Pemerintah Minta Pelaku Usaha Mendukung Target Penurunan Emisi

Reading time: 2 menit
target penurunan emisi
Foto: upload.wikimedia.org

Jakarta (Greeners) – Pemerintah berharap para pelaku usaha kehutanan turut memberikan dukungannya untuk mencapai target penurunan emisi sebesar 29 persen pada tahun 2030 seperti tertuang dalam dokumen kontribusi nasional yang diniatkan (NDC) dalam Kesepakatan Paris.

Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Nur Masripatin menyatakan, peran pelaku usaha sangat penting seperti juga peran pemerintah daerah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan masyarakat adat. Menurutnya, pemegang izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK) bisa berkontribusi melalui kegiatan pengelolaan hutan produksi lestari sebagai bisnis utamanya.

“Caranya itu ya dengan mengimplementasikan kegiatan REDD+ (pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan),” katanya, Jakarta, Kamis (02/03).

Masripatin juga mengajak pelaku usaha kehutanan untuk terlibat dalam Gerakan Nasional Progam Kampung Iklim. Program ini membumikan isu adaptasi dan mitigasi perubahan iklim di tingkat tapak dari desa hingga perkotaan. Apalagi, sebagai pihak Non Party Stakeholder, peran dunia usaha sangat diakui dalam mitigasi perubahan iklim.

BACA JUGA: Walhi Anggap Pemerintah Memberi Banyak Kemewahan pada Korporasi

Dirjen Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Kementerian LHK IB Putera Parthama mengungkapkan, contoh kontribusi nyata IUPHHK dalam pengurangan emisi adalah dengan penerapan konsep Penebangan Rendah Dampak (Reduce Impact Logging-Carbon).

RIL-C, katanya, akan memperketat kegiatan pembalakan sehingga meminimalkan dan mencegah kerusakan tanah maupun tegakan pohon yang tertinggal. Perencanaan pembalakan menjadi salah satu kunci, bahkan titik rebah pohon yang dipanen pun direncanakan rinci untuk menghindari kerusakan anakan pohon. Termasuk yang direncanakan mendetil adalah proses penyaradan pohon. Penerapan RIL-C mampu mengurangi kerusakan hutan hingga 50 persen.

Sektor kehutanan sendiri berkontribusi hingga 17,2 persen atau yang terbesar dalam pencapaian target NDC. Sektor lain yang berkontribusi adalah energi (11%), pengelolaan limbah dan sampah (0,38%), pertanian (0,32%), dan sisanya (0,1%). Komitmen pengurangan emisi Indonesia bisa meningkat hingga 41% dengan dukungan internasional.

“Jika emisi berjalan sesuai dengan business as ussual, maka pelepasan emisi bisa mencapai 51 ton setara karbon, dengan RIL-C, bisa berkurang higga 40%. Kami akan siapkan ketentuan agar semua IUPHHK menerapkan RIL-C,” kata Putera.

BACA JUGA: Hadapi Banyak Kendala, Tim Pemantau Independen Kehutanan Harus Diperkuat

Ia menyatakan, ada sejumlah perusahan IUPHHK Hutan Tanaman Industri (HTI) yang menyatakan janjinya untuk tidak lagi ada deforestasi dalam proses bisnisnya. Meski belum bisa dicatat sebagai kontribusi pengurangan emisi, namun implementasi janji tersebut ikut mendukung mitigasi perubahan iklim.

Untuk meminimalkan praktik pembersihan lahan (land clearing) yang bisa meningkatkan emisi gas rumah kaca, terusnya, Kementerian LHK mengarahkan permohonan HTI pada kawasan hutan yang terdegradasi. Selain itu, Kementerian LHK juga akan mengelurakan peraturan tentang multi system silvikultur, sehingga kawasan hutan yang memiliki vegetasi lebat tak perlu di land clearing.

Sementara itu Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Purwadi Soeprihanto, menyatakan pengelolaan HTI memang selayaknya patut diperhitungkan sebagai kontribusi pengurangan emisi. Dia menambahkan, kegiatan restorasi ekosistem dan silvikultur intensif juga berkontribusi dalam mitigasi perubahan iklim.

“Meski demikian, perlu insentif agar kegiatan-kegiatan yang berdampak pada mitigasi perubahan iklim bisa dipraktikan lebih luas mengingat tingginya investasi yang diperlukan. Selain itu, tantangannya adalah menyajikan data yang jelas lebih akurat,” katanya.

Penulis: Danny Kosasih

Top