Keasaman Laut Naik 40 Persen, Ancam Ekosistem Laut dan Kehidupan Nelayan

Reading time: 3 menit
Keasaman laut naik 40 persen, mengancam ekosistem laut dan kehidupan nelayan. Foto: Freepik
Keasaman laut naik 40 persen, mengancam ekosistem laut dan kehidupan nelayan. Foto: Freepik

Jakarta (Greeners) – Keasaman laut meningkat sekitar 30–40 persen. Hal itu menyebabkan menurunnya kemampuan laut dalam menyerap karbon dan menjaga keseimbangan ekosistem. Kondisi ini kian buruk setelah ada pembakaran bahan bakar fosil, deforestasi, dan perubahan penggunaan lahan. Jika terus berlanjut, peningkatan keasaman laut dapat mengancam keanekaragaman hayati dan ketahanan pangan global.

Temuan ini terungkap dalam laporan berjudul “Planetary Health Check 2025” oleh The Planetary Boundaries Science (PBScience). Laporan tersebut menyebutkan, sistem laut berada di bawah tekanan yang semakin memburuk akibat kenaikan suhu, ditandai dengan gelombang panas laut (marine heatwaves) yang lebih sering, lebih lama, dan lebih intens.

Suhu yang lebih tinggi mempercepat hilangnya oksigen di laut, yang sejak 1970 telah berkurang 1–3 persen. Penurunan ini bisa meningkat hingga empat kali lipat dalam beberapa abad mendatang, bahkan jika emisi gas rumah kaca dihentikan hari ini.

PBScience mendefinisikan kondisi laut yang aman setara 80% dari nilai kejenuhan aragonit pra-industri. Pada 2024, tingkat kejenuhan aragonit permukaan global tercatat hanya 2,84, lebih rendah dari ambang batas 2,86. Semakin rendah nilai kejenuhan aragonit semakin menyulitkan organisme seperti karang dan kerang untuk membangun dan memelihara cangkang dan kerangka mereka.

BACA JUGA: Berpacu dengan Waktu, Selamatkan Terumbu Karang

Co-lead Planetary Boundaries Science Lab, Levke Caesar mengatakan apabila lautan semakin asam, kadar oksigen menurun, dan gelombang panas laut meningkat. Menurutnya, tekanan ini semakin membebani sistem vital yang menjaga kestabilan planet bumi.

“Dampaknya meluas dari perikanan pesisir hingga laut lepas, mengancam ketahanan pangan, stabilitas iklim global, dan kesejahteraan manusia,” ujar Levke dalam keterangan tertulisnya, Jumat (10/10).

Levke menambahkan, ketika semakin banyak CO₂ masuk ke laut, terbentuk asam karbonat yang menurunkan tingkat keasaman (pH) dan mengurangi ketersediaan karbonat. Hal ini membuat organisme pembentuk cangkang atau kerangka kalsium karbonat—seperti karang, moluska, dan plankton—semakin sulit bertahan hidup. Ekosistem laut, termasuk terumbu karang tropis, karang air dingin, hingga kehidupan laut Arktik, sudah merasakan dampak serius dari perubahan ini.

Perlu Metode Ilmiah untuk Jaga Laut

Para peneliti menekankan perlunya metode ilmiah yang ketat dan transparan untuk memandu kebijakan lingkungan, perencanaan kota, serta strategi bisnis agar selaras dengan upaya menjaga kondisi laut. Penelitian lintas disiplin juga dibutuhkan untuk memahami interaksi kompleks antar-batas planet, dampak konteks sosial-ekonomi yang berbeda, serta mekanisme tata kelola dan akuntabilitas.

Kondisi serupa juga terpantau di tingkat lokal. Kajian dari peneliti Universitas Bangka Belitung menemukan, kenaikan kadar CO₂ terlarut di perairan sekitar Pulau Bangka telah menurunkan tingkat keasaman laut dari rata-rata 8,1 menjadi sekitar 7,9 dalam beberapa dekade belakangan. Akibatnya, proses klasifikasi karang keras melambat secara signifikan. Sementara, karang lunak invasif seperti Sarcophyton –yang lebih toleran terhadap kondisi asam kini semakin masif.

Pergantian karang keras oleh karang lunak invasif berpotensi merusak keseimbangan ekosistem laut karena karang lunak tidak membentuk kerangka kalsium karbonat yang kokoh. Sehingga, struktur tiga dimensi terumbu hilang dan keanekaragaman hayati menurun.

Hilangnya karang keras juga membuat perlindungan alami terhadap abrasi pantai melemah. Sementara, dominasi karang lunak yang tumbuh cepat menutup ruang bagi spesies lain dan mengubah rantai makanan. Bahkan, berakibat pada penurunan populasi ikan karang yang penting bagi nelayan setempat.

Nelayan Terdampak dari Keasaman Laut

Ketua Umum Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Dani Setiawan, mengungkapkan bahwa meningkatnya kadar keasaman laut juga berpengaruh terhadap perubahan kondisi ekosistem laut. Kondisi ini tidak hanya meningkatkan karang lunak invasif, tapi juga berpengaruh pada reproduksi dan menurunnya jumlah ikan di lautan. Hal itu berdampak pada ketersediaan pangan laut dan ekonomi masyarakat pesisir.

BACA JUGA: Nelayan Kanada Ciptakan Pertanian Laut Berkelanjutan

“Peningkatan kadar asam air laut memberikan pengaruh negatif terhadap berbagai sektor yang menggantungkan hidup pada sumber daya laut. Terutama nelayan kecil. Nelayan kecil menjadi orang pertama yang merasakan dampak peningkatan kadar asam laut. Sebab, jumlah ikan yang berkurang akan berpengaruh terhadap jumlah hasil tangkapan nelayan semakin menurun,” jelas Dani.

Dani melanjutkan, kondisi tersebut pada akhirnya berpengaruh terhadap kesediaan ikan di pasaran. Bahkan menyulitkan masyarakat untuk mendapatkan ikan yang merupakan salah satu sumber protein. Oleh sebab itu, pihaknya mendesak pemerintah untuk segera mengatasi masalah peningkatan keasaman laut tersebut.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top