Kebakaran TPA Sarimukti Potret Buruk dari Praktik Open Dumping

Reading time: 3 menit
Kebakaran TPA Sarimurti. Foto: Irsyan Muzaki Fadhilah
Kebakaran TPA Sarimurti. Foto: Irsyan Muzaki Fadhilah

Jakarta (Greeners) – Kebakaran TPA Sarimukti menjadi potret buruk praktik open dumping. Tempat pembuangan sampah itu terbakar pada Sabtu (19/8) akibat puntung rokok yang dibuang sembarangan. Namun, indikasi lain menyebutkan adanya akumulasi gas metana yang memperparah terjadinya kebakaran.

“Kebakaran TPA Sarimukti merupakan salah satu puncak gunung es dari pengabaian sistematis jangka panjang oleh semua level pemerintahan,” demikian keterangan dari Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI).

Berdasarkan data KLHK, ada 364 TPA di Indonesia. Sebanyak 33% open dumping, 55% controlled landfills, dan sisanya 12% sanitary landfills.

AZWI menilai, mayoritas TPA di Indonesia dalam posisi krisis. Itu terbukti dari banyaknya praktik open dumping dalam sebuah tempat pembuangan akhir tanpa ada perlakuan apa pun. Misalnya, tidak ada penutupan tanah.

Direktur Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat, Meiki W Paendong mengatakan, open dumping merujuk pada praktik pembuangan sampah atau limbah secara sembarangan dan tidak teratur di tempat-tempat yang tidak sesuai.

BACA JUGA: Darurat Sampah, TPA Sarimukti Bandung Terancam Tutup

“Praktik ini berdampak buruk yang signifikan terhadap lingkungan, kesehatan manusia, serta keberlanjutan
ekosistem,” ujar Meiki.

Menurut dia, kebakaran TPA Sarimukti ini menjadi potret buruk dari praktik open dumping, di mana kondisi sampah tercampur dalam tempat pembuangan sampah terbuka. Seringkali ada banyak bahan mudah terbakar seperti kertas, plastik, dan bahan organik.

Jika bahan-bahan ini terkena api atau panas yang tinggi, mereka dapat dengan mudah terbakar dan memicu kebakaran. Parameter yang menjadi perhatian adalah karbon monoksida, hidrogen sulfida, merkuri, dioksin, furan, serta bahan-bahan kimia organik dan anorganik lain.

ilustrasi batuk. Foto: Freepik

ilustrasi batuk. Foto: Freepik

Kebakaran TPA Sarimurti Mengancam Kesehatan Warga

AZWI menilai  pemerintah pusat dan daerah seharusnya sejak awal memberikan perhatian serius terhadap kondisi TPA di Indonesia. Kebakaran TPA dapat dicegah dan tidak terjadi berulang dengan membuat sistem controlled dan sanitary landfill.

Menurut AZWI, dampak timbul dari kebakaran TPA Sarimurti bukan hanya pada lingkungan, melainkan juga warga yang berada di wilayah Cipatat, Kabupaten Bandung Barat.

Kepala Desa Sarimukti, Uci Suwanda melaporkan keluhan para warga yang terkena berbagai dampak kesehatan. Sebagian besar dari mereka mengeluhkan tenggorokan sakit, sesak nafas, dan iritasi pada mata. Masalah kesehatan ini sudah mulai menyerang lebih dari 50 warga di 15 RW.

Senior Advisor Nexus3 Foundation, Yuyun Ismawati mengemukakan, semestinya pengoperasian TPA sudah tidak diperbolehkan lagi dengan sistem terbuka (open dumping).

BACA JUGA: TPA Penuh Cerminan Tata Kelola Sampah Belum Efektif

“Standar Indonesia minimal harus controlled landfill dengan tutupan urugan tanah harian atau mingguan agar dapat mencegah kebakaran dan pencemaran lingkungan,” kata Yuyun.

Selain itu, lanjut Yuyun, di TPA juga perlu ada SOP, terutama pada musim kemarau. Misalnya, terdapat tanda larangan merokok atau bawa api yang cukup jelas.

“Ada arahan menghadapi percikan api sampai terjadi kebakaran besar dan warning system agar warga waspada. Panduan teknis pemadaman api harus dikeluarkan dan sebaiknya dengan menggunakan urugan tanah,” kata Yuyun.

Tata Kelola Sampah Masih Belum Siap

Direktur Eksekutif YPBB (Yaksa Pelestari Bumi Berkelanjutan), David Sutasurya menilai, tidak siapnya aspek tata kelola ini menyebabkan Kota Bandung, Kota Cimahi, dan pemerintah daerah gagal memilah dan mengolah sampah organik secara maksimal.

“Pemerintah pusat juga ikut bertanggung jawab atas masalah ketidaksiapan tata kelola pemerintah daerah. Saat ini, peraturan-peraturan teknis mengenai pengelolaan sampah dan pelaksanaan undang-undang pemerintah belum memberikan arahan yang spesifik,” ungkap David.

Dia melanjutkan, pemerintah pusat juga belum bisa menciptakan kondisi yang mendukung agar pemerintah daerah berani menegakkan hukum dan meningkatkan alokasi anggaran.

Beratnya beban IPAL dan kumuhnya kondisi TPA dan sarana pengelolaan sampah lainnya juga turut memperparah kondisi TPA. Pemerintah di semua level harus memastikan terjadinya pemisahan, pengolahan dan pemanfaatan
sampah organik.

“Itu sebagai langkah strategis untuk mendorong perbaikan kondisi TPA dan sarana pengelolaan sampah lainnya,” ujar David.

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top