Koridor RIMBA Dibutuhkan untuk Penyelamatan Ekosistem Pulau Sumatera

Reading time: 2 menit
koridor rimba
Ilustrasi deforestasi. Foto: jidanchaomian/ flickr.com

Jakarta (Greeners) – Kondisi pulau Sumatera saat ini kian memprihatinkan. Data WWF-Indonesia menunjukan bahwa luasan hutan pulau Sumatera semakin menyusut. Dari luasan hutan yang mencapai 15,8 juta hektare pada tahun 2.000, kini menjadi 10,5 juta hektare di tahun 2016. Tidak hanya itu, data WWF Indonesia juga menunjukan jumlah populasi satwa liar dilindungi terus menurun seperti Harimau Sumatera (Phantera tigris sumatrae) yang jumlahnya tersisa 371 dari 400 ekor tahun sebelumnya.

Diperlukan solusi alternatif terintegrasi yang menyatukan kepentingan ekonomi dan pelestarian ekosistem untuk mengelola tata ruang pulau Sumatera, agar tidak terlambat menjadi bencana ekologis yang lebih parah. Untuk itu, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Agraria dan Tata Ruang, dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan WWF-Indonesia melalui program kemitraan Millenium Challenge Account-Indonesia (MCA-I) mengadakan forum dialog Tata Kelola Tingkat Nasional Tentang Badan Kerjasama Ekonomi Hijau RIMBA.

Asisten Deputi Tata Kelola Kehutanan, Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Energi, Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, Kementerian Koordinator Bidang Ekonomi, Dr. Prabianto Mukti Wibowo mengatakan bahwa koridor RIMBA ini meliputi kawasan Riau, Jambi dan Sumatera Barat (RIMBA) dengan luasan 3,8 hektar.

BACA JUGA: Pemerintah Minta Pelaku Usaha Mendukung Target Penurunan Emisi

Koridor RIMBA merupakan salah satu dari lima koridor ekosistem se-Sumatera yang termaktub dalam Pasal 48 Perpres tentang Rencana Tata Ruang Pulau No. 13/2012 sebagai kawasan yang menghubungkan beberapa kawasan konservasi untuk mengakomodasi pengelolaan hasil alam (jasa ekosistem) dan keragaman hayati secara lestari yang diwakili oleh spesies langka sebagai payung antara lain harimau sumatera, gajah sumatera dan burung.

“Dilihat dari segi status, kawasan Koridor RIMBA ini terdiri dari kawasan hutan dan area penggunaan lain. Sedangkan jika ditinjau dari batas administrasi merupakan bagian dari 3 provinsi (Riau, Jambi dan Sumatera Barat) dan 19 kabupaten,” katanya kepada Greeners, Jakarta, Sabtu (04/03/2017).

Koridor RIMBA, lanjut Prabianto, merupakan bagian dari rencana rinci tata ruang nasional yang penting untuk mewujudkan pemerataan ekonomi dan kelestarian lingkungan alam melalui peningkatan ekonomi masyarakat lokal berbasis prinsip ekonomi hijau. Hal ini juga akan berkontribusi untuk upaya penurunan emisi gas rumah kaca.

BACA JUGA: Enam Gubernur Indonesia Jalin Kerjasama Internasional untuk Tangani Deforestasi

Direktur Pemanfaatan Ruang, Direktorat Jenderal Tata Ruang Nasional, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional Dwi Haryawan menyebutkan, guna menjalankan koridor RIMBA ini, dibutuhkan adanya lembaga pengelola lanskap koridor. Untuk itu perlu didorong regulasi sebagai payung hukum tata kelola koridor Rimba. Lembaga ini diharapkan menjadi model untuk pengelolaan empat koridor ekosistem lainnya yang juga telah ditetapkan dalam Perpres No. 13 Tahun 2012.

“Pentingnya kehadiran kelembagaan RIMBA karena kita berlomba dengan waktu terhadap terjadinya bencana ekologis Pulau Sumatera jika tidak dikelola secara baik, untuk itu perlu segera mewujudkan model pengelolaan lanskap koridor Rimba yang terintegrasi ini dalam bentuk Badan Kerjasama Ekonomi Hijau RIMBA, bentuknya seperti lembaga yang dapat mengelola lanskap,” ujarnya.

Thomas Barano, Strategic Leader Conservation Science Unit WWF-Indonesia menambahkan, perwujudan tata kelola koridor RIMBA dapat mensinergikan hubungan kerjasama kelembangaan antara pemerintah pusat dan daerah, juga secara horisontal antar tiga daerah provinsi dalam hal pengembangan program ekonomi hijau dengan melakukan pemantauan pemanfaatan ruang. Tata kelola ini juga menjadi solusi dalam mengatasi masalah lingkungan, serta mendorong pertumbuhan ekonomi dan pengembangan wilayah secara berkelanjutan.

“Diharapkan dengan adanya lembaga ini dapat menjawab permasalahan ruang antar lintas provinsi di koridor RIMBA juga pemantauan pemanfaatan ruang,” tutupnya.

Penulis: Danny Kosasih

Top