Flu Burung Muncul Kembali, Cegah Jangan Jadi Pandemi!

Reading time: 2 menit
Perlu peningkatan kewaspadaan agar kasus flu burung tidak berulang seperti tahun 2005. Foto: Freepik

Jakarta (Greeners) – Kasus flu burung yang ditandai penularan virus dari unggas ke manusia mulai muncul. Kematian anak perempuan berusia 11 tahun di Kamboja akibat terinfeksi flu burung H5N1 mengkonfirmasi dampak serius zoonosis ini.

Di Indonesia, terdapat laporan sebanyak 30 unggas yang diduga terpapar flu burung di Kalimantan Selatan.

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi mengatakan, Kemenkes akan memastikan 30 unggas tersebut apakah benar-benar flu burung atau bukan.

“Kalau memang benar maka kita akan memperkuat surveilans baik ke manusia maupun ke hewan ternak,” katanya kepada Greeners, Jumat (3/3).

Selain itu, ia menyatakan pentingnya edukasi pada para peternak maupun petugas pengelola bahan dari unggas. Misalnya untuk selalu memakai APD, mencuci tangan dan jika terdapat gejala flu burung maka harus segera ke fasilitas kesehatan.

Terkait dengan antisipasi penyebaran varian virus ini dari Kamboja, Siti mengungkap pentingnya pengetatan pelaku perjalanan. “Hanya saja saat ini belum ada penerbangan atau kapal penumpang langsung dari Kamboja ke Indonesia,” ungkapnya.

Di Indonesia, virus ini ada pada akhir tahun 2003 dan mengakibatkan kematian lebih dari 16 juta unggas. Selanjutnya pada 21 Juli 2005, terdapat tiga kasus fatal infeksi flu burung ke manusia di Tangerang.

Kasus ini terbilang unik karena pada korban tak banyak berhubungan dengan unggas. Berbeda halnya dengan kasus di Asia Tenggara lain seperti di Vietnam, Thailand dan Kamboja.

Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kasus flu burung di Indonesia berjumlah 200 dengan kematian sebanyak 168 orang.

Berkaca pada Flu Burung Tahun 2005

Wakil Ketua Komite Ahli Kesehatan Lingkungan Kemenkes RI Prof Dr Ignasius DA Sutapa menyatakan, beberapa faktor dapat memengaruhi percepatan penyebaran penyakit. Mulai dari perubahan kondisi kesehatan hewan dan manusia yang rentan terhadap penularan.

“Selain itu juga kondisi lingkungan yang berubah dan ekosistem yang rentan mempercepat paparan,” kata Ignasius.

Senada dengannya, Epidemiolog Griffith University Australia, Dicky Budiman mengingatkan perlunya peningkatan kewaspadaan agar wabah flu burung tahun 2005 tak berulang lagi.

“Terutama dengan situasi saat ini penyebaran virus semakin cepat. Jangan sampai wabah ini terjadi lagi,” tegasnya.

Dicky menyebut, pada level global, perubahan iklim yang memicu terjadinya cuaca ekstrem mempercepat pergerakan hewan khususnya burung ke berbagai wilayah.

Selain itu, perubahan ekosistem dari hutan menjadi permukiman membuat burung akhirnya mencari tempat baru.

“Lalu aktivitas manusia yang menjual dan memperdagangkan hewan. Jika perubahan ini tak kita dukung oleh peningkatan deteksi dan surveilans maka akan mempercepat penyebaran zoonosis ini, termasuk flu burung,” tandasnya.

Petugas memeriksa dan memastikan kesehatan unggas. Foto: Freepik

Rentan Terinfeksi Zoonosis

Dicky menambahkan, saat ini kondisi manusia sangat rentan terinfeksi virus, bakteri dan jamur. Sebab, berdasarkan riset, infeksi Covid-19 yang berulang menyebabkan terganggunya sistem imunitas dalam tubuh. “Sehingga menurunkan proteksi atau imunitasnya, akhirnya lebih mudah terinfeksi,” ungkap Dicky.

Perilaku hidup sehat dan bersih, perbaikan sanitasi merupakan hal krusial untuk mengantisipasi percepatan penyebaran virus ke manusia. “Seharusnya kita bisa mengambil pelajaran dari pandemi Covid-19 lalu sebagai persiapan ledakan zoonosis lain di masa mendatang,” pungkasnya.

Penulis: Ramadani Wahyu

Editor : Ari Rikin

Top