Pakar Usul Pembentukan Pusat Penanganan Sampah yang Timbul Akibat Bencana

Reading time: 3 menit
pusat penanganan sampah yang timbul akibat bencana
Pakar Usul Pembentukan Pusat Penanganan Sampah yang Timbul Akibat Bencana. Foto: Shutterstock.

Penanganan sampah merupakan bagian dari pemulihan daerah terdampak bencana alam. Sampah yang timbul akibat bencana alam juga bagian dari sampah spesifik sesuai Peraturan Pemerintah nomor 27 tentang Sampah Spesifik. Penanganannya perlu langkah khusus mengingat sebagian sampah yang timbul akibat bencana juga bisa tergolong limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).

Jakarta (Greeners) – Pakar Lingkungan dari Universitas Diponegoro (Undip), Eng Maryono menyebut penanganan sampah akibat bencana harus berdasarkan Norma, Standar, Prosedur, serta Kriteria (NSPK) yang jelas. Dia merekomendasikan adanya Pusat Penanganan Sampah yang Timbul Akibat Bencana (PPSTAB).

Dia menyebut Indonesia perlu memberi parhatian khusus pada penanganan sampah akibat bencana. Indonesia, lanjutnya, merupakan negara dengan kerawanan terhadap bencana. PPSTAB tersebut nantinya untuk memastikan NSPK tersebut berjalan dalam penanganan sampah akibat bencana.

“Ketika terjadi bencana, pemerintah harus turun tangan sebagaimana amanat PP 27 tahun 2020. Harus ada juga NSPK-nya. Dalam rangka memastikannya kami mengusulkan ada pola penanganan sampah yang kami sebut sebagai PPSTAB,” ujar Maryono dalam webinar Penanganan Sampah Spesifik, Selasa (9/2/2021).

PPSTAB Menangani Infrastruktur Keras dan Lunak

Maryono menambahkan PPSTAB ini nantinya berada di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). KLHK, lanjut dia, bertindak sebagai koordinator dari lembaga terkait penanganan bencana dan pemulihan bencana.

Adapun beberapa lembaga yang tergabung yaitu Badan Nasional Penanganan Bencana (BNPB), Badan Penanganan Bencana Daerah (BPBD), dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Dia menyebut nantinya PPSTAB memiki dua ranah kerja dalam pengelolaan sampah akibat bencana. Ranah kerja tersebut adalah menangani infrastruktur keras dan lunak. Maryono memaparkan cakupan dari masing-masing infrastruktur tersebut yaitu:

Infrastruktur keras

  • Model pengembangan untuk mengestimasi sampah akibat bencana berdasarkan karakteristik dan fungsi.
  • Pengembangan sistem pemilahan dan alur penampungan sampah akibat bencana.
  • Pemetaan sistem untuk pembuangan temporal dan akhir.
  • Pengumpulan sampah di lokasi pembuangan temporal dan akhir.

Infrastruktur lunak

  • Penetapan peraturan dari amanah PP tentang sampah spesifik dalam bentuk peraturan menteri dan peraturan daerah.
  • Koordinasi dengan lembaga terkiat dalam penyusunan kontingensi rencana pengelolaan sampah akibat bencana.
  • Pengembangan unit biaya dari sampah akibat bencana.
  • Peningkatan kapasitas pengelolaan sampah serta jatingan relawan.

“(PPSTAB) ini harus kita kembangkan dan harus kita mulai dan sosialisasikan. Penanganan sampah yang timbul akibat bencana harus selesai maksimal tiga tahun atau selesai sesuai penanganan bencana,” jelasnya.

penaganan sampah bencana

Menyorot Penanganan Sampah dari Lingkungan Terdampak Bencana. Foto: Shutterstock.

‘Penanganan Sampah Bencana Jangan Mengganggu Penanganan Sampah Rutin’

Lebih jauh Maryono menjelaskan sampah akibat bencana memiliki beragam ancaman tergantung pada waktu keberadaan sampah di lokasi bencana. Adapun dampaknya bisa terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Sampah bencana, lanjutnya, memicu beberapa masalah meliputi proses evakuasi, distribusi logistik, proses pemulihan, pencemaran udara, tanah, dan air.

Dia menjelaskan kehadiran PPSTAB dapat membuat penanganan sampah akibat bencana lebih terfokus. Dengan begitu penanganan sampah rutin yaitu sampah rumah tangga dan sampah perkotaan di sekitar wilayah terdampak bencana tidak akan terganggu.

Maryono mencontohkan ketika terjadi tsunami di Aceh pada tahun 2005, penanganan sampah rutin juga terganggu. Pasalnya, seluruh infrastruktur rusak dan butuh waktu cukup lama untuk memulihkan seluruh proses penanganan sampah.

“Karakteristik sampah bencana kurang lebih sama dengan sampah rutin. Perbedaannya hanya dari segi jumlah sehingga perlu ada pengkhususan. Tapi, penanganan sampah akibat bencana itu tidak hanya menangani sampah yang timbul akibat bencana,” tandasnya.

KLHK Tekankan Pengolahan Sampah Bencana Sesuai Jenis Sampah

Kepala Sub Direktorat Sampah Spesifik dan Daur Ulang KLHK, Ari Sugasri, menyampaikan sampah akibat bencana masuk dalam karakteristik sampah spesifik. Adapun penangannya dilakukan setelah proses evakuasi dan setelah terbitnya penetapan status selesai darurat bencana.

Dia menyebut pemerintah pusat dan pemerintah daerah bertindak sebagai koordinator pengelolaan sampah akibat bencana. Menurutnya, koordinator harus menyiapkan ketersediaan sarana dan prasarana pengolahan sampah akibat bencana berdasarkan jenis sampah.

Dia menambahkan untuk puing bongkar bangunan sudah diatur tata caranya dalam UU nomor 28 tahun 2021 tentang bangunan gedung. Tata caranya melalui PP nomor 36 tahun 2005 tentang bangunan gedung.

“(Sampah bencana) yang mengandung limbah B3 itu otomatis masuk dalam ranah PP no 101 tahun 2014. Untuk bangkai binatang yang tidak bisa dimanfaatkan lagi masuk dalam pengelolaan dan pemrosesasn akhir pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Yang lain kalau bisa dimanfaatkan maka dilakukan pemanfaatan kembali untuk limbah B3 berdasarkan PP 81 tahun 2018,” katanya.

Penulis: Muhamad Ma’rup

Top