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) pemerintah sebagai syarat pembahasan RUU tidak kunjung diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Sementara akademisi menilai belum selesainya RUU ini karena regulasi ini dinilai tidak begitu penting dan tidak mendesak.

“Ada pandangan normatif bahwa RUU untuk masyarakat adat ini tidak urgent karena masyarakat adat ini tidak memiliki sebuah ikon secara politik yang bisa dinaikkan. Sementara jika dilihat di lapangannya sendiri banyak konflik yang berurusan dengan masyarakat adat,” ujar Hariadi Kartodihardjo, Dosen Fakultas Kehutanan IPB, saat ditemui di Cikini, Jakarta, Rabu (16/01/2019).

Hadi mengatakan bahwa seharusnya pemerintah bisa memutuskan pengakuan masyarakat adat secara de facto serta diakui secara keadilan sosial, yang artinya rasionalisme ekonomi bisa diterapkan.

“Seperti pengelolaan hutan, ya kalau masyarakat adat yang tinggal di situ dikelola saja oleh mereka hutannya, dibatasi masuknya swasta. Hutan adat digunakan, diatur, kalau memang sudah menjadi hutan adat ya tidak boleh swasta masuk,” kata Hadi.

BACA JUGA: Gagal Rampung, Revisi UU Konservasi Belum Menjadi Prioritas 

Berbeda dengan Hadi, Sekretaris Jenderal AMAN Rukka Sombolinggi mengatakan bahwa saat ini RUU Masyarakat Adat belum bisa dilanjutkan dan belum bisa dibahas karena pemerintah (kementerian terkait) belum menyerahkan draf masalah yang menjadi syarat utama RUU ini bisa dibahas di DPR.

“Di antara rapat kerja DPR dengan berbagai kementerian pada bulan Juli lalu mereka berjanji bahwa RUU ini akan diselesaikan dalam dua masa sidang. Artinya awal tahun ini seharusnya disahkan, kenyataannya sudah reses masa awal sidang pertama DIM itu belum ditangani oleh DPR. Ternyata DIM ini belum masuk ke DPR, termasuk Kementerian LHK yang belum menyerahkan DIM tersebut,” ujar Rukka pada acara Catatan Akhir Tahun Senjakala Nawacita dan Masa Depan Masyarakat Adat.

Menurut Rukka, Presiden Jokowi memang tidak pernah menolak UU Masyarakat Adat namun hingga sekarang tidak ada kejelasan mengenai kelanjutan RUU tersebut di tingkat kementerian.

“Jika seperti ini terus, kami tidak yakin kalau RUU Masyarakat Adat itu bisa difinalkan. Yang membuat kita yakin adalah kalau DIM itu ada dan bisa di publikasikan, tapi kalau DIM tidak pernah ada berarti kesalahan ada di pemerintah (kementerian terkait) karena terlambat dan tidak ada kejelasan. Kami tidak pernah melihat wujud DIM itu, tidak ada satu pun pemerintah yang mau membuka DIM kepada kami ataupun ke publik. Itu hal aneh, karena mereka sedang membicarakan tentang hidup kami, negara kami, seharusnya keputusan itu dimusyawarahkan dengan kami, tapi itu tidak terjadi,” jelas Rukka.

BACA JUGA: RUU Masyarakat Adat Sudah Dalam Pembahasan Badan Legislasi 

Selain itu, pemberdayaan masyarakat adat juga pernah disinggung akan dimasukkan ke dalam Revisi UU Konservasi No. 5/1990. Ketika Greeners menanyakan hal itu kepada Rukka, ia mengatakan bahwa belum ada kabar baik juga mengenai itu.

“Terakhir saya mendapat berita dari kesaksian masyarakat adat yang terancam punah. Dia menceritakan apa yang terjadi di wilayah adatnya, bagaimana pemerintah menyebut hutan high conservation value forest tapi karena ada korporasi yang masuk ke hutan itu mereka (masyarakat adat, Red.) terus diombang-ambingkan. Karena tidak dapat perlindungan, mereka bilang “mungkin kalau kami mau punah baru dilindungi”,” kata Rukka.

Rukka menegaskan bahwa UU Masyarakat Adat ini penting dan sangat mendesak diperlukan karena kriminalisasi masih terus ada. Ia menyayangkan regulasi dan kebijakan yang tidak menyeluruh sehingga kebijakan sektoral tidak bisa memecahkan masalah. Kondisi ini diperparah dengan minimnya komunikasi antar sesama kementerian.

Janji Kader Politik

Eva Kusuma Sundari dari Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’aruf mengatakan bahwa sebetulnya semua kementerian yang terkait RUU ini seperti Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan KLHK sudah memberikan poin-poin masalah ke leading sector yaitu Kementerian Dalam Negeri untuk kemudian menyusun DIM yang nantinya diserahkan kepada DPR.

“Kalau saya akan terus mengusahakan penyerahan DIM ini bisa dilakukan terlebih dahulu ke Badan Legislasi setelah itu bisa difinalisasi bulan Oktober 2019. Hal itu bisa dikejar karena masa pencoblosan itu sampai Oktober, baru setelah itu pelantikan anggota baru. Jadi akan diselesaikan sebelum pelantikan baru anggota legislatif supaya Pak Jokowi dan saya pribadi tidak punya hutang dikemudian hari untuk RUU Masyarakat Adat ini,” ujar Eva.

Sementara, Danhil Anzar Simanjutak dari Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi mengaku akan mempertemukan masyarakat adat dengan Pak Prabowo dan siap mendukung RUU Masyarakat Adat dan memasukkan masyarakat adat dalam prioritas.

“RUU masyarat adat kita dukung, bila perlu tidak menunggu Pak Prabowo menjadi presiden. Dengan dukungan partai koalisi hari ini juga harus disegerakan RUU tersebut,” kata Danhil.

Penulis: Dewi Purningsih

Top