LSM: Foto Viral Buktikan Pembangunan Habitat Usik Komodo

Reading time: 3 menit
LSM: Foto Buktikan Pembangunan Usik Sifat Soliter Komodo
Yuvensius Stefanus Nonga, Divisi Sumber Daya Alam Wahana Lingkungan Indonesia Nusa Tenggara Timur menilai foto yang viral buktikan pembangunan mengusik sifat soliter komodo. Foto: Shutterstock.

Jakarta (Greeners) – Melalui surat Menteri Pertanian pada 6 Maret 1980, kawasan konservasi Taman Nasional Komodo ditetapkan. Pada waktu itu, penetapan Taman Nasional Komodo digadang-gadang sebagai upaya pendidikan, konservasi dan perkembangbiakan alamiah satwa komodo. Kini, cita-cita itu bergeser. Yuvensius Stefanus Nonga, Divisi Sumber Daya Alam Wahana Lingkungan Indonesia (WALHI) Nusa Tenggara Timur (NTT) menilai kebijakan dan regulasi pemerintah terutama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sudah jauh dari spirit penetapan Kawasan Komodo empat dekade silam. Dia menilai, sekarang perkembangan regulasi dan kebijakan menargetkan Taman Nasional Komodo sebagai primadona pariwisata Bumi Pertiwi.

Menurut Yuvensius, hal itu mulai sejak 1992. Pemerintah memperbolehkan pengembang wisata skala besar masuk ke dalam kawasan habitat komodo. Lebih jauh, berlandaskan ambisi ekonomi, pemerintah terus membangun lahan konservasi menjadi tempat wisata premium yang mengancam keberadaan satwa dan keanekaragaman hayati. Lantas, bagaimana pembangunan ambisus berskala besar yang mengubah habitat komodo berdampak pada satwa itu sendiri?

Yuvensius menerangkan, komodo (Varanus komodoensis) merupakan salah satu spesies kadal yang tergolong langka dan merupakan satu-satunya binatang purba yang masih bertahan hingga saat ini dan tercatat sebagai keajaiban dunia. Selain itu, komodo merupakan jenis binatang yang soliter atau memiliki sifat penyendiri kecuali saat musim kawin.

“Sifat soliter memiliki kecenderungan menjauhi keramaian dan menyendiri, tapi ketika sudah musim kawin baru komodo berkumpul. Artinya sentuhan-sentuhan pembangunan berskala besar atau akses keramaian justru menganggu habitat komodo itu sendiri. Sehingga yang perlu dilakukan ialah kebijakan pembangunan di habitat komodo yang berkaitan dengan upaya konservasi, yakni biarkan komodo hidup secara alamiah dan biarkan dia menjadi hewan liar,” ujar Yuvensius kepada Greeners, Senin (26/10/2020).

Baca juga: Kepala LIPI: Pandemi Memicu Diversifikasi Produk Pangan

LSM: Seharusnya Pemerintah Fokus Kembangkan Sains dan Pendidikan

Habitat terbesar komodo berada di Pulau Rinca dan Pulau Padar. Secara ekologi, lanjut Yuvensius, kedua pulau ini mempunyai topografi yang paling cocok dalam mendukung bertumbuh dan berkembangnya spesies ini.

Yuvensius menyampaikan, seharusnya pemerintah fokus pada upaya sains dan pendidikan, mengingat sampai saat ini ahli komodo masih jarang di Tanah Air. Bahkan, di kawasan habitat asli para komodo ini tidak ada yang memiliki kepakaran atas satwa liar tersebut.

“Padahal kita tahu komodo itu warisan dunia. Bukan hanya milik NTT sendiri. Komodo menjadi keajaiban dunia yang perlu diprioritaskan terutama di proyek pembangunan didasari oleh studi, riset, khusus berkaitan dengan gen komodo. Sebelum menetapkan model pembangunan super premium yang mengancam wilayah habitat Komodo itu sendiri,” ujarnya.

Yuvensius lalu menyayangkan KLHK sebagai pemegang otoritas kawasan konservasi yang membuka otoritasnya kepada kementerian lain, seperti kepada Koordinator Kementerian Maritim dan Investasi. Terbukanya otoritas menjadi pembuka jalan bagi investor besar untuk menjalankan pembangunan yang tidak pro konservasi.

Dampak dari pembangunan pariwisata ini, lanjut Yuvensius, membuat komodo meninggalkan habitatnya, keluar ke pulau lain. Dia pun meyebut foto yang belakangan viral di semesta internet. Yakni, foto komodo menghadang truk pengangkut material pembangunan Jurassic Park”  ala Pemerintah di daerah konservasi komodo Pulau Rinca.

“Itu sudah menjadi bukti bahwa komodo terganggu dari aktivitas-aktivitas pembangunan di sana. Populasi komodo hanya 3.000 ekor saat ini seharusnya pemerintah lebih berpikir bagaimana menjaga populasi tersebut dibandingkan membuat pembangunan Jurassic Park tersebut,” tegasnya.

PUPR Klaim Penataan Kawasan Pulau Rinca Tetap Lindungi Habitat Komodo

Pelaksanakan penataan kawasan Pulau Rinca mulai dikembangkan setelah ditandatanganinya kerjasama antara Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan KLHK melalui Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) pada 15 Juli 2020.

Dalam rilis resminya, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan pembangunan infrastruktur pada setiap Kawasan Strategi Pariwisata Nasional direncanakan secara terpadu baik penataan kawasan, jalan, penyediaan air baku dan air bersih, pengelolaan sampah, sanitasi, dan perbaikan hunian penduduk melalui sebuah rencana induk pengembangan infrastruktur yang mempertimbangkan aspek lingkungan, sosial dan ekonomi.

Basuki mereken, kegiatan penataan Kawasan Pulau Rinca meliputi: (1) Dermaga Loh Buaya, yang merupakan peningkatan dermaga eksisting; (2) Bangunan pengaman pantai yang sekaligus berfungsi sebagai jalan setapak untuk akses masuk dan keluar ke kawasan tersebut; (3) Elevated deck pada ruas eksisting, berfungsi sebagai jalan akses yang menghubungkan dermaga, pusat informasi serta penginapan ranger, guide dan peneliti, dirancang setinggi 2 meter agar tidak mengganggu aktivitas komodo dan hewan lain yang melintas serta melindungi keselamatan pengunjung; (4) Bangunan Pusat Informasi yang terintegrasi dengan elevated deck, kantor resort, guest house dan kafetaria serta; (5) Bangunan penginapan untuk para ranger, pemandu wisata, dan peneliti, yang dilengkapi dengan pos penelitian dan pemantauan habitat komodo.

PUPR NTT Klaim Pembangungan tidak Rusak Habitat Komodo

Rilis yang sama menuliskan, saat ini, penataan Pulau Rinca tengah memasuki tahap pembongkaran bangunan eksisting dan pembuangan puing, pembersihan pile cap, dan pembuatan tiang pancang. Untuk keselamatan pekerja dan perlindungan terhadap komodo telah dilakukan pemagaran pada kantor direksi, bedeng pekerja, material, lokasi pembesian, pusat informasi, dan penginapan ranger.

“Kami selalu didampingi ranger dari Balai Taman Nasional Komodo, sehingga proses pembangunan prasarana dan sarana tidak merusak atau mengganggu habitat komodo,” kata Kepala Balai Prasarana Permukiman Wilayah Provinsi NTT Herman Tobo.

Izin Lingkungan Hidup terhadap kegiatan Penataan Kawasan Pulau Rinca di Desa Pasir Panjang, Kecamatan Komodo Kabupaten Manggarai Barat terbit pada 4 September 2020 berdasarkan Peraturan Menteri LHK No 16 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup yang telah memperhatikan dampak pembangunan terhadap habitat dan perilaku komodo.

Untuk diketahui, guna mengundang jutaan wisatawan mancanegara, pemerintah menetapkan 10 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) atau 10 “Bali baru” yang tertuang pada Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016. Salau satunya pariwisata di Pulau Komodo-Labuan Bajo Nusa Tenggara.

Penulis: Dewi Purningsih

Editor: Ixora Devi

Top