Belum Ada Desain Kota Rendah Emisi Tingkat Daerah

Reading time: 3 menit
Ilustrasi: Ist.

Jakarta (Greeners) – Pemerintah Daerah mengaku tidak pernah menerima arahan langsung dari Pemerintah Pusat, dalam hal ini adalah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), terkait program target penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen pada 2030 pasca kesepakatan Paris pada perundingan perubahan iklim internasional COP21.

Haji Mohammad Rizal Efendi, Walikota Balikpapan kepada Greeners mengatakan bahwa hingga saat ini, secara khusus, Pemerintah Pusat masih belum pernah memberikan arahan atau grand design tentang bagaimana kota-kota di Indonesia harus berbuat untuk mengukur standar emisi dan resiko iklim secara konsisten dalam rangka percepatan pembangunan kota yang rendah emisi dan adaptif terhadap perubahan iklim.

“Secara khusus belum ada. Selama ini belum ada arahan atau grand design bagaimana kota harus berbuat dalam rangka menindaklanjuti pertemuan COP 21 Paris kemarin. Sampai saat ini kita belum pernah menerima petunjuk kalau daerah itu harus berbuat apa dalam rangka mengurangi emisi 29 persen target nasional 2030 itu,” katanya saat ditemui disela peluncuran Compact of Mayors di Jakarta, Kamis (12/05).

Selama ini, diakuinya, Balikpapan telah banyak dibantu oleh ICLEI-Local Goverments for Suistainability untuk menjalankan rencana kota rendah emisi dan berkelanjutan. Berkat bantuan dari ICLEI tersebut, katanya, Balikpapan mendapat bantuan konsultan dari Australia tentang bagaimana mewujudkan kota yang rendah emisi.

Dari hasil konsultasi, lanjutnya, ternyata ditemukan bahwa penyumbang emisi terbesar di Kalimantan Timur berasal dari kilang minyak dan gas (migas) milik Pertamina. Oleh karena itu, Pemerintah Kota Balikpapan meminta pada Pertamina untuk mengatasi masalah emisi tersebut melalui program adaptasi dan mitigasi perusahaan.

“Artinya harusnya memang Pemerintah Pusat memberikan panduan kepada kita (daerah) setelah COP21. Tapi ini tidak ada. Padahal untuk provinsi Kalimantan Timur kami mendapat target 26 persen untuk penurunan emisi,” tambahnya.

Menurut Mohammad Rizal, implemetasi kota rendah emisi di Balikpapan sendiri, sudah mulai masuk ke transportasi Berbahan Bakar Gas (BBG), khususnya untuk pemerintah termasuk dengan mobil angkutan sampah.

“Ini supaya jadi contoh bagi masyarakat. Yang sudah ada itu delapan unit bus. Sekarang kita bangun empat stasiun pengisian bahan bakar gas. Lalu kita juga sedang mengajukan penggunaan trem. Ini semua berdasarkan konsultasi dari konsultan ICLEI,” katanya.

Dikonfirmasi secara terpisah, Direktur Jendral Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Nur Masripatin menyatakan bahwa untuk hubungan dengan daerah, hingga saat ini KLHK masih menunggu hasil evaluasi kerangka Rencana Aksi Daerah (RAD) Gas Rumah Kaca (GRK) yang telah menjadi program terdahulu sejak tahun 2011 lalu.

“Oleh karena itu, untuk tindak lanjut dari pertemuan COP21 Paris tentang pengurangan emisi 29 persen pada tahun 2030, kita masih belum bisa melakukan apa-apa karena memang harus menunggu hasil evaluasi RAD GRK terlebih dahulu,” ujarnya.

Penandatanganan Compact of Major. Foto: greeners.co/Danny Kosasih

Penandatanganan Compact of Major. Foto: greeners.co/Danny Kosasih

Sebagai informasi, pada Desember 2015 lalu, perundingan perubahan iklim internasional COP21 Paris telah menghasilkan Kesepakatan global untuk menjaga agar kenaikan suhu rata-rata permukaan bumi tidak lebih dari 2 derajat Celsius.

Compact of Major adalah koalisi global Wali Kota dan pejabat kota yang berjanji untuk mengurangi emisi gas rumah kaca skala lokal, meningkatkan ketahanan dan melacak kemajuan kota secara transparan terhadap perubahan iklim. Forum tingkat dunia ini menjadi motor penggerak pencegahan ancaman dampak perubahan iklim yang lebih besar.

Melalui Compact of Major ini, kota-kota yang ikut berpartisipasi akan melakukan lima agenda besar. Pertama, peningkatan visibilitas pemimpin lokal dalam menanggapi perubahan iklim. Kedua, menunjukkan komitmen pemimpin lokal untuk solusi iklim global yang lebih ambisius, terutama bagi negara-negara yang terlibat dalam kesepakatan iklim terbaru di Paris pada Desember 2015.

Ketiga, mendorong langsung investasi sektor publik dan swasta di kota dengan memenuhi standar transparan yang sejalan dengan pemerintah nasional. Keempat, membangun kelembagaan yang konsisiten dan kuat dalam hal data dan tindakan kota tentang dampak perubahan iklim. Kelima; mempercepat ambisi untuk melakukan aksi kolaboratif dan berkelanjutan dalam isu perubahan iklim.

Program Compact of Major ini berada di bawah kepemimpinan jaringan kota global di dunia, C40 Cities Leadership Climate Group, ICLEI-Local Goverments for Sustainability dan the United Cities anda Local Goverment (UCLG) dengan dukungan dari UN Habitat.

Hingga saat ini sendiri, kota-kota di Indonesia yang telah berkomitmen secara tertulis untuk bergabung dalam forum Compact of Major yaitu Kota Bogor, Balikpapan, Jambi, Sukabumi, Tanjungpinang dan Bontang. Sedangkan kota yang sudah berkomitmen secara verbal dan akan segera menyampaikan surat pernyataan bergabung dalam forum Compact of Major antara lain Banda Aceh, Padang, Surabaya, Tarakan, Banjarmasin, Kupang, Malang, Mataram, Bandung, Semarang, Tanggerang Selatan, Makassar, Tanggerang, Probolinggo, Manado.

Penulis: Danny Kosasih

Top