Negosiasi Perjanjian Plastik Global Berakhir Tanpa Kejelasan

Reading time: 2 menit
Negosiasi perjanjian plastik global berakhir tanpa kejelasan dan gagal mencapai kesepakatan. Foto: AZWI
Negosiasi perjanjian plastik berakhir tanpa kejelasan dan gagal mencapai kesepakatan. Foto: AZWI

Jakarta (Greeners) – Setelah sebelumnya tertunda satu hari, negosiasi lanjutan (INC-5.2) untuk Perjanjian Plastik Global di Jenewa berakhir pada 15 Agustus 2025 dan gagal mencapai kesepakatan. Sesi final berlangsung di bawah ketidakpastian, tanpa kejelasan langkah, jadwal, maupun agenda pertemuan berikutnya.

Pengumuman pleno baru ada 40 menit sebelum dimulai pada pukul 5:30 pagi. Kemudian, hanya beberapa jam setelah draf terakhir dibagikan serta ditutup. Para kelompok masyarakat sipil juga tidak mendapatkan kesempatan untuk menyampaikan intervensi mereka.

Deputy Director Dietplastik Indonesia, Rahyang Nusantara mengungkapkan bahwa penutupan sidang berlangsung secara tiba-tiba tanpa ada kejelasan langkah dan proses selanjutnya. Bahkan, tanpa memberikan kesempatan kepada semua kelompok masyarakat sipil, untuk menyampaikan intervensinya merupakan sinyal mengkhawatirkan.

BACA JUGA: Sedikit Kemajuan di Draf Perjanjian Plastik Global, Apa Saja yang Masih Luput?

“Memotong suara masyarakat sipil, ilmuwan, dan komunitas terdampak tidak hanya merusak transparansi. Namun, juga melemahkan legitimasi proses ini,” kata Rahyang dalam keterangan tertulisnya.

Ia menambahkan bahwa keputusan ketua untuk mengetuk palu dan meninggalkan ruangan membuat para delegasi dan pengamat berada dalam ketidakpastian, pada saat yang justru membutuhkan kejelasan dan kepemimpinan.

“Mengakhiri polusi plastik membutuhkan proses yang inklusif, transparan, dan akuntabel. Kami mendesak INC untuk segera mengkomunikasikan jadwal, agenda, dan proses untuk pertemuan berikutnya. Selain itu, juga memastikan semua pemangku kepentingan, terutama yang paling terdampak, dapat didengar dan dihormati,” tambahnya.

Sejumlah Negara Tolak Draf Teks Lemah

Sejak awal pekan, sejumlah perwakilan negara yang tergabung dalam High Ambition Coalition, seperti Kolombia, Panama, Fiji, Kenya, Inggris, dan Uni Eropa juga telah menolak draf Chair’s Text yang tampak lemah. Mereka menilai teks tersebut tidak memenuhi tujuan perjanjian untuk mengakhiri polusi plastik.

Selain itu, teks tersebut juga menitikberatkan pada pengelolaan sampah, mengabaikan pengurangan produksi plastik dan pengendalian bahan kimia berbahaya, yang menjadi tuntutan utama masyarakat sipil dan komunitas terdampak. Penolakan ini berakar pada kesadaran bahwa krisis plastik tidak terpisah dari tantangan global lainnya.

BACA JUGA: Saatnya Guna Ulang Jadi Prioritas di Perjanjian Plastik Global

Perjanjian plastik global sejatinya merupakan kelanjutan dari mandat yang lahir dari Perjanjian Paris (Paris Agreement), namun dengan fokus khusus untuk menghentikan dampak buruk plastik di seluruh siklus hidupnya.

“Yang kami saksikan di Jenewa adalah proses negosiasi yang membusuk dari dalam. Perundungan dari negara-negara penghasil minyak dan plastik terhadap INC Chair sangat terlihat jelas sejak INC 1. Hal ini juga terlihat dalam dinamika di Contact Groups sampai di sidang Pleno,” papar Senior Advisor Nexus3 Foundation, Yuyun Ismawati.

Yuyun menegaskan bahwa masalah plastik sebetulnya mudah publik pahami, tetapi pembuat masalah tetap tidak mau berubah. “Plastik adalah garis pertahanan profit terakhir dari industri fosil. Seharusnya mereka tidak ikut sejak awal seperti Perjanjian Tembakau agar proses negosiasi dapat berjalan,” katanya.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top