Greenpeace Indonesia Luncurkan Peta Indikatif Terlengkap Pertama di Indonesia

Reading time: 3 menit
Ilustrasi: greeners.co/Rifky Fadzri

Jakarta (Greeners) – Greenpeace Indonesia meluncurkan peta digital online yang dapat digunakan oleh publik untuk memantau kebakaran lahan dan deforestasi yang sedang terjadi. Peta ini juga diklaim sebagai peta pertama yang hadir di Indonesia yang mampu memperlihatkan secara lengkap siapa saja pemilik lahan yang wilayah konsesinya terdeteksi titik api.

Juru kampanye hutan Greenpeace Indonesia Teguh Surya mengatakan peluncuran peta indikatif yang diberi nama “Kepo Hutan” ini dimaksudkan untuk mendukung terwujudnya komitmen Presiden Joko Widodo yang akan melakukan rencana perlindungan dan pemulihan kawasan hutan yang terancam maupun yang sudah rusak.

“Peta indikatif Kepo Hutan ini adalah sebuah peta yang memberi keleluasaan bagi masyarakat luas untuk melihat informasi terperinci tentang konsesi perusahaan dan bagaimana keterkaitannya terhadap lahan-lahan gambut, titik api dan peringatan terhadap deforestasi yang semakin tinggi,” ungkapnya usai melakukan peluncuran peta indikatif Kepo Hutan di Jakarta, Selasa (15/03) malam.

Untuk teknisnya, Teguh menjelaskan, masyarakat bisa mengetahui titik-titik hotspot hanya dengan meng-“klik” fitur titik api yang tersaji. Peta ini juga bisa mendeteksi wilayah yang bukan titik-titik api namun berada di dekat titik api. Teguh bahkan meyakini kalau tingkat akurasi dari peta ini mencapai 90 persen dengan kekuatan data dan arsip yang sudah terprogram sejak tahun 2013.

“Jadi, titik kebakaran lahan dan gambut yang muncul dari tahun 2013 sampai dengan hari ini bisa diakses oleh publik karena di situ ada fitur near real time dan yang satu lagi melalui permintaan. Misalnya kita mau tahu titik api di tahun 2013, itu dia bisa dimunculkan,” tambahnya.

(Kiri-kanan) Juru kampanye hutan Greenpeace Indonesia Teguh Surya, Kepala Greenpeace Indonesia Longgena Ginting, dan mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto. Foto: greeners.co/Danny Kosasih

(Kiri-kanan) Juru kampanye hutan Greenpeace Indonesia Teguh Surya, Kepala Greenpeace Indonesia Longgena Ginting, dan mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto. Foto: greeners.co/Danny Kosasih

Keseluruhan data yang ditampilkan dalam peta indikatif Kepo Hutan tersebut, lanjut Teguh, adalah data dan arsip peta dari banyak pihak, seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Pertanian, Badan Pertanahan Nasional (BPN), Pemerintah Daerah dan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) yang dikompilasi oleh Greenpeace. Data tersebut dibuat menjadi lebih terstruktur dan rapih lalu ditampilkan dalam bentuk yang informatif.

Menurut Teguh, Greenpeace hanya ingin memberikan gambaran secara nyata kepada masyarakat mengenai titik api yang terjadi di Indonesia. Setelah mengetahui kondisi ini, masyarakat, perusahaan, Lembaga Swadaya Masyarakat dan Pemerintah diharapkan mampu melakukan sesuatu.

“Kalau kita ikuti perdebatan di media soal kebakaran lahan dan hutan yang begitu hebat di tahun 2015 kemarin, kita bisa lihat pertanyaan besar publik itu apa. Publik kecewa tapi mereka tidak tahu siapa yang bisa mereka mintai pertanggungjawaban, siapa yang bisa disalahkan untuk bisa diproses secara hukum. Nah, hari ini perdebatan itu hilang. Tidak perlu diperdebatkan lagi siapa tetapi bagaimana penegakan hukum dilakukan karena pertanyaan siapa tadi itu sudah terjawab. Tinggal ‘klik’ maka keluar siapa yang wilayah konsesinya terbakar,” katanya.

Bambang Widjojanto, penasihat hukum kebijakan publik dan juga mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang turut hadir pada peluncuran peta indikatif tersebut mengapresiasi peluncuran peta yang dilakukan oleh Greenpeace Indonesia. Menurutnya, melalui platform baru ini, nantinya akan mengungkap banyak hal terkait tata kelola hutan di Indonesia yang belum sepenuhnya terbuka.

“Jika saat ini semua orang mampu mendapat akses informasi untuk melihat kepada siapa saja hak atas kelola hutan diberikan, maka peta ini akan mampu mencegah kerugian sumberdaya alam milik negara yang muncul dari korupsi dalam hal pemberian ijin konsesi,” tuturnya.

Ditemui terpisah, Direktur Inventarisasi Pemantauan Sumber Daya Hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Ruwanda Agung menyatakan bahwa hampir dari keseluruhan data yang disajikan dalam peta indikatif Kepo Hutan milik Greenpeace Indonesia adalah data resmi yang didapat dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

“Sebetulnya (data) ini sudah ada di kami. Interaktif malah. Bahkan kami ada lokasi misalnya lahan masyarakat adat, peta kawasan, ada hotspot, lahan kritis, bahkan ada daerah aliran sungai juga,” ujarnya.

Apalagi, kata Ruwanda, data peta yang dimiliki oleh KLHK jauh lebih terbaru (update) karena Greenpeace sendiri menggunakan data peta dari KLHK. Anggap saja, lanjutnya, jika data dari KLHK terakhir adalah data tahun 2015, data yang diambil Greenpeace mungkin adalah data pada November atau bahkan Juli 2015.

“Yang pasti data kami lebih update. Apalagi data yang sudah diluncurkan ini mirip dengan yang sudah diluncurkan oleh lembaga riset internasional World Resources Institute (WRI). Bahkan Forest Watch pun mengambil data dari kami karena kami telah menjadi wali data untuk tutupan lahan hutan secara nasional,” tandasnya.

Penulis: Danny Kosasih

Top