Sistem komunikasi pada semut sangat vital karena berhubungan dengan identitasnya sebagai anggota sebuah koloni. Cara mereka berkomunikasi juga memungkinkan untuk membentuk jalur menuju makanan dan kembali ke sarang.
Bila kita sembarangan membiarkan makanan –terutama yang manis, beberapa saat kemudian kita biasanya menemukan ada semut yang mulai mengutil makanan itu. Awalnya sedikit, namun beberapa saat kemudian datanglah sekelompok semut yang membentuk jalur tak terlihat berupa jalan sempit, yang untuk berpapasan saja mereka harus “bertabrakan” dulu.
Semut memang memiliki kemampuan berkomunikasi melalui bau dengan zat kimia bernama feromon. Selain itu, mereka juga bisa berbicara dengan sentuhan antena. Dengan cara-cara tersebut mereka bisa saling memberitahukan sesuatu pada yang lain, misalnya, letak makanan hingga adanya bahaya. Terkadang untuk menyampaikan keinginan makan, semut yang telah makan biasanya akan membagi makanan di temboloknya pada semut yang meminta.
Boleh dibilang semut lebih sering dianggap sebagai hewan pengganggu. Meski demikian, semut menjalankan peran ekologis yang penting di habitat alaminya. Di ekosistem daratan, semut adalah pemangsa utama bagi invertebrata kecil sekaligus menjadi mangsa utama bagi banyak predator. Semut juga bersimbiosis dengan berbagai serangga, tumbuhan, dan fungi. Simbiosis ini saling menguntungkan dan mengambil beragam bentuk. Tanpa bersimbiosis dengan semut, organisme-organisme tersebut akan menurun populasinya hingga punah.
Data dari situs SemutIndonesia.com mengungkapkan bahwa, semut menyusun 15% biomasa (berat tubuh) keseluruhan hewan daratan. Saat ini diperkirakan ada 1- 10 juta milyar individu semut yang hidup di planet ini. Bila seluruh individu semut tersebut ditimbang, akan tampak bahwa berat keseluruhannya melebihi berat tubuh keseluruhan manusia. Di bumi ada sekitar 20 ribu spesies semut, sedangkan di Indonesia ada sekitar 2 ribu spesies.
Menurut Edward O. Wilson, seorang pakar semut yang juga aktivis konservasi alam, jika manusia punah dari bumi ini, lingkungan akan kembali pada keseimbangan yang subur dan alami seperti sebelum terjadinya ledakan populasi manusia. Sementara itu, jika semut punah, hampir semua habitat daratan akan melemah karena menurunnya kompleksitas ekologis. Mungkin pernyataan ini terlalu ekstrem, namun setidaknya kita bisa mengambil pelajaran besar dari kepala kecil para semut, tentang hidup bersama dan berkorban. Alam memang telah menyediakan semua pelajaran hidup untuk kita, bukan begitu? (end)











































