Pelonggaran PSBB Berpotensi Melanggar HAM  

Reading time: 3 menit
Pelonggaran PSBB
Ilustrasi pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar. Foto: shutterstock.com

Jakarta (Greeners) – Wacana pemerintah untuk melonggarkan Pembatasan Sosial Berskala Besar dinilai tidak tepat. Lembaga Swadaya Masyarakat menyebut pengambilan keputusan tersebut juga tidak didasarkan pada data dan status kesehatan publik melainkan kepentingan politis semata. Padahal data dan kebijakan yang tepat merupakan pertimbangan utama untuk menyikapi darurat kesehatan masyarakat.

Dewan Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Khalisah Khalid mengatakan, dalam kacamata hukum sikap pemerintah telah terbukti melanggar hak asasi manusia. Sebab pemerintah bertanggung jawab atas kebijakan yang dikeluarkan, misalnya, kematian warga akibat pelonggaran karantina kesehatan.

 Hingga kini jumlah pemeriksaan Covid-19 di Indonesia masih di bawah rata-rata negara lain di ASEAN. Tingkat tes di Indonesia adalah 628 tes per 1 juta penduduk. Sedangkan Singapura telah melaksanakan 30.000 tes per satu juta penduduk dan Malaysia mencapai 7.500 tes per satu juta penduduk.

Baca juga: Sistem Barter Solusi Atasi Krisis Pangan

“Belum semua provinsi memiliki laboratorium dan tenaga yang siap untuk melakukan pengetesan. Rendahnya rasio pengetesan bisa menyulitkan kita untuk memeriksa apakah sebetulnya sudah melewati titik puncak pandemik atau belum secara nasional. Keputusan untuk melonggarkan (PSBB) tanpa tes yang cukup sama saja menambah beban bagi kapasitas medis lokal maupun pusat,”ujar Khalisah.

Menurutnya, kedisiplinan pelaksanaan PSBB di berbagai daerah sangat bervariasi. Selain, itu, terdapat perbedaan waktu pelaksanaan seperti DKI Jakarta yang sudah dimulai lebih dulu dan disusul Jawa Barat dan Gorontalo. Buku tutup kebijakan transportasi publik, kata dia, juga turut memberi andil terhadap kualitas PSBB di berbagai daerah.

“Menyamakan situasi Indonesia dengan negara-negara lain yang sudah jauh lebih dulu menerapkan PSBB dengan disiplin sangat di luar akal sehat. Kami menolak pelonggaran PSBB dan kembali mendesak pemerintah untuk tetap melakukan tes masif dan tracing yang agresif, sembari meningkatkan dukungan sosial ekonomi bagi warga yang terdampak Covid-19,” ucapnya.

Menko PMK Muhadjir Effendy

Menteri Koordinator Bidang PMK Muhadjir Effendy

Pemerintah Siapkan Kajian untuk Era Normal Baru

 Saat ini pemerintah tengah menyiapkan kajian untuk menyikapi era normal baru akibat pandemi Covid-19. Pengkajian ini akan dikembangkan melalui sistem penilaian dari segi epidemiologi dan kesiapan daerah maupun kelembagaan. Pembahasan era normal baru akan dimulai dari pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang sebelumnya dilakukan untuk memutus rantai penularan virus corona.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menyampaikan bahwa Presiden Joko Widodo menekankan pentingnya bersiap siaga untuk menghadapi kehidupan era normal baru. Artinya, semua akan berada di dalam situasi yang berbeda dari keadaan normal sebelumnya. Presiden, kata dia, telah menuturkan perlunya kajian yang cermat, terukur, dan melibatkan banyak pihak untuk mempersiapkan tahap-tahap pengurangan pembatasan sosial.

“Mengurangi PSBB dalam rangka untuk meningkatkan atau memulihkan produktivitas. Wabah COVID-19 tetap bisa dikendalikan, tetap ditekan hingga nanti sampai pada antiklimaksnya. Akan selesai terutama telah ditemukannya vaksin,”ujar Menko PMK Muhadjir saat memberikan keterangan pers usai Rapat Terbatas, Senin, (18/05/2020).

Baca juga: KLHK Beri Bantuan Pakan Satwa ke Lembaga Konservasi

Sementara itu, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut kajian akan dilakukan berdasarkan perhitungan tingkat reproduksi (Reproduction Rate) dari penyakit atau infeksi yang dikenal dengan skala R0. Tingkat reproduksi ini juga menghitung transmisi tingkat kontak infeksi (infection contact rate) dan waktu. Ia menjelaskan cara kerja formulasi yakni apabila R0-nya lebih besar dari 1, tingkat infeksi masih termasuk relatif tinggi. Sedangkan jika R0-nya kurang dari 1, bisa diterapkan untuk era normal baru.

Dalam beberapa hari ini, Kemenko Perekonomian akan menyiapkan mekanisme kesamaan penilaian berdasarkan perhitungan epidemiologi berbasis R0, kesiapan daerah terkait dengan perkembangan penyakit, pengawasan virus, dan kapasitas kesehatan. Penilaian ini, kata Airlangga, akan dibuat menjadi lima level, yakni level krisis, level parah, level substansial, level moderat, dan level rendah.

“Nanti sesudah teknis dari daerah, dari segi kesehatan, segi kesiapan kementerian dan lembaga, baru kami akan menyampaikan mengenai tahapan-tahapan di waktu yang tepat. Ini tentu sesuai dengan protokol COVID-19 dan memerlukan kedisiplinan masyarakat,”ujarnya.

Penulis: Dewi Purningsih

Editor: Devi Anggar Oktaviani

Top