Ulat Sutra, Hewan Imut-Imut Penghasil Benang Mewah

Reading time: 4 menit
ulat sutra
Ulat Sutra, Hewan Imut-Imut Penghasil Benang Mewah. Foto: Shutterstock.

Ulat Sutra (Bombyx Mori L.) adalah sejenis serangga atau ngengat penghasil benang berkualitas. Umumnya, masyarakat memanfaatkan fauna ini dalam pembuatan kain sutra. Sebab bernilai ekonomis tinggi, banyak orang yang tertarik membudidayakan hewan berfamili Bombycidae tersebut.

Secara umum, teknik pembudidayaan ngengat sutra pertama kali berasal dari masyarakat Cina. Di sana, teknik ini bahkan sudah ada sejak tahun 200 SM dan terus berkembang ke hampir seluruh negara.

Di Indonesia sendiri, teknik pembudidayaan Bombyx mori L. masuk sejak abad ke-10. Sedang di Korea, India dan Jepang, manfaat dari ulat tersebut mulai pada tahun 300 SM.

Meski begitu, tahukah Anda jika fauna ini ternyata memiliki manfaat lain di luar fungsinya sebagai penghasil benang? Agar tidak salah, simak pembahasan mengenai ulat sutra di bawah ini.

Morfologi dan Ciri-Ciri Ulat Sutra

Secara morfologi, tampilan ulat sutra memang mirip seperti Ulat Sagu. Keduanya memiliki warna kulit putih, meski ukuran tubuh sutra terlihat lebih panjang dan ramping daripada saudaranya.

Permukaan kulit mereka umumnya berbulu, serta terdapat tanduk anal yang pendek pada bagian tubuh belakangnya. Ngengat sutra sendiri bisa berganti kulit (molting) saat memasuki instar baru.

Jika kita identifikasi lebih jauh, terelihat bahwa tubuh hewan tersebut terbagi ke dalam tiga bagian utama, yakni bagian kepala, bagian dada hingga bagian perut.

Di bagian kepala, mereka memiliki antena khusus dengan tiga segmen pendek. Selain itu, terdapat mulut di bagian depan wajah yang terdiri dari sepasang rahang, maksila, labrum dan labium.

Sedang di bagian perut, terdapat tiga segmen dengan sepasang spirakel dan tiga pasang kaki toraks. Perlu untuk kita ketahui, perubahan bentuk dan ukuan ulat sutra bergantung pada siklus hidupnya.

ulat sutra

Secara morfologi, tampilan ulat sutra memang mirip seperti Ulat Sagu. Keduanya memiliki warna kulit putih, meski ukuran tubuh sutra terlihat lebih panjang dan ramping daripada saudaranya. Foto: Shutterstock.

Kebiasaan dan Siklus Hidup Ulat Sutra

Menurut pakar, hewan ini mengalami masa metamorfosis sempurna karena melewati empat fase kehidupan, yakni mulai dari telur larva, pupa, dan imago. Berikut penjelasannya:

1. Fase Telur

Telur ngegat sutra berbentuk agak gepeng, ukurannya mencapai 1,3 mm dengan lebar 1 mm dan tebal 0,5 mm. Mereka juga sangat ringan, bobotnya hanya mencapai 0,5 mg saja.

Warna telur saat hari pertama menetas adalah kuning atau kuning susu. Lama stadia telur akan sangat tergantung pada kondisi iklim atau perlakuan yang diberikan.

Jika suhu lingkungan relatif tinggi, maka telur menjadi tidak aktif dan dapat menetas setelah 4-10 bulan (prematur). Bila suhu normal, telur tersebut akan menetas secara wajar setelah 9-12 hari.

2. Fase Larva

Melansir jurnal Universitas Sumatera Utara, perkembangan ulat sutra dapat kita lihat dari fase instar. Durasi instar sendiri berlangsung selama 3-4 hari untuk instar I dan 2-3 hari untuk instar II.

Saat memasuki instar III, rentan waktu perubahan terjadi selama 3-4 hari. Sedang pada instar IV lamanya 5-6 hari, serta instar V berlangsung antara 6-8 hari.

Pada instar V, tidak terjadi pergantian kulit namun badan mereka berangsur-angsur transparan. Pada fase ini, larva sudah mulai mengeluarkan serat dan juga membuat kokon.

3. Fase Pupa

Perubahan dari larva menjadi pupa bercirikan dengan berhentinya aktivitas makan. Proses ini berlangsung selama 4-5 hari, setelah ulat selesai mengeluarkan serat untuk membentuk kokon.

Jangka waktu pupa sendiri terjadi selama 9-14 hari. Saat keluar dari kokon, tungkai tambahan yang terdapat sepanjang perut ulat biasanya menghilang.

Pada bagian dadanya justru muncul tiga pasang tungkai baru yang tampak lebih langsing dan panjang. Selain itu, terdapat sayap dan sistem otot baru pada bagian tubuh ulat sutra.

4. Fase Imago

Fase imago berlangsung selama 5-7 hari. Proses ini merupakan tahap reproduktif, di mana terjadi pembiakkan (perkawinan) hingga sang betina mengeluarkan telur-telurnya.

Kupu-kupu yang mereka hasilkan tidak dapat terbang dan kehilangan fungsi mulutnya. Maka dari itu, mereka biasanya tidak bisa makan atau mengonsumsi apapun juga.

ulat sutra

Telur ngegat sutra berbentuk agak gepeng, ukurannya mencapai 1,3 mm dengan lebar 1 mm dan tebal 0,5 mm. Mereka juga sangat ringan, bobotnya hanya mencapai 0,5 mg saja. Foto: Shutterstock.

Manfaat Ulat Sutra bagi Manusia

Manfaat ulat sutra sebagai penghasil benang tentu sudah tidak perlu kita bicarakan lagi. Terlepas dari hal tersebut, ternyata ngengat yang satu ini juga memiliki fungsi dan manfaat lain bagi manusia.

Melansir Buku Analisis Fenotip Ulat Sutera (2015), berikut beberapa manfaat Bombyx Mori L. yang jarang awam ketahui, di antaranya:

1. Olahan Obat Tradisional

Bombyx batryticatus adalah jenis ngengat yang banyak bermanfaat sebagai obat tradisional Cina. Obat ini masyarakat Cina percayai mampu mengobati masuk angin, mencairkan dahak, hingga meringankan kejang-kejang.

Selain menjadi ramuan obat, pemanfaatan ulat ini sebagai obat tradisional juga dilakukan dengan mengonsumsi secara langsung. Tentu tidak kita makan mentah, namun direbus terlebih dahulu.

2. Makanan Ringan

Masih dari Cina, spesies ulat yang satu ini cukup terkenal sebagai jajanan pasar. Mereka biasanya mengolah fauna ini dengan cara dibakar, lalu menjadi santapan atau makanan ringan.

Begitu pula di Korea, makanan dari ulat di negeri gingseng bernama Beondegi. Makanan ini adalah rebusan berbumbu rempah-rempah tertentu.

3. Merawat Kulit Wajah

Penggunaan kepompong sutra untuk merawat kulit wajah sudah banyak dipraktikkan oleh berbagai klinik kecantikan. Metode ini bahkan cukup populer di negara Thailand dan juga Jepang.

Merujuk berbagai sumber, kepompong sutra memiliki komposisi jaringan yang mirip dengan struktur kulit manusia. Selain itu, ia juga kaya akan asam amino dan pH yang baik bagi perawatan kulit wajah.

Taksonomi Ulat Sutra

taksonomi ulat sutra

Referensi:

Analisis Fenotip Ulat Sutera, Hartati

Umi Kulsum Lubis, Universitas Sumatra Utara

Laman Dinas Kehutanan dan Perkebunan Yogyakarta

Penulis: Yuhan Al Khairi

Top