Pakar: Populasi Badak di Indonesia Kurang dari Seratus

Reading time: 4 menit
Rhino Population in Indonesia Less than One Hundred
Ahli prediksi populasi badak sumatra merosot ke angka kurang dari seratus. Foto: Shutterstock.

Jakarta (Greeners) – Ahli pada lokakarya penyusunan Rencana Aksi Darurat (RAD) 2019 memprediksi populasi badak sumatra (Dicerorhinus sumatrensis) merosot ke angka kurang dari seratus. Jumlah ini semakin berkurang jika dibandingkan catatan Strategi dan Rencana Aksi (SRAK) Badak Indonesia yang disusun pada 1990.  Sebanyak 400 badak sumatra diperkirakan hidup di Indonesia pada periode 1993-2003.

Penyebab penurunan populasi tersebut antara lain perburuan dan perdagangan satwa, degradasi dan fragmentasi habitat, serta penyakit pada sistem reproduksi. Ahli menekankan perlunya langkah cepat yang nyata serta kolaborasi semua pihak untuk mencegah kepunahan badak. Lebih jauh, langkah yang dituju pun diharapkan dapat memulihkan populasi badak ke tingkat yang aman.

Ketua Dewan Pembina Yayasan Forum Konservasi Leuser, Rudi Putra mengatakan dalam lima tahun terakhir pihaknya mencatat tidak kurang dari 5.000 perangkap dan jerat ditemukan. Selain itu, penebangan hutan dan juga perambahan yang merusak habitat badak menjadi faktor penurun populasi.

“Masalah lain adalah populasi kecil. Jadi, di Leuser ada 4 sub populasi, 3 di antaranya termasuk badak sumatra. Dari sub populasi itu tidak ada indikasi pembiakan. Tidak ada anak-anak lagi yang ditemukan. Ini mengindikasikan satwa tersebut akan punah dengan sendirinya kalau tidak diselamatkan,” ujar Rudi pada Webinar Peringatan Hari Badak Sedunia: Selamatkan Populasi Terakhir Badak Sumatra, Selasa (22/09/2020).

Baca juga: Hujan Deras, Sampah Pintu Air Manggarai Capai 2,8 Ton

KLHK: Tidak ada solusi lain untuk penyelamatkan badak selain permbelakuan proteksi secara menyeluruh di lokasi prioritas pelestarian badak. Foto: Dirjen KSDAE KLHK.

KLHK: ‘Jangan Sampai Birokrasi Bertele-tele Hambat Penyelamatan Badak’

Sebagai upaya penyelamatan populasi badak sumatra, pemerintah Indonesia menyusun RAD Penyelamatan Populasi Badak Sumatra 2018-2021. Salah satu narasumber webinar, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Wiratno, menilai RAD ini sebagai langkah revolusioner yang strategis dan memiliki prioritas tinggi untuk penyelamatan badak sumatra dari kepunahan.

RAD Penyelamatan Populasi Badak Sumatra 2018-2021 meliputi pembangunan Suaka Badak Sumatra di Aceh dan Kutai Barat, pengembangbiakan semi alami, pemantauan dan pengamanan habitat dan populasi, serta inisiasi dan pembentukan intensive protection zone. Wiratno pun mengakui penyelamatan badak merupakan pekerjaan yang sangat besar.

“Dalam pelestarian badak, symptom problemnya itu ada di luar. Tindakan kita harus didasarkan pada analisis yang lebih luas. Apabila harus diambil tindakan cepat tidak perlu terlalu banyak birokrasi, bisa langsung izin dan menghubungi saya. Dengan membangun kemitraan konservasi secara bertahap, melalui kesadaran kelompok dan komunitas, kita akan menuju aksi kolektif konservasi,” kata Wiratno.

“Jangan sampai birokrasi menghambat karena terlalu bertele-tele sehingga upaya penyelamatan kehilangan momentumnya. Kita tidak ingin itu terjadi, baik di Bukit Barisan Selatan dan di Leuser,” ucapnya.

Wiratno melanjutkan, tidak ada solusi lain untuk penyelamatkan badak selain pemberlakuan proteksi secara menyeluruh di lokasi prioritas pelestarian badak. Selain itu, menurutnya, proses komunikasi dan dukungan pemerintah daerah adalah langkah terpenting dalam program pelestarian. Pemerintah daerah, lanjutnya, harus menyadari sekaligus bangga akan daerahnya yang memiliki ikon spesies global.

Aceh Timur Berkomitmen Bangun Suaka Badak

Lebih jauh, untuk mendukung kegiatan pembangunan suaka badak sumatra di Kabupaten Aceh Timur, Bupati Aceh Timur, Hasballah Bin H.M. Thaib, menerbitkan Rekomendasi Permohonan Persetujuan dan Lokasi Pembangunan Suaka Badak Sumatra Nomor 522.5.4/6307 pada 20 Juli 2020. Lokasi pembangunan suaka badak sumatra ini seluas 7.302 hektare.

Hasballah mengklaim Aceh sebagai provinsi yang ambil bagian dalam aksi darurat penyelamatan badak sumatra periode 2018-2021. Dari hasil survei lapangan, timnya menemukan lokasi Aloer Timur, Kabupaten Aceh Timur memenuhi kriteria kelayakan tertinggi. Alternatif kedua adalah wilayah Trenggulun-1. Sementara itu, wilayah Trenggulun-2 tidak masuk ke dalam rekomendasi karena banyaknya temuan kasus perambahan dan aktivitas pembukaan lahan.

“Setiap tahunnya 14 badak mati karena konflik dengan masyarakat. Kami berkomitmen penuh untuk membangun Suaka Badak Sumatra di Kabupaten Aceh Timur. Pada 19 September 2020, kami juga sudah melakukan pemasangan papan pengumuman untuk lokasi kegiatan Konservasi Suaka Badak Sumatra,” ucap Hasballah.

Baca juga: Kebakaran Hutan Memperburuk Kondisi Lapisan Ozon

Tropical Forest Conversation Action Siapkan Ratusan Miliar untuk Pelestarian Badak

Berbicara dalam acara yang sama, Direktur Eksektuif Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (Kehati) Riki Frindos, menerangkan besaran dana yang disiapkan untuk mendukung RAD Penyelamatan Populasi Badak. Melalui program Tropical Forest Conversation Action (TFCA) di Sumatra dan Kalimantan, diketahui dana yang disiapkan untuk perlindungan spesies sebesar Rp100 miliar untuk Sumatra dan Rp16 miliar di Kalimantan.

“Yayasan Kehati melalui mitra di tingkat lokal dan seluruh pihak akan terus mendukung program pelestarian keanekaragaman hayati di Indonesia. Termasuk penyelamatan badak sumatra, baik yang terdapat di Sumatra dan Kalimantan. Agar tujuan ini dapat terwujud, kami berharap RAD yang telah disusun dapat selaras dengan rencana pembangunan jangka menengah dan panjang pemerintah daerah,” ujar Riki.

Badak Sumatra berperan dalam regenerasi hutan. Foto: Shutterstock.

Lebih jauh, Riki menjelaskan programnya bersama TFCA Sumatra untuk mendukung pemulihan populasi badak sumatra. Pertama, secara masif dan intensif melindungi populasi badak yang ada di habitat aslinya untuk berkembang secara alami. Untuk mendukung program ini,  pihaknya membentuk tim patroli dan meningkatkan kapasitas anggota patroli melalui berbagai fasilitas pelatihan. Pihaknya pun melibatkan masyarakat lokal dalam pengembangan tim patrol.

Kedua, Kehati dan TFCA menyediakan data akurat mengenai kondisi populasi. Upaya ini penting untuk pengambilan keputusan konservasi yang tepat. Dalam upaya pemutakhiran data, Riki melanjutkan, mitra melakukan survei okupansi untuk mengetahui wilayah sebaran badak pada tiga taman nasional: Gunung Leuser, Way Kambas, dan Bukit Barisan Selatan. Untuk mendukung aktivitas survei, TFCA Sumatra menyediakan 317 buah kamera jebak yang disebar pada tiga taman nasional.

Selanjutnya, badak yang terisolasi akan diselamatkan untuk difasilitasi perkembangbiakannya secara semi alami di lokasi tertentu yang disebut sebagai sanctuary.

Badak Sumatra Berperan dalam Regenerasi Hutan

Selain itu, untuk program penyelamatan badak sumatra di Kalimantan, Kehati, dan TFCA Kalimantan berhasil menyelamatkan spesimen hidup badak sumatra berjenis kelamin betina bernama Pahu. Mitra penerima hibah ALeRT (Aliansi Lestari Rimba Terpadu) menyelamatkan Pahu dari kawasan hutan Kampung Besiq, Kecamatan Damai, Kalimantan Timur. Hingga berita ini diturunkan, Pahu terpantau dalam keadaan sehat dengan bobot mencapai 360 kilogram.

Melihat kedaruratan penyelamatan badak sumatra, di peringatan Hari Badak Dunia 22 September, Riki berharap masyarakat  semakin menyadari pentingnya konservasi badak bagi Indonesia. Satwa berstatus krisis ini mengonsumsi pucuk daun muda yang membantu proses regenerasi hutan karena mendukung tumbuhnya pucuk baru dari daun yang dimakannya.

Selain itu, berkat jangkauan jalannya yang jauh, badak juga merupakan agen penyebar benih melalui biji-bijian hutan yang melekat di tubuhnya. Dalam perjalanannya, badak pun membuka jalan rintisan dari vegetasi tebal untuk satwa liar lainnya.

Penulis: Dewi Purningsih dan Zury Muliandari

Editor: Ixora Devi

Top