Jalan dan Trotoar Tangerang Selatan Penuh Sampah Menggunung

Reading time: 2 menit
Jalan dan trotoar Tangerang Selatan penuh sampah menggunung. Foto: wes
Jalan dan trotoar Tangerang Selatan penuh sampah menggunung. Foto: wes

Jakarta (Greeners) – Penutupan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipeucang memicu krisis sampah di Kota Tangerang Selatan. Sampah menggunung terlihat di sejumlah ruas jalan dan trotoar, bahkan sebagian sampah tertutupi terpal.

Zanethalia Naida (24), warga Tangerang Selatan, mengaku kondisi tersebut sudah sering ia lihat dalam beberapa waktu terakhir. Sampah menumpuk di pinggir jalan hingga trotoar, bahkan di area yang ramai lalu-lalang warga.

“Penumpukan sampah di Tangsel itu jelas pernah aku lihat. Aku juga bingung kenapa bisa sebanyak itu di trotoar. Ketika melihat, resah sih karena ganggu pemandangan dan penciuman,” ujar Zanethalia kepada Greeners, Jumat (19/12).

Ia mengatakan, sebagai warga dirinya sudah berupaya memilah sampah dari rumah. Namun, menurutnya upaya individu tidak akan cukup jika tidak imbang dengan sistem pengelolaan sampah yang kuat dari pemerintah.

“Aku sudah memilah sampah, tapi harusnya ada sistem yang kuat dari pemerintah. Supaya sampah nggak numpuk terus, dan yang bisa didaur ulang bisa benar-benar dimanfaatkan,” katanya.

Zanethalia juga khawatir penanganan yang dilakukan saat ini hanya bersifat sementara. Menurutnya, menutup tumpukan sampah dengan terpal bukanlah solusi yang tepat.

“Kalau didiamkan atau cuma ditutup terpal itu bukan solusi. Pengendara dan pejalan kaki terganggu, dan ke depannya bisa menyebabkan banjir, apalagi sekarang musim hujan,” tambahnya.

Menurut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), krisis ini terjadi karena TPA Cipeucang selama ini hanya mampu menampung sekitar 300–400 ton sampah per hari. Sementara, Kota Tangerang Selatan menghasilkan kurang lebih 1.000 ton sampah setiap harinya. Sejak 10 Desember 2025, sampah menggunung mulai terlihat di berbagai lokasi, termasuk di depan Pasar Cimanggis, Ciputat, meski sudah ada pengangkutan sampah.

Sampah Menggunung Cermin Kegagalan Pengelolaan

Walhi menilai kondisi ini mencerminkan kegagalan pemerintah dalam mengelola sampah secara sistematis, menyeluruh, dan berkelanjutan. Menurut Walhi, persoalan ini bukan sekadar masalah teknis, melainkan akumulasi dari ketidakmampuan pemerintah mengantisipasi lonjakan volume sampah melalui kebijakan berbasis data dan perencanaan jangka panjang.

Manajer Kampanye Perkotaan Berkeadilan Walhi, Wahyu Eka Styawan juga menilai bahwa penutupan TPA Cipeucang telah melanggar amanat UU No.18 Tahun 2008. UU tersebut mewajibkan pengelolaan sampah secara sistematis, termasuk larangan pembuangan terbuka dan kewajiban pengurangan di hulu.

“Dalam hal ini, pemerintah gagal menetapkan target pengurangan sampah karena tidak menjalankan kebijakan pengurangan sampah dari hulu ke hilir,” kata Wahyu.

Walhi melihat bahwa masalah ini seharusnya tidak hanya menjadi tanggung jawab Pemerintah Kota Tangerang Selatan. Ini juga seharusnya menjadi tanggung jawab Kementerian Lingkungan Hidup.

Menurut mereka, selama ini KLH masih gagal dalam mendorong kebijakan strategis dan justru berkutat pada solusi semu seperti PSEL, WtE, atau RDF yang mahal dan tidak mengurangi timbulan sampah. Solusi jangka panjang harus berfokus pada pengurangan sampah dari sumbernya, bukan sekadar memusnahkan di hilir.

Wahyu menegaskan bahwa pemerintah harus menerapkan kebijakan berbasis konsep zero waste cities yang menekankan pengurangan di hulu, sistem guna ulang, dan tanggung jawab produsen melalui skema EPR. Hal itu termasuk desain ulang produk agar minim sampah. Tanpa perubahan paradigma ini, krisis seperti penutupan TPA Cipeucang akan terus berulang, sebagaimana terjadi di TPA Piyungan, Yogyakarta.

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top