Indonesia menduduki peringkat 24 Climate Change Performance Index (CCPI) 2021. CCPI sendiri merupakan instrumen penilaian kebijakan iklim suatu negera pasca Paris Agreement. CCPI merupakan instrumen yang dikembangkan oleh German Watch dan New Climate Institute.
Jakarta (Greeners) – Kepala Badan Penelitian, Pengembangan, dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Agus Julianto, menyampaikan capaian peringkat Indonesia dalam CCPI 2021 merupakan peningkatan. Pada CCPI sebelumnya, Indonesia berada di peringkat 39. CCPI sendiri membandingkan kinerja iklim dari 57 negara dan negara-negara Uni Eropa.
“Meski sudah menunjukan peningkatan dalam beberapa kategori, masih ada potensi untuk peningkatan peringkat lebih lanjut,” ujar Agus dalam diskusi Pojok Iklim, Rabu (3/2/2021).
Climate Change Performance Index: Indonesia Membaik Di Tiap Penilaian
Agus mengatakan CCPI merupakan instrumen untuk meningkatkan transparansi dalam kebijakan perubahan iklim internasional. Menurutnya, CCPI memungkinkan adanya komparasi upaya kemajuan perlindungan iklim sebuah negara.
Dia mengungkapkan CCPI menggunakan empat penilaian. Penilaian tersebut yaitu Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) 40 persen, Energi Terbarukan 20 persen, Penggunaan Energi 20 persen, dan Kebijakan Iklim.
Indonesia, lanjut dia, mengalami peningkatan di tiap aspek penilaian CCPI 2021. Adapun rinciannya yaitu;
Emisi GRK: Indonesia berada pada peringkat sedang untuk kategori Emisi GRK. Data terbaru menunjukan emisi dari sektor penggunaan lahan dan deforestasi yang menurun.
Energi Terbarukan: Indonesia mampu meningkatkan 19 peringkat dalam kategori EBT yang saat ini berperingkat tinggi.
Penggunaan Energi: Indonesia juga mendapatkan peringkat tinggi dalam penggunaan energi.
Kebijakan Iklim: Kinerja kebijakan iklim sedikit meningkat di mata para ahli yang menempatkan Indonesia ke peringkat sedang secara keseluruhan untuk upaya mitigasi perubahan iklim.
“Dengan adanya kenaikan ini, maka kini Indonesia naik ke kelompok negara-negara dengan kinerja menengah dalam CCPI 2021,” jelasnya.
Baca juga: KPBB Dorong Pemerintah Terapkan Standar Ekonomi Bahan Bakar
Climate Change Performance Index: Indonesia Harus Mengikuti Wacana Perubahan Iklim
Sementara itu, Ketua Dewan Pertimbangan Pengendalian Perubahan Iklim, Sarwono Kusumaatmadja, menilai wacana perubahan iklim semakin dinamis. Adanya pandemi Covid-19 berpengaruh pada akselerasi perubahan iklim secara global. Menurutnya, praktik pengendalian iklim tidak sepenuhnya bisa sesuai dengan kondisi masa depan.
“Kita harus melihat peluang kita itu dalam negosiasi perubahan iklim. Aturan main telah berubah banyak, tapi kita tidak mengerti akhirnya akan ke mana. Indonesia harus bisa meraih peluang yang sebesar-besarnya dengan perkembangan yang ada,” ucapnya.
Sarwono berpesan agar pemangku kepentingan di bidang pengendalian iklim di Indonesia mengikuti wacana perubahan iklim. CCPI, lanjut dia, bisa menjadi referensi. Meski begitu, CCPI bukan hanya satu-satunya instrumen yang mengevaluasi kinerja Indonesia di sektor pengendalian perubahan iklim.
“Banyak lembaga yang akan melakukan hal sama. Jadi kita harus memantau dengan cermat, rajin, dan dapat mengambil kesimpulan yang jelas atas isu tentang perubahan iklim,” pungkasnya.
Urgensi Transparansi Informasi Pengendalian Perubahan Iklim
Direktur Eksekutif Indonesia Research Institute for Decarbonization (IRID), Moekti H. Soejachmoen, Indonesia masih harus meningkatkan proses pengendalian perubahan iklim. Menurutnya, aksi pengendalian iklim merupakan kerja multi sektor sehingga perlu ada penguatan di setiap sektor tersebut.
Dia menilai salah satu penguatan bisa berawal dari keterbukaan informasi terkait pengendalian perubahan iklim. Hal tersebut menurutnya penting agar lebih banyak pihak yang paham terhadap perubahan iklim. Dengan begitu, ketika ada penilaian serupa seperti CCPI, hasil yang muncul benar-benar merepresentasikan kondisi perubahan iklim di Indonesia.
“Isu perubahan iklim ini memang kompleks. Tapi infomasi perlu dipahami oleh lebih banyak pihak. Sehingga ketika ada survei untuk peringkatan ini datanya bisa reliable dan tidak misinterpretasi,” terangnya.
Penulis Muhamad Ma’rup