Akhiri Konflik Satwa dan Manusia, Sadari Ruang Berbagi di Bumi

Reading time: 3 menit
Pengunjung wisata satwa melihat harimau berjalan dari kejauhan. Di alam alih fungsi habitat memicu konflik satwa dan manusia. Foto: Shutterstock

Jakarta (Greeners) – Di Indonesia perebutan habitat menjadi salah satu pemicu utama peningkatan konflik manusia dan satwa liar. Perluasan pemukiman masyarakat hingga deforestasi untuk kepentingan industri dan kebun membuat satwa liar akhirnya turun ke permukiman manusia. Perlu penyadaran konsep berbagi ruang antara manusia dan satwa liar untuk menjaga keberlanjutan ekosistem alam.

Guru Besar Institut Pertanian Bogor Bambang Hero Saharjo menyatakan, kebaikan bumi bukan hanya monopoli ruang milik manusia sehingga bebas memanfaatkan semaunya. Akan tetapi juga menjadi milik keanekaragaman flora dan satwa yang turut menjaga keberlanjutan ekosistem. “Sehingga manusia bisa hidup berdampingan dengan satwa liar melalui berbagi ruang secara harmonis,” katanya kepada Greeners, Kamis (21/4).

Seperti halnya hubungan yang dijalin sesama manusia, hubungan dengan satwa hendaknya melibatkan berbagai unsur. Misalnya, emosi, moral, hingga kepercayaan. Dengan begitu lanjutnya, seharusnya sudah tak ada lagi kasus harimau memangsa ternak hingga menerkam manusia. Lalu direspon dengan aksi balas dendam dengan penjeratan dan peracunan harimau.

“Imbas konflik ini bukan saja merugikan manusia, tapi akan menyebabkan kepunahan satwa dan berimbas pada ketidakseimbangan ekosistem,” ucapnya.

Pernyataan Bambang sekaligus merespon peringatan Hari Bumi pada 22 April 2022. Bertemakan ‘Invest In Our Planet’, fokus peringatan Hari Bumi tahun ini lebih kepada peningkatan kesadaran tentang populasi, hilangnya keanekaragaman hayati dan penurunan kualitas lingkungan.

Harimau Sumatera Serang Warga dan Terkam Sapi

Sebelumnya, baru-baru ini masyarakat digemparkan oleh kemunculan harimau sumatera yang muncul dalam waktu yang hampir bersamaan di tiga wilayah, yakni Solok, Bengkalis dan Simalungun.

Seekor harimau sumatera di Kabupaten Bengkalis, Riau seekor itu menerkam petani yang sedang memasang jerat rusa hingga tewas di Desa Tasik Tebing Serai, Kecamatan Talang Muandau. Harimau kembali muncul di desa yang sama tapi diserang anjing-anjing warga sekitar.

Selanjutnya, masih di bulan yang sama harimau menerkam dua ekor sapi di perkebunan Kelapa Sawit PT Perkebunan Nusantara IV, Sumatra Utara. Laporan lain, Wali Nagari Kuncir, juga melaporkan harimau menerkam seekor sapi.

Lalu warga kelurahan Kampung Jawa Kecamatan Tanjung Harapan juga melaporkan temuan harimau ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatra Barat (Sumbar) pada 6 April 2022 lalu. Selanjutnya BKSDA Sumbar menurunkan tim Wildlife Rescue Unit (WRU) Seksi Konservasi Wilayah III untuk pengecekan langsung ke lokasi.

BKSDA kemudian melakukan upaya indentifikasi pergerakan harimau tersebut. Mereka memutuskan memasang kandang jebak atau box trap di 2 unit titik yang kemungkinan sering harimau lewati.

Populasi satwa harimau sumatera kini telah berstatus kritis (critically endangered) dan telah mengalami penurunan 10 % dalam waktu 10 tahun terakhir.

Habitat Harimau Beralih Fungsi Konflik Satwa Terjadi

Program Manager Sintas Indonesia Foundation Alya Faryanti mengungkapkan, kondisi habitat harimau di hampir seluruh wilayah Sumatra telah beralih menjadi lahan pertanian dan permukiman. Imbas deforestasi menjadikan hutan tidak utuh lagi dan terpotong menjadi beberapa bagian. Daerah-daerah non hutan dapat harimau lintasi menjadi daerah rawan konflik.

Harimau membutuhkan habitat berupa hutan yang utuh dan terdapat keberadaan mangsa yang cukup. Luas jelajah harimau bergantung pada keberadaan satwa mangsanya (harimau jantan dewasa memiliki jelajah sekitar 50-250 km2).

“Jika keberadaan mangsa semakin jarang, maka harimau cenderung memiliki area jelajah yang lebih luas untuk mencari mangsanya,” kata Alya.

Lebih jauh, Alya menyebut makanan harimau yakni satwa besar sebagai mangsa utama, seperti rusa sambar, muncak dan babi hutan. Meski demikian, ternak seperti sapi, kambing dan kerbau juga tidak luput menjadi incaran karena cenderung lebih mudah harimau tangkap daripada satwa liar.

“Pada kasus di Bengkalis beberapa waktu lalu, terdapat jerat rusa yang dipasang warga. Keberadaan rusa yang terjerat inilah yang menarik harimau untuk mendekat,” imbuhnya.

Alya mengaku tak mudah untuk mengakhiri konflik manusia dan satwa jika melihat kondisi populasi harimau dengan kerusakan habitatnya saat ini. Penyadaran akan pentingnya hidup berdampingan antara manusia dan satwa perlu untuk menurunkan potensi konflik satwa manusia. “Manusia dan harimau dapat ko-eksis, hidup berdampingan,” ujar dia.

Penulis : Ramadani Wahyu

Editor : Ari Rikin

Top