Patbo Super, Solusi Padi di Sawah Tadah Hujan

Reading time: 2 menit
Petani
Teknologi dukung capaian produktivitas hasil panen. Foto: Shutterstock

Jakarta (Greeners) – El Nino akan memicu musim kemarau yang lebih kering tahun ini. Fenomena alam tersebut akan berdampak pada sektor pertanian khususnya bagi sawah tadah hujan. Teknologi Patbo Super dapat menjadi solusi untuk mengoptimalkan produktivitas sawah tadah hujan.

Sawah tadah hujan merupakan jenis sawah yang tata airnya sangat bergantung pada air hujan, tanpa bangunan-bangunan irigasi permanen. Pola tanamnya meliputi padi beras dan palawija.

Kekeringan ini akan mempengaruhi tanaman pangan, pola tanam, waktu tanam dan waktu produksi, kualitas hasil, bahkan jika kekeringan berkepanjangan bisa mengalami gagal tanam atau panen.

Kepala Organisasi Riset Pertanian dan Pangan (ORPP) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Puji Lestari mengatakan, ntuk menangkal penurunan hasil akibat El Nino, perlu teknologi spesifik lokasi berdasarkan kearifan lokal. Harapannya dapat menekan risiko perubahan iklim khususnya El Nino.

BRIN bersama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) melakukan inovasi teknologi budi daya padi sawah tadah hujan dengan Padi Aerob Terkendali dengan penggunaan Bahan Organik (Patbo Super).

Kunci dari teknologi yang diterapkan pada sawah tadah hujan dengan Patbo Super bisa menghemat air.

Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Tanaman Pangan, Nana Sutrisna menyampaikan teknologi tersebut bisa dengan cara merakit dan menyempurnakan teknologi Intensifikasi Padi Aerob Terkendali Berbasis Bahan Organik (IPAT-BO) dengan menggunakan alat mesin pertanian untuk meningkatkan produktivitas dan Indeks Pertanaman (IP).

“Patbo Super sangat tepat dilakukan di sawah tadah hujan, bisa menghemat penggunaan pupuk, meningkatkan mutu produktivitas lebih dari 30 %. Kemudian meningkatkan efisiensi penggunaan air lebih dari 50 %, meningkatkan IP hingga 300, secara finansial menguntungkan,” tegas Nana dalam keterangan tertulis BRIN.

Pengkajian Patbo Super Lebih Lanjut

Saat ini, inovasi tersebut baru dikembangkan di wilayah Jawa Barat yang meliputi Kabupaten Sumedang, Subang, dan Majalengka. Nana berharap teknologi ini bisa segera diadaptasikan di tempat lain. Sebab, hampir 50 % produksi padi di Asia berasal dari sawah tadah hujan. Menurut Nana, inovasi Patbo ini masih memerlukan pengkajian lebih lanjut.

“Sawah tadah hujan merupakan lumbung kedua setelah lahan irigasi, menjadi harapan karena sawah irigasi banyak dialih fungsikan. Permasalahan sawah tadah hujan adalah sistem pengairannya yang sangat bergantung pada hujan,” ungkap Nana.

Kekeringan yang berkepanjangan menjadi salah satu dampak perubahan iklim. Foto: Shutterstock

Gunakan Dua Pendekatan

Inovasi saat ini merupakan upaya dalam menyediakan kecukupan air dalam aktivitas pertanian dengan menggunakan beberapa pendekatan.

Pendekatannya yaitu meningkatkan luas panen dan produktivitas. Strateginya dengan perbaikan Indeks Pertanaman (IP) dan teknologi budi daya dengan ketersediaan air yang cukup.

Nana menambahkan, cara meningkatkan teknologi pada lahan sawah tadah hujan juga dapat dilakukan dengan pengaturan irigasi (aerob terkendali). Lalu pemberian bahan organik dengan memanfaatkan jerami padi hasil panen sebelumnya, hingga pemberian pupuk hayati.

Penulis : Dini Jembar Wardani

Editor : Ari Rikin

Top