JAAN Ingatkan Pentingnya Konservasi Lumba-Lumba

Reading time: 3 menit
lumba-lumba
Foto: dok. JAAN

Jakarta (Greeners) – Lembaga swadaya masyarakat asal Amerika yang peduli dengan kelestarian lumba-lumba, Ric O’Barry’s Dolphin Project, bekerjasama dengan Jakarta Animal Aid Network (JAAN) terus mengampanyekan #FreeBaliDolphins sejak 2013. Kedua LSM ini bahkan membuat petisi agar publik tidak membeli tiket pertunjukan lumba-lumba di situs dolphinproject.net dan change.org.

Pendiri JAAN, Femke Den Haas, menyatakan bahwa banyak pelaku bisnis, khususnya di Bali, mulai menyatakan dukungannya terhadap kampanye ini. “Kelihatan banyak pelaku bisnis di Bali tidak setuju dengan captive dolphins (penangkapan lumba-lumba, Red.) dan sangat mendukung kampanye,” ujar Femke saat dihubungi Greeners pada Senin (16/01/2017) siang.

BACA JUGA: Ancol Klaim Atraksi Lumba-Lumba di Samarinda Bukan Sirkus

Namun ia menyesalkan bahwa hingga saat ini belum ada tanggapan dari pemerintah terkait masih maraknya penggunaan lumba-lumba untuk hiburan, khususnya sirkus.

“BKSDA Bali memberi izin kepada para pemilik business’s lumba-lumba. Kami sudah dari tahun 2010 lobby ke sana. Kami sudah kirimkan bukti juga bahwa semua lumba-lumba adalah hasil penangkapan ilegal dari laut langsung,” ungkap Femke.

Mengenai hal ini, koordinator kampanye JAAN, Violita Berandhini, menjelaskan bahwa lumba-lumba yang digunakan untuk menghibur pengunjung di tempat-tempat mewah merupakan hasil penangkapan secara ilegal di laut Jawa. Satwa yang masuk dalam kategori satwa dilindungi ini ditangkap oleh nelayan lokal.

“Mereka (lumba-lumba, Red.) ditangkap di laut Jawa kebanyakan dari Karimun Jawa, oleh lembaga berkedok konservasi yang menggunakan nelayan lokal untuk menangkap lumba-lumba kemudian dijual ke tempat-tempat mewah, yang kemudian lumba-lumba tersebut di eksploitasi untuk hiburan,” ungkapnya kepada Greeners kemarin, Minggu (15/01/2017).

lumba-lumba

Kampanye #FreeBaliDolphins banyak melibatkan seniman Bali. Selain menggunakan brosur dan poster, kampanye ini juga disebarkan melalui seni lukis mural di Bali. Foto: dok. JAAN

Menurut Violita, setelah ditangkap dari habitat aslinya, mamalia laut ini mengalami perlakuan yang tidak semestinya, diantaranya lumba-lumba ditempatkan di dalam kolam sempit dengan air yang mengandung kaporit dan dalam jangka waktu yang lama. Akibatnya, lumba-lumba menjadi buta dan kulitnya mengalami kerusakan. Selain itu, sistem sonar yang secara alami dimiliki oleh lumba-lumba menjadi rusak karena mendengar banyak keriuhan manusia yang terpantul dari kolam yang kecil. Lumba-lumba juga dilatih dengan metode lapar agar menuruti perintah trainer (pelatih) lumba-lumba.

“Di Bali terdapat tempat sirkus menetap dengan menggunakan lumba-lumba dan juga program berenang bersama lumba-lumba. Orang-orang yang datang ke sana berpikir bahwa itu merupakan pertunjukan yang menarik dan mengedukasi, kenyataannya tidak. Itu sama sekali tidak ada edukasi, yang ada merupakan pertunjukan penderitaan satwa,” tegas Violita.

Lumba-lumba adalah spesies yang dilindungi dibawah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan diikuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, dimana didalam lampirannya ditegaskan bahwa lumba-lumba adalah mamalia laut yang dilindungi oleh undang-undang.

BACA JUGA: Atraksi Lumba-Lumba, Masyarakat Diminta Lebih Peduli

Di dalam UU Nomor 5 Tahun 1990 Pasal 40, mengenai ketentuan pidana, terdapat pernyataan yang sangat jelas bahwa barang siapa dengan sengaja atau karena kelalaiannya melakukan pelanggaran akan dikenakan sanksi pidana dan denda. Meskipun hukum ini dibuat di tahun 1990, hukum ini masih dalam proses disosialisasikan dan karena banyak celah hukum didalamnya, ini menjadi peluang bagi mereka yang tidak bertanggung jawab untuk menyalah gunakan.

Hingga Senin (16/01/2017), sudah terkumpul 78.227 dari target 102.400 orang pendukung yang menandatangani petisi di situs dolphinproject.net. Petisi ini dibuat oleh pendiri Ric O’Barry’s Dolphin Project, Ric O’Barry. Sementara di laman www.change.org/p/jokowi-hentikan-sirkus-keliling-lumba-lumba-stopsirkuslumba-bravonur, sudah terkumpul 112.422 pendukung dari target 150.000 orang pendukung. Petisi yang diinisiasi oleh JAAN ini ditujukan kepada Presiden RI Joko Widodo dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya.

JAAN juga menyerukan empat langkah untuk melindungi kesejahteraan dan konservasi lumba-lumba di Indonesia. Pertama, melakukan inventaris ke semua lumba-lumba yang berada di kolam buatan secara nasional untuk mengetahui kondisi populasi lumba-lumba. Kedua, menutupi celah hukum yang memperbolehkan sirkus lumba-lumba dan fasilitas komersial untuk memiliki hewan-hewan dengan dalih ‘diselamatkan’.

Ketiga, pengelolaan hewan mamalia harus diatur dibawah Kementerian Kelautan dan Perikanan (dimana merupakan standar umum di semua negara di dunia). Keempat, pelarangan meletakkan/menyimpan lumba-lumba dalam kolam buatan.

Penulis: Renty Hutahaean

Top