Jaga Laut Indonesia dari Cemaran Sampah Plastik

Reading time: 2 menit
Sampah plastik masih mencemari lautan. Foto: Shutterstock

Jakarta (Greeners) – Peringatan hari laut sedunia pada 8 Juni jadi pengingat, laut di Indonesia butuh penjagaan ekstra dari pencemaran sampah plastik, pembuangan tailing dan sumber kerusakan lainnya. Laut yang tercemar dan rusak akan membawa dampak buruk juga ke daratan.

Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi menyebut, tahun 2018 sebanyak 80 % sampah laut Indonesia berasal dari daratan, 30 % di antaranya tergolong sampah jenis plastik. Setiap tahunnya, 1,29 juta ton sampah plastik, masuk ke perairan Indonesia karena pasang surut ombak. 

Laut memiliki peran penting dalam kehidupan manusia di antaranya menyediakan sumber pangan, menghasilkan oksigen, dan memitigasi pemanasan global. 

Faktanya, Indonesia adalah salah satu negara maritim dengan kekayaan bahari masih belum luput dari berbagai ancaman buruk di laut. Peringatan hari laut sedunia jadi momen penting meningkatkan kesadaran masyarakat untuk terus menjaga dan melindungi ekosistem laut.

Direktur Eksekutif Nasional Walhi, Zenzi Suhadi mengatakan, Indonesia adalah negara yang peradabannya ditopang oleh laut. Hanya saja saat ini laut belum dimanfaatkan sebagaimana mestinya hingga berada di ambang kehancuran, salah satunya ancaman sampah plastik.

“Saat ini banyak ancaman dan masalah yang kita hadapi di laut, mulai dari sampah plastik dan pembuangan tailing,” kata Zenzi dalam diskusi virtual di Jakarta.

Ia juga menambahkan, rusaknya lautan Indonesia sangat memengaruhi ancaman dan keselamatan lingkungan di daratan. Salah satu isu yang mengemuka saat ini adalah ekspor pasir dari Indonesia.

Permasalahan Laut yang Kompleks

Founder Yayasan Getplastic Indonesia, Dimas Bagus Wijanarko juga berpandangan senada. Menurutnya, laut adalah penyumbang 60 % bagi kehidupan manusia di Bumi. Namun, permasalahan di laut saat ini sangatlah kompleks.

Salah satunya adalah sampah plastik yang kini menjadi jenis sampah yang paling banyak ditemukan di laut. Plastik bisa hanyut di lautan, karena kurangnya ketersediaan fasilitas pengelolaan sampah di kelompok masyarakat.

Tidak hanya itu, masih banyak masyarakat di hulu yang membuang sampah ke sungai sehingga menyebabkan banjir dan sampah mengalir ke laut. Kemudian, kurangnya tanggung jawab produsen yang terus menghasilkan kemasan plastik.

“Bagi kami, bukan salah plastik maupun limbahnya. Seluruh faktor ini terjadi akibat perilaku dari manusia yang tidak bertanggung jawab. Oleh karena itu, kesadaran pun harus terus dikuatkan,” ungkap Dimas.

Sampah ke laut masih menjadi persoalan serius di Indonesia. Foto: ESN

Ubah Sampah Plastik Menjadi Bahan Bakar Minyak

Yayasan Getplastic Indonesia pun berinovasi mengubah sampah plastik menjadi bahan bakar minyak. “Kami berupaya meminimalisir terbuangnya sampah ini ke laut, yaitu caranya kami olah menjadi bahan bakar minyak. Sehingga tidak mencemari laut lagi,” jelas Dimas.

Program ini telah berjalan sejak tahun 2016, mencakup di beberapa desa dampingan. Terutama di wilayah pesisir seperti Pulau Seribu, Pulau Pramuka, Pulau Harapan, Wakatobi, dan Labuan Bajo.

Dimas menambahkan, program ini sudah berjalan di 28 titik lokasi. Tetapi, baru 10 titik yang berjalan secara maksimal. Yayasan Getplastic Indonesia tidak sendirian menjalankan program ini. Mereka bekerja sama dengan masyarakat lokal dan pihak swasta.

Penulis : Dini Jembar Wardani

Editor : Ari Rikin

Top