B2W Indonesia Kritisi Penghentian Pembangunan Jalur Sepeda

Reading time: 2 menit
Jalur sepeda sangat mendukung pesepeda beraktivitas di jalan. Foto: Unsplash

Jakarta (Greeners) – Bike To Work (B2W) Indonesia menyesalkan keputusan Dinas Perhubungan DKI Jakarta yang menghapus pengajuan anggaran jalur sepeda tahun anggaran 2023. Keputusan ini mengesankan jalur sepeda tak penting sehingga mengingkari prinsip berkelanjutan dalam sistem transportasi di Jakarta.

Ketua Umum B2W Indonesia Fahmi Saimima menyatakan, sebelumnya kondisi urusan transportasi, ruang bagi pedestrian dan pesepeda di DKI Jakarta telah membaik.

“Pemikiran bahwa di jalan ada alternatif sarana untuk bermobilitas merupakan cermin dari majunya peradaban kota. Sekarang dipaksa berhenti. Kan malah mundur,” katanya dalam keterangannya.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (Pemprov DKI Jakarta) akan menambah jaringan rute track sepeda sepanjang 195,6 kilometer di 20 lokasi. Lalu menambah 103,5 kilometer jalur sepeda yang dibangun saat kepemimpinan Gubernur Anies Baswedan.

Dalam Rencana Pembangunan Daerah (RPD) DKI tahun 2023-2026 juga tertera target pembangunan jalur sepeda hingga 535,68 kilometer.

Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo menyatakan, keputusan tersebut diambil dengan mempertimbangkan kritik beberapa anggota DPRD DKI Jakarta.

Pembangunan jalur sepeda dianggap menghambur-hamburkan uang daerah. Hal itu disampaikan dalam rapat kerja dengan Komisi B Bidang Perekonomian DPRD DKI di Bogor Jumat 11 November 2022 lalu.

Visi Berkelanjutan Jalur Sepeda

B2W menyebut alasan tersebut tak sepenuhnya bisa diterima karena tak berdasarkan kajian mendalam. Selain itu kritik tersebut pernah disampaikan sejak jalur sepeda mulai dibangun pada tahun 2019 lalu dan bermuatan politis belaka.

“Pada Maret 2021, B2W Indonesia pernah meminta waktu beraudiensi dengan Komisi B ketika pro-kontra jalur sepeda di Jakarta sedang ramai. Para pengkritik tidak ada di antara anggota dewan yang hadir,” jelas dia.

Jalur sepeda di Jakarta merupakan bagian dari visi gubernur yang lalu untuk mewujudkan sistem transportasi yang lestari. Selain itu juga bagian dari Rencana Pembangunan Daerah DKI tahun 2023-2026 yang pembahasannya telah melibatkan DPRD DKI. “Sulit untuk tidak timbul kesan anggota-anggota dewan itu mengkhianati apa yang mereka sepakati,” imbuh dia.

Saat ini pembangunan jalur sepeda telah mencapai panjang lebih dari 150 kilometer. Masih jauh dari target gubernur terdahulu, yakni lebih dari 500 kilometer hingga tahun 2026. Hanya sebagian kecil yang layak disebut jalur, yang terpisah dan terproteksi dari jalur bagi pengguna kendaraan bermotor.

“Mungkin memang tidak perlu dikejar penambahan panjang jalurnya. Tapi ada kegiatan-kegiatan yang mesti dilakukan untuk memastikan prasarana itu berfungsi sebagaimana yang diharapkan. Misalnya memastikan keselamatan pengguna sepeda,” jelas dia.

Survei B2W Indonesia menemukan, faktor keselamatan adalah yang hal utama bagi sebagian besar orang untuk mau bersepeda sehari-hari. Ini temuan yang sejalan dengan hasil survei atau riset di mana pun. “Apa yang telah Pemerintah DKI Jakarta lakukan untuk mengatasi masalah itu? Nihil,” imbuhnya.

Ia menyebut memang saat ini sudah ada jalur terproteksi. Akan tetapi, kenyataannya, jalur ini tidak steril dari pengguna kendaraan bermotor dan pedagang kaki lima dan akhirnya menggugurkan fungsi perlindungan itu. “Yang patut disayangkan yaitu upaya penegakan hukum pun nihil,” ucapnya.

Minat Bersepeda Minim

Meminjam istilah yang kerap Dinas Perhubungan DKI gunakan, faktor penariknya (keberadaan jalur sepeda) tidak cukup kuat untuk menggerakkan banyak orang memilih bersepeda. Selama penggunaan kendaraan bermotor pribadi lebih convenient dan murah, mau dibuatkan jalur sepeda sebagus apa pun tetap tak bakal digunakan.

“Oleh karena itu diperlukan faktor pendorong yang bisa memaksa orang meninggalkan kendaraan bermotor pribadinya di rumah,” kata dia.

Selain butuh alokasi anggaran, juga perlu edukasi, sosialisasi, dan regulasi. Evaluasi yang fokusnya pada apa saja dan kenapa masalah bisa timbul.

Jika Pemerintah DKI Jakarta masih mau kotanya lestari, dengan minim polusi, emisi dan bebas kemacetan, rendah tingkat kematian akibat tabrakan di jalan, sebuah kota untuk manusia, pilihan logisnya sudah gubernur yang lalu letakkan.

“Kecuali memang berniat “memutar balik jarum jam”, menggusur semua itu, pikiran yang sehat adalah mengikutinya dan menjadikannya lebih baik,” pungkas dia.

Penulis : Ramadani Wahyu

Editor : Ari Rikin

Top