Jakarta (Greeners) – Tim Peneliti Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi (PRBE), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Aichi University of Education, Kyoto University, dan Universitas Palangkaraya berhasil mengidentifikasi dua spesies baru katak bertaring di kawasan Pegunungan Meratus, Kalimantan. Dua spesies baru tersebut, masing-masing diberi nama Limnonectes maanyanorum dan Limnonectes nusantara.
Keduanya merupakan bagian dari spesies Limnonectes kuhlii. Melalui pendekatan integratif yang menggabungkan analisis molekuler (gen 16S rRNA) dan kajian morfologis mendalam, kedua spesies ini terbukti sebagai entitas evolusioner yang terpisah dan sahih sebagai spesies baru.
Limnonectes maanyanorum peneliti temukan di kawasan Gunung Karasik, Kalimantan Tengah. Nama ilmiahnya untuk menghormati masyarakat adat Dayak Maanyan yang tinggal di wilayah tersebut. Di kalangan masyarakat setempat, katak ini bernama Senteleng Watu, yang berarti “katak batu”.
BACA JUGA: Penemuan Spesies Baru Dorong Peneliti Gali Keanekaragaman Hayati
Sementara itu, peneliti menemukan Limnonectes nusantara di daerah Loksado dan Paramasan, Kalimantan Selatan. Nama “Nusantara” terpilih sebagai simbol identitas nasional Indonesia, sekaligus merujuk pada Ibu Kota Negara baru yang berlokasi di Kalimantan. Di wilayah asalnya, masyarakat Dayak Meratus menamai katak ini Lampinik .
Profesor Riset Bidang Herpetologi PRBE BRIN, Amir Hamidy mengatakan bahwa penemuan ini menjadi kontribusi penting dalam upaya mendokumentasikan keanekaragaman herpetofauna Kalimantan. Selain itu, wilayah Meratus juga punya peranan besar dalam konservasi spesies endemik.
“Ini menegaskan peran penting wilayah Meratus dalam konservasi spesies endemik. Mengingat, kerusakan habitat, eksploitasi jenis, perubahan iklim, dan timbulnya penyakit merupakan ancaman terbesar terhadap keberlangsungan kehidupan amfibi endemik Kalimantan,” kata Amir dalam keterangan tertulisnya, Selasa (15/7).
Ciri Khas Katak Bertaring
Kedua spesies ini memiliki ukuran tubuh sedang dan memiliki ciri khas berupa “taring” (struktur tulang menonjol) di rahang bawah, terutama pada katak jantan. Jari-jari kaki mereka berselaput penuh, kulit tubuh berbintil, dan memiliki warna serta pola tubuh yang khas. Bentuk bintil dan ukuran taring menjadi pembeda penting antara keduanya.
Analisis genetik dan morfologi juga menunjukkan bahwa keduanya merupakan garis keturunan yang berbeda secara signifikan berdasarkan jarak genetik pada sebagian sekuens gen 16S rRNA serta kombinasi karakter morfologis.
Analisis filogenetik menunjukkan bahwa L. maanyanorum dan L. nusantara masing-masing membentuk klad monofiletik, dengan dukungan statistik yang sangat tinggi, serta memiliki jarak genetik yang signifikan dibandingkan spesies lainnya. Hal ini menguatkan status keduanya sebagai spesies baru.
Amir mengatakan bahwa penemuan ini menegaskan pentingnya eksplorasi biodiversitas dan penguatan kebijakan konservasi berbasis data ilmiah di wilayah-wilayah tropis yang masih kurang terjamah. Khususnya, Kalimantan sebagai bagian dari kawasan Sundaland yang sangat kaya akan spesies endemik.
“Penemuan ini menunjukkan bahwa Kalimantan masih menyimpan banyak misteri biologis. Kita perlu terus melakukan eksplorasi dan penelitian, terutama di wilayah yang belum banyak dijangkau,” tegas Amir.
Para peneliti berharap penemuan ini mendorong studi lebih lanjut. Penelitian tersebut juga bisa untuk menentukan prioritas konservasi di salah satu kawasan yang paling kaya namun terancam di dunia.
Penemuan ini telah terpublikasi dalam jurnal ilmiah internasional Zootaxa (Zootaxa 5575 (3): 387-408) pada 24 Januari 2025. Judul pada penelitian tersebut adalah Two new species of fanged frog from Southeastern Borneo, Indonesia.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia











































