KLH Tindak Lanjuti Pengembalian Kalpataru

Reading time: 2 menit

Jakarta (Greeners) – Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) segera menindaklanjuti pengembalian penghargaan Kalpataru oleh Marandus Sirait secara pribadi dan Hasoloan Manik atas nama LSM PILIHI Dairi, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Deputi Bidang Komunikasi Lingkungan dan Pemberdayaan Masyarakat KLH, Ilyas Assaad mengatakan pihaknya pernah melakukan Pencabutan Penghargaan Kalpataru kepada kelompok Ninik Mamak Buluh Cina, pada tanggal 31 Agustus 2009 karena terbukti merusak hutan adat Buluh Cina, Kabupaten Kampar, Riau.

“Kementerian Lingkungan Hidup tetap mengapresiasi prestasi dan peran Sdr. Maradus Sirait dan Sdr. Hasoloan Manik dalam upaya pelestarian hutan dan ekosistem di wilayahnya masing-masing. Walaupun penghargaan ini dikembalikan, ke duanya beserta kader lingkungan LSM PILIHI Dairi tetap merupakan mitra KLH dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan,” kata Ilyas dalam siaran pers yang diterima Greeners.

Hingga saat ini, penghargaan Kalpataru sudah diberikan kepada 313 penerima yang terdiri dari kategori Perintis Lingkungan 93 orang, Pengabdi Lingkungan 76 orang, Penyelamat Lingkungan 95 kelompok masyarakat dan Pembina Lingkungan 51 orang.

Sementara dalam klarifikasinya di Kantor KLH Marandus Sirait menyampaikan bahwa dirinya tidak mengembalikan Penghargaan Kalpataru, tetapi mengembalikan Penghargaan yang lain. Penerima Kalpataru kategori Pembina Lingkungan tahun 2005 ini melestarikan kawasan hutan seluas 40 ha di sekitar Danau Toba dengan memanfaatkannya sebagai kawasan ekowisata. Kawasan yang bernama Taman Eden 100 ini didirikan pada tahun 1998 berlokasi di lahan milik keluarganya.

Sedangkan Sdr. Hasoloan Manik atas nama LSM PILIHI Dairi benar menyatakan mengembalikan Penghargaan Kalpataru, namun perlu memberikan klarifikasi atas sikap lembaga tersebut. LSM PILIHI Dairi mendapat Kalpataru kategori Penyelamat Lingkungan di tahun 2010 karena lembaga ini karena melakukan berbagai penguatan kapasitas kader lingkungan dan berhasil melakukan gugatan  terhadap pelaku perusakan hutan ekosistem Leuser, di antaranya  42 kasus diproses di pengadilan.

Aktifitas ini secara konsisten terus dijalankan, tetapi sangat disayangkan, banyak laporan kegiatan pengrusakan hutan yang dilengkapi dengan temuan-temuan tidak direspon oleh pihak-pihak terkait. Hal ini mendorong LSM PILIHI berkirim surat kepada Kementerian Lingkungan Hidup tentang pemberitahuan pengembalian Kalpataru, tertanggal 24 Agustus 2013 yang diterima tanggal 30 Agustus 2013.

Bagi Marandus Sirait dan Hasoloan Manik, status penerima penghargaan lingkungan memberi beban penerimanya karena adanya harapan masyarakat untuk menyelesaikan permasalahan kerusakan hutan. Menyadari kegagalan untuk memenuhi harapan tersebut karena berbagai upaya yang ditempuh tidak berhasil, maka cara terakhir adalah dengan mengembalikan Penghargaan yang diterimanya. Pengembalian Penghargaan ini dilakukan untuk menarik perhatian pemerintah dan masyarakat agar merespon berbagai persoalan perusakan hutan yang terjadi di wilayahnya.

Kedua penerima penghargaan Kalpataru ini merupakan Kader Lingkungan yang dikukuhkan di Medan tahun 2006. Dalam pertemuan hari ini yang dihadiri oleh ke dua orang penerima Kalpataru serta Sekretaris Jendral Forum Komunikasi Keluarga Penerima Kalpataru Lestari (FOKKAL), Tarsoen Waryono.

Sebelumnya,  Dua peraih penghargaan Kalpataru yaitu Marandus Sirait dan Hasoloan Manik, serta Wilmar Simanjorang, peraih penghargaan Wana Lestari mengembalikan penghargaan tersebut kepada pemerintah. Selain peraih Kalpataru, Maradus Sirait juga merupakan peraih penghargaan Wana Lestari.

Mereka mengembalikan penghargaan Wana Lestari kepada Menteri Kehutanan di Kantor Kementerian Kehutanan di Senayan, Jakarta pada Selasa (3/9). Dan beranjak ke Istana Negara untuk mengembalikan penghargaan Kalpataru.

Mereka mengembalikan penghargaan tersebut karena merasa kecewa terhadap pemerintah yang tidak peduli terhadap kerusakan lingkungan yang terjadi yaitu, seringnya pembalakan hutan di wilayah Samosir dan Toba Samosir, Sumatera Utara. Mereka bersama komunitasnya tgelah mengirimkan surat untuk melaporkan hal tersebut kepada pemerintah yaitu kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Menteri Kehutanan, Menteri Lingkungan Hidup, Kapolri, Gubernur Sumatra Utara, dan sebagainya. (G02)

Top