Jakarta (Greeners) – Permasalahan plastik yang tergedradasi menjadi mikroplastik kini semakin menunjukkan ancaman yang serius. Penelitian terbaru mengungkapkan bahwa akumulasi mikroplastik dalam otak manusia akan memicu gangguan neuroimflamasi dan autoimun.
Fakta tersebut terungkap dalam laporan Bioaccumulation of microplastics in decedent human brains (Bioakumulasi mikroplastik di otak manusia yang telah meninggal) di Meksiko pada tahun 2025 oleh Alexander J. Nihart dkk.
Riset ini juga mengungkapkan bahwa jaringan otak mengandung proporsi polietilena yang lebih tinggi dibandingkan komposisi plastik di hati atau ginjal. Sifat mikroplastik otak yang terisolasi sebagian besar hadir sebagai fragmen seperti pecahan skala nano. Kemudian, mengendap di dinding serebrovaskular dan sel imun.
BACA JUGA: Ecoton Bongkar Fakta Bahaya Mikroplastik dalam Tubuh Manusia
Menurut Manajer Divisi Edukasi Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton), Alaika Rahmatullah, keberadaan polietilen dalam otak harus menjadi peringatan keras bagi masyarakat Indonesia.
“Sebab, selama ini penduduk Indonesia mengonsumsi mikroplastik 15 gram/bulan, temuan ini menempatkan penduduk Indonesia sebagai manusia dunia yang paling banyak mengonsumsi mikroplastik,β ungkap Alaika dalam keterangan tertulisnya.
Pada Februari 2025, Ecoton meneliti mikroplastik udara dengan memasang cawan petri di sembilan lokasi di tiga kecamatan yang berada di Gresik. Hasil penelitian menunjukkan terdapat kadar mikroplastik 141 partikel per dua jam di Pasar Benjeng, Kecamatan Benjeng.
Alaika menambahkan, keberadaan mikroplastik di udara imbas 57 persen penduduk Jawa Timur yang masih membakar sampah plastik. “Proses pembakaran ini menghasilkan gas dan sebaran partikel mikroplastik ke udara,” tambah Alaika.
Selain itu, paparan mikroplastik juga disebabkan oleh sejumlah faktor lain. Di antaranya gesekan ban kendaraan bermotor dengan jalan dan gesekan alas kaki (sepatu dan sandal), sistem pembuangan sampah dengan sistem open dumping dan open burning.
Penggunaan produk rumah tangga serta personal care juga menjadi salah satu penyebab. Terakhir, masih ada sampah plastik yang tidak terkelola di lingkungan kemudian terpecah menjadi mikroplastik dan pakaian yang menggunakan bahan polyester.
Mikroplastik Cemari Sidoarjo
Sementara itu, Ecoton juga melaporkan bahwa udara di enam desa di Sidoarjo terkontaminasi mikroplastik. Pada Mei 2025 mereka melakukan uji mikroplastik di udara di enam desa tersebut. Hasilnya menunjukkan bahwa udara di sana positif mengandung mikroplastik dengan jenis fiber, fragmen, dan filamen.
“Total sebanyak 172 partikel mikroplastik kami temukan di keenam daerah tersebut. Pada area pabrik tahu Desa Tropodo terdapat 13 fiber dan 12 filamen. Sementara itu, kelimpahan tertinggi berada di Kecamatan Wonoayu yang berjarak kurang lebih tiga kilometer dari Desa Tropodo dengan jumlah 65 partikel per tiga jam,” ungkap Alaika.
BACA JUGA: Diet Mediterania untuk Atasi Autoimun, Tanpa Ribet dan Menyehatkan
Melihat adanya permasalahan mikroplastik yang bisa mengancam kesehatan manusia ini, Ecoton mendesak pemerintah untuk menegakkan hukum larangan pembakaran sampah plastik. Mereka juga meminta pemerintah untuk tidak menerapkan pengolahan sampah dengan menggunakan panas atau pembakaran.
Pemerintah juga perlu mengendalikan sumber-sumber mikroplastik di udara serta menetapkan baku mutu mikroplastik di lingkungan dan dalam aneka makanan laut.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia