BRIN Targetkan Penemuan 50 Taksa Baru di Indonesia

Reading time: 2 menit
BRIN menargetkan penemuan 50 jenis taksa baru di Indonesia. Foto: BRIN
BRIN menargetkan penemuan 50 jenis taksa baru di Indonesia. Foto: BRIN

Jakarta (Greeners) – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menargetkan penemuan 50 jenis taksa baru, termasuk dari hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme di Indonesia pada tahun 2024. Dalam mendukung upaya itu, BRIN meluncurkan berbagai skema pendanaan, seperti Rumah Program dan Riset dan Inovasi Indonesia Maju (RIIM) Ekspedisi.

Sebelumnya, pada tahun 2023, peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berhasil menemukan 49 taksa baru. Penemuan fauna mendominasi dengan jumlah 1 marga, 38 spesies, dan 2 subspesies. Sisanya yaitu flora 7 spesies dan mikroorganisme 1 spesies.

Kepala Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi BRIN, Bayu Adjie mengatakan penemuan puluhan taksa baru tersebut menandakan Indonesia sebagai “surga” bagi penelitian biodiversitas. Pengungkapan biodiversitas nusantara, khususnya melalui penemuan spesies baru, menjadi salah satu prioritas utama BRIN.

BACA JUGA: Penemuan Spesies Baru Dorong Peneliti Gali Keanekaragaman Hayati

“Meskipun hanya sebagian kecil dari cakupan riset biosistematika dan evolusi, penemuan jenis baru berdampak besar dalam asesmen biodiversitas serta menarik perhatian publik dan media massa. Kami saat ini sedang mempersiapkan RIIM Invitasi Strategis Ekspedisi Biodiversitas Terestrial yang akan berfokus di Pulau Kalimantan,” ungkap Bayu lewat keterangan tertulis, Selasa (27/2).

Sekitar 96% spesies baru yang ditemukan merupakan spesimen dari Indonesia. Sebab, Indonesia terkenal kaya akan keanekaragaman hayati.

“Meskipun sudah dieksplorasi sejak zaman kolonial, masih banyak yang belum terungkap di negeri ini. Sebab, Indonesia sangat luas dan ada beragam ekosistem yang menjadi tempat penelitian biodiversitas,” tambah Bayu.

BRIN Jalin Kerja Sama untuk Riset

Oleh karena itu, banyak jenis ekosistem dan pulau yang menjadi surganya penelitian keanekaragaman hayati. Menurutnya, hal ini berbeda dengan rata-rata tingkat keanekaragaman hayati yang lebih rendah di negara-negara maju.

Dengan SDM periset, anggaran dan infrastruktur yang maju bisa dianggap riset biodiversitas selesai di negaranya. Sehingga, mereka mengincar negara-negara dengan biodiversitas tinggi–yang kebanyakan adalah negara berkembang–untuk bekerja sama dalam riset biodiversitas.

“BRIN menjalin kerja sama dengan berbagai pihak, baik dalam maupun luar negeri. Misalnya, lembaga riset, universitas, dan NGO. Kolaborasi menjadi kunci untuk mengatasi kendala-kendala seperti SDM, anggaran, dan infrastruktur dalam riset biodiversitas,” kata Bayu.

BACA JUGA: Pangan dan Energi Masih Jadi Fokus Utama Penelitian BRIN

Di sisi lain, lanjutnya, setelah penemuan taksa, BRIN adalah melakukan identifikasi dan studi lebih lanjut terhadap spesies baru tersebut. Hal ini meliputi studi biologi, pemanfaatan atau bioprospeksi, serta upaya konservasi jika diperlukan.

Menurut Bayu, penemuan jenis baru bisa membuka potensi baru dalam pemahaman keanekaragaman hayati. Bahkan, mendesak perlunya perlindungan dan pelestarian spesies-spesies tersebut. Sebab, saat ini ada banyak spesies yang mulai terancam.

Keberadaan Taksa Baru Mengagumkan

Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi BRIN, Amir Hamidy menjelaskan sebanyak 49 taksa itu ditemukan melalui serangkaian eksplorasi sebelumnya dan validasi spesimen yang ada. Para peneliti BRIN pun berhasil mengungkap keberadaan taksa-taksa baru yang mengagumkan.

Amir menekankan beberapa kriteria utama dalam menentukan sebuah taksa atau spesies yang nantinya akan ditetapkan sebagai taksa baru. Penentuan kriteria itu meliputi ciri-ciri morfologi, molekuler, fisiologi, dan ekologi.

“Pengamatan mendalam terhadap ciri-ciri ini membantu para peneliti dalam mengklasifikasikan dan mengidentifikasi spesies baru dengan akurat,” ungkapnya.

Durasi untuk menentukan sebuah taksa baru sangat bervariasi, bisa kurang dari satu tahun atau lebih dari 30 tahun. Hal itu tergantung pada sejauh mana penelitian manusia telah mempelajari taksa tersebut.

Amir menerangkan, dalam proses identifikasi, metode DNA barcoding menjadi alat yang sangat berguna. Dengan menggunakan data sekuen DNA terkait, peneliti dapat dengan cepat membandingkan dan memvalidasi keberadaan taksa baru.

Amir juga membagikan pengalamannya yang berkesan dalam penelitian dan eksplorasi biodiversitas di Indonesia. Menurutnya, setiap pengamatan menawarkan keunikan dan kekayaan keanekaragaman alam nusantara yang memukau para peneliti.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top