Persepolis

Reading time: 2 menit

Judul Film : Persepolis
Sutradara : Vincent Paronnaud, Marjane Satrapi
Produksi : Sony Pictures Classic, 2007

Persepolis merupakan evolusi medium dari karya autobiografi Marjane Satrapi, dari bentuk novel grafis ke dalam film animasi. Tapi jangan keburu mencap film ini “hanya” merupakan kepanjangan tangan dari medium karya terdahulu. Duo sutradara Paronnaud dan Satrapi sangat pantas untuk diacungi dua jempol karena mampu memaksimalkan segala aspek yang terdapat di film animasi ini, mulai dari pengembangan alur cerita, tata suara, hingga pencahayaan, semua detil mendapat perhatian yang sempurna. Tak heran jika film ini dinominasikan untuk meraih piala Oscar, untuk kategori animasi terbaik tahun 2007.

Film diawali dengan setting di Iran pada masa peralihan kekuasaan Shah ke Revolusi Islam di penghujung tahun 1970-an. Pada masa ini, Satrapi kecil telah akrab dengan diskusi-diskusi politik yang terjadi di lingkungan keluarga dan pergaulan orang tuanya. Hal inilah yang membuatnya tumbuh menjadi seorang anak yang kritis dan cerdas. Pendek kata, bagi Satrapi, masa kecilnya adalah masa-masa yang penuh dengan kegembiraan. Setidaknya, sampai masa meletusnya Revolusi Islam yang mulanya disambut dengan gagap gempita, karena membawa cahaya baru dalam menggantikan kekuasaan Shah Pahlavi yang korup dan sewenang-wenang.

Namun, akibat tekanan hidup yang semakin besar pada masa kekuasaan Revolusi Islam, Satrapi remaja, didukung penuh oleh keluarganya, memutuskan untuk meninggalkan Iran menuju Vienna. Dengan harapan kebebasan dan keterbukaan Eropa akan menjadikannya seorang manusia yang lebih baik. Tetapi, masalah baru menghadang Satrapi. Mulai dari pertentangan budaya, krisis identitas, hingga permasalahan yang membuatnya kembali ke Iran, cinta.

Mungkin Persepolis “hanyalah” kisah dari seorang anak perempuan ditengah maraknya revolusi dan pertarungan ideologi, namun justru dari sudut pandang yang sederhana inilah kita mendapat cermin dari nilai-nilai kemanusiaan, yang menjadikan pertarungan ideologi dan politik layaknya mainan anak kecil yang menjadikan nyawa dan kehidupan manusia sesuatu yang tak berarti. Satrapi percaya bahwa animasi mempunyai nilai universal yang sanggup menembus batas identitas manusia yang dibangun oleh ideologi, ras, dan negara.

Sempat dilarang tayang di beberapa negara, dengan alasan pendistorsian citra dan sejarah dari Revolusi Islam yang sebenarnya, justru membuat film ini mendapat perhatian khalayak yang cukup luas. Mendistorsi atau tidak, agaknya tak terlalu menjadi soal, karena setiap individu mempunyai hak dan kemampuan untuk mencatat dan menyikapi sejarah diri dan bangsanya. Yang jelas, Persepolis adalah sebuah karya animasi yang sungguh sayang untuk dilewatkan begitu saja. (q)

Top