Warung Kopi Karbon Biru Jembatani Potensi Blue Carbon

Reading time: 2 menit
Laut Indonesia perlu dijaga dari dampak perubahan iklim. Foto: Shutterstock

Jakarta (Greeners) – Potensi karbon biru Indonesia menyumbang 17 % dari cadangan karbon biru dunia. Demikian jika penguatan pengelolaan karbon biru untuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim dapat mengurangi emisi karbon sebesar 29 % secara nasional dan 41 % secara global pada tahun 2030.

Selain itu juga memperoleh pendapatan ekonomi minimal US $ 248 miliar atau sekitar Rp 3.540 triliun. Caranya melalui berbagai skema kredit karbon untuk Indonesia dan pemberdayaan petani pesisir lokal.
Guna memaksimalkan dan memanfaatkan dampak positif ekosistem karbon biru Indonesia,

CarbonEthics menginisiasi acara forum tahunan Warung Kopi Karbon Biru baru-baru ini.
Mengangkat tema “Escalating the Readiness of Blue Carbon Project in Indonesia” acara ini mendorong peningkatan kesadaran masyarakat terhadap kondisi dan potensi karbon biru di Indonesia.

Wakil Direktur Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Andreas Hutahaean menyatakan, tahun 2020-2024 laut dan lahan basah menjadi sektor prioritas baru Indonesia. Sektor ini berperan sebagai solusi berbasis alam untuk beradaptasi dan mitigasi perubahan iklim.

“Ekosistem karbon biru berpotensi mendukung komitmen Indonesia terhadap net zero emission. Rehabilitasi mangrove, sebagai bagian dari ekosistem karbon biru, dapat berkontribusi pada penurunan emisi karbon dari sektor pertanian, hutan, dan penggunaan lahan lain,” katanya.

Warung Kopi Karbon Biru

Sejak awal tahun 2020, Warung Kopi Karbon Biru telah menjadi jembatan komunikasi untuk menyelaraskan perspektif dan memetakan kepentingan masing-masing organisasi atau lembaga yang terlibat.

Acara kegiatan memuat rekomendasi terkonsolidasi dari pemangku kepentingan terkait untuk meningkatkan proyek karbon biru yang ada, yang meliputi pemerintah, perusahaan sosial, dan LSM.

Berbagai pihak turut menghadiri acara ini. Mereka antara lain Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan United Nations Development Programme (UNDP).

Kemudian ada pula Alcott Group, Conservation International, Forest Carbon, Indonesia Commodity and Derivative Exchange (ICDX). Selanjutnya, Yayasan David & Lucile Packard, RARE Indonesia, South Pole, Wildlife Works, WRI Indonesia, dan Yayasan Pesisir Lestari.

Sektor laut menyimpan potensi blue carbon besar untuk mempercepat target penurunan emisi. Foto: Shutterstock

Minimnya Edukasi Iklim

Sementara itu, minimnya edukasi iklim menghambat keterlibatan masyarakat lokal dalam proyek karbon biru. Sampai saat ini, tidak ada data yang mencatat jumlah penduduk setempat yang berperan sebagai pemrakarsa proyek.

Padahal melibatkan pemimpin lokal terkemuka dalam proyek karbon dapat meningkatkan pembangunan kapasitas dan meningkatkan rasa memiliki di antara masyarakat. Selain itu, keterlibatan masyarakat lokal dapat membuat mereka menerima manfaat secara langsung melalui proyek karbon terkait.

Oleh karena itu, penerapan mekanisme dari bawah ke atas perlu untuk memajukan proyek karbon biru yang inklusif.

Selanjutnya, pelaksanaan pendalaman keuangan (financial deepening) menjadi rekomendasi dalam skema pendanaan karbon biru untuk konservasi mangrove. Selain itu perlu juga aksi kolaboratif antara pemerintah dengan fintech atau security crowdfunding.

CarbonEthics berharap diskusi dan rekomendasi yang terkumpul dalam acara ini dapat membantu sektor pemerintah, swasta dan publik memperkuat ekosistem karbon biru Indonesia. CarbonEthics juga berharap acara diskusi seperti ini dapat mendorong individu untuk mengadvokasi konservasi karbon biru.

Penulis : Ramadani Wahyu

Editor : Ari Rikin

Top