Hari Migrasi Burung Dunia: Deforestasi dan Perburuan Ancam Spesies Burung Migran

Reading time: 3 menit
Hari Migrasi Burung Dunia
Ilustrasi Burung-burung yang bermigrasi. Foto: shutterstock.com

Setiap tahun, burung-burung bermigrasi untuk singgah maupun bertahan hidup di suatu wilayah. Riset yang dilakukan oleh Burung Indonesia mencatat, Indonesia termasuk ke dalam jalur terbang Asia-Timur Australasia dari 33 negara yang berada di Asia.

Spesies burung migran biasanya bergerak pada Oktober hingga akhir September. Umumnya, burung bermigrasi dari utara ketika memasuki musim gugur dan bergerak ke selatan secara bertahap. Puncak migrasi diketahui saat Desember hingga Januari. Sementara, pada bulan Maret, mereka akan kembali ke utara.

Baca juga: Pemerintah Didesak Usut Tuntas Pelanggaran HAM pada ABK Indonesia

Ferry Hasudungan, Manajer Konservasi Burung Indonesia menuturkan, terdapat penambahan jumlah spesies burung. Tahun lalu jumlahnya 1.777 spesies, kini meningkat menjadi 1.794 spesies. “Sebenarnya penambahan ini bukan temuan baru, tetapi ada yang di-split dan sub spesies tersendiri,” ucapnya, dalam webinar Hari Migrasi Burung Sedunia 2020, Jumat, 8 Mei 2020.

Menurut Ferry, spesies burung migran terbagi menjadi beberapa kriteria. Sekitar 262 spesies, kata dia, singgah dan menjadikan Indonesia sebagai tujuan migrasinya. Dari jumlah spesies tersebut 124 di antaranya telah termasuk ke dalam jenis yang dilindungi. “Dari jumlah 262 spesies ini ada 19 spesies yang terancam punah secara global,” ujarnya.

Ancaman Bagi Burung yang Bermigrasi

Burung merupakan hewan yang sensitif terhadap perubahan lingkungan akibat degradasi hutan dan krisis iklim. Burung yang bermigrasi juga sangat tergantung pada hutan untuk tempat mencari makan dan berkembang biak.

Ady Kristanto, dari Fauna & Flora International, Indonesia Programme menyebut, keterkaitan hutan sebagai ekosistem dengan burung migran sangat erat sekali. Ia menuturkan, secara alami, keseimbangan lingkungan telah tercipta di alam. Namun, ketika terjadi deforestasi keseimbangan tersebut otomatis hilang. “Burung juga merupakan indikator perubahan kualitas lingkungan,” ucapnya.

Hari Migrasi Burung Dunia

Burung Berkecet Siberia, Kerak Besi Alis Hitam, dan Kecici Belalang merupakan spesies yang diburu dan diperdagangkan. Foto: Flora & Fauna International

Ia menambahkan, apabila suatu habitat hewan hilang, akan ada penumpukan spesies tertentu di suatu tempat dan memengaruhi tempat tinggal burung lokal. Dampaknya, kata Ady, akan terjadi persaingan untuk bertahan hidup di suatu lokasi.

Masalah perburuan dan perdagangan juga menjadi salah satu yang sangat berdampak terhadap habitat burung. Pada 7 Mei lalu, Organisasi Konservasi Burung, Flight Indonesia bersama Direktorat Penegakan Hukum (Gakkum) Sumatera Utara menggagalkan penyelundupan 1.200 burung dari Aceh menuju Sumatera Utara.

Menurut Ady dampak deforestasi tidak hanya menghilangkan area mencari makan dan singgah selama burung bermigrasi, tetapi juga terjadi perubahan siklus rantai makanan, peningkatan persebaran hama, hingga terjadinya fenomena hutan sunyi.

Kawasan Konservasi

Tahun 2017 Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem telah menetapkan Surat Keterangan mengenai Kemitraan Nasional Konservasi Burung Migrasi dan Habitatnya.

Kepala Subdit Bidang Pengawetan Jenis Ditjen KSDAE, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Sri Mulyani mengatakan, pemerintah telah menyusun kemitraan nasional dengan berbagai pihak. Tugas kemitraan di tingkat nasional, di antaranya menyiapkan kebijakan kerja sama di tingkat global, mengomunikasikan dan mengoordinasikan pelaksanaan kemitraan, mensosialisasi program, mengelola data dan informasi seluruh kegiatan, hingga menghimpun bahan informasi nasional.

Sebagian wilayah di Indonesia telah menjadi tujuan lokasi burung migran. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, kata dia, telah menetapkan sebagian lokasi sebagai wilayah perlindungan. “Salah satu kawasan konservasi, yaitu Taman Nasional Berbak, Sembilang, dan Taman Nasional Wasur,” kata dia.

Baca juga: Penanganan Karhutla di Daerah Butuh Pendampingan

Menurut Sri Mulyani, diperlukan usaha yang besar dalam menentukan kawasan, seperti koordinasi dengan stakeholder. Sebab, lokasi potensi berada di luar kawasan konservasi dan statusnya dapat menjadi hak milik maupun hak usaha. “Diperlukan koordinasi dengan pemerintah setempat untuk menjadikannya menyerupai kawasan konservasi,” ucapnya.

Ia mengatakan diperlukan rencana aksi untuk menominasikan lokasi kawasan baru sebagai tempat singgah burung migrasi. Informasi atau data, kata dia, dapat diperoleh dari hasil sensus wilayah yang belum teridentifikasi. “Sehingga akan banyak data yang mengidentifikasi jalur migrasi burung untuk pemantauan,” ujarnya.

Penulis: Ridho Pambudi

Editor: Devi Anggar Oktaviani

Top