Jakarta (Greeners) – Proyek Methane Emission Reduction Initiative for Transparency (MERIT) yang bertujuan untuk mengukur emisi gas metana di tiga tempat pemrosesan akhir (TPA) di Indonesia telah selesai. Berdasarkan hasil kajian tersebut, MERIT meluncurkan sebuah kertas kebijakan (policy brief) tentang pengukuran dan pengurangan emisi metana. Kajian ini bisa menjadi acuan bagi pemerintah untuk meningkatkan tata kelola TPA di Indonesia.
Proyek ini digagas oleh Dietplastik Indonesia, Yaksa Pelestari Bumi Berkelanjutan (YPBB) Bandung, dan Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Bali. Proyek MERIT berlangsung di tiga TPA di Indonesia, yaitu TPST Bantar Gebang Jakarta, TPA Suwung Bali, dan TPPAS Sarimukti Jawa Barat.
Metana merupakan gas rumah kaca yang memiliki potensi pemanasan global jauh lebih tinggi dibandingkan karbon dioksida dalam jangka waktu 100 tahun. TPA menjadi salah satu sumber emisi metana terbesar secara global, dengan kontribusi mencapai 18% dari total emisi antropogenik metana.
BACA JUGA: Pohon Ternyata Bisa Menjadi Sumber Gas Metan
Dalam mengukur emisi metana, peneliti menggunakan metode Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) Tier 2, dengan verifikasi pengukuran menggunakan alat Closed Flux Chamber (CFC). Kajian ini juga mengukur kandungan Degradable Organic Carbon (DOC) pada enam jenis komposisi sampah di masing-masing TPA regional.
Tenaga Ahli Udara Proyek MERIT, Didin Agustian, menjelaskan bahwa pengukuran menggunakan IPCC Tier-2 dan CFC di ketiga TPA bertujuan untuk mendapatkan parameter-parameter kunci dalam pengukuran emisi metana.
βData primer dari parameter kunci ini akan meningkatkan akurasi perhitungan emisi baseline di masing-masing TPA yang relevan untuk TPA lainnya. Ini akan membantu pengelola TPA dan pemerintah daerah menilai kinerja TPA mereka,β ujar Didin di Jakarta, Kamis (27/2).
Basis Data untuk Perumusan Kebijakan
Sementara itu, Proyek MERIT juga berhasil menyusun baseline emisi metana untuk tahun ke-0 di ketiga TPA. Baseline ini menjadi acuan untuk menghitung pengurangan emisi metana pada tahun 1-5 (2025-2030). Dengan adanya baseline, pemerintah dan pihak lain bisa merancang strategi mitigasi emisi metana lebih terukur dan berbasis data.
Tenaga Ahli Persampahan Proyek MERIT, Siti Ainun, menambahkan bahwa hasil baseline emisi metana dapat menjadi basis data dalam merumuskan kebijakan pengelolaan sampah. Hal ini juga selaras dalam upaya mitigasi perubahan iklim.
“Data baseline emisi gas metana perlu pembaharuan secara berkala untuk memantau dampak implementasi kebijakan,” katanya.
Pengelolaan sampah yang baik harus memperhitungkan indikator emisi metana untuk menciptakan co-benefit antara perbaikan pengelolaan sampah dan mitigasi perubahan iklim. Terutama, dalam menentukan skala prioritas pelaksanaan program.
Kurangi Jumlah Komposisi Sampah
Kajian ini juga menyoroti dua arus utama untuk mengurangi emisi metana di TPA. Pertama, pengurangan jumlah dan komposisi sampah yang masuk ke TPA. Kedua, pengelolaan TPA yang baik dan tepat.
Salah satu rekomendasi dari kajian tersebut adalah pengalokasian penganggaran untuk pengelolaan sampah. Direktur Eksekutif YPBB Bandung, David Sutasurya, menyebutkan bahwa pengelolaan sampah sudah tercantum dalam aturan Kepmendagri No. 900.1.15.5-3406 Tahun 2024.
BACA JUGA: Mango Materials: Evolusi Metana Menjadi Biopolimer
“Dengan demikian, tahapan dan metodologi oleh proyek MERIT, termasuk pengukuran pengurangan emisi metana, dapat terintegrasi ke dalam sistem pemerintahan yang ada dan telah pemerintah daerah anggarkan,” ungkap David.
Berdasarkan hasil kajian, Proyek MERIT juga mengeluarkan beberapa rekomendasi kebijakan untuk pengurangan metana yang tim serahkan kepada beberapa pemerintah. Di antaranya Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Jakarta, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Bali, Provinsi Kalimantan Selatan, dan Kota Bogor.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia