Kampanye Digital Efektif Kurangi Konten Negatif Terhadap Primata

Reading time: 2 menit
kampanye primata
Kampanye Digital Efektif Kurangi Konten Negatif Terhadap Primata. Foto: Shutterstock.

Primata merupakan hewan yang hidup di alam liar. Banyak spesies primata berstatus hewan dilindungi mengingat ekosistem hidupnya semakin berkurang. Meski begitu, primata kerap menjadi hewan peliharaan bahkan pemeliharanya memamerkan di media sosial.

Jakarta (Greeners) – Manager Animal Care, International Animal Rescue (IAR) Indonesia, Wendi Prameswari mengatakan kampanye digital efektif mengurangi konten negatif terhadap primata. Dia mencontohkan untuk spesies kukang, gerakan kampanye digital Kukangku berhasil mengedukasi masyarakat. Selain itu, kepercayaan masyarakat terhadap instansi pemerintah di sektor perlindungan  juga meningkat.

“Ketika 2015 Kukangku berjalan, di 2016 penyerahan ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BSDA) ikut naik. Jadi meningkatkan kepercayaan terhadap BKSDA atau aparat. Bahkan jika dulu Kukang yang diserahkan giginya banyak yang sudah dipotong, sekarang jarang kami menemukan gigi dipotong,” ujar Wendi dalam webinar Serba-Serbi Primata di Media Sosial, Kamis, (28/01/2021).

Kampanye Media Sosial Harus Mengedukasi Secara Positif

Wendi menjelaskan setiap tahun muncul tren media sosial baru. Hal ini tentu menjadi tantangan dalam upaya perlindungan satwa. Untuk itu, kampanye media sosial sebagai bagian dari perlindungan satwa harus juga mengikuti tren media sosial.

Dia menuturkan awal mula munculnya kampanye Kukangku merupakan respons atas maraknya penggunaan media sosial sebagai tempat jual beli kukang.

Di sisi lain, pengguna sosial juga kerap keliru memperlakukan Kukang. Menurutnya, nilai positif dari kampanye Kukangku juga bisa diterapkan pada spesies primata lain.

“Strategi media sosial dapat digunakan di primata lain. Hanya saja perlu ada diidentifikasi masalah utamanya,” jelasnya.

Wendi menjelaskan kampanye digital tidak hanya bisa optimal jika hanya mengandalkan satu sektor saja. Masyarakat, lanjut dia, juga harus menjadi bagian dari kampanye tersebut. Untuk itu, perlu ada edukasi yang positif agar masyarakat bisa bergerak.

“Kita harus saring sebelum sharing. Itu penting. Harus kita sisipkan juga mengenai satwa liar mana saja. Harus ada edukasi yang positif. Jangan mengajak memelihara, memburu, dan mendagangkan,” pungkasnya.

Lutung Kokah

Lutung Kokah atau Presbytis siamensis yang masih satu genus dengan Presbytis Natunae. Foto: Greeners/Ridho Pambudi

Cegah Bullying Bagi Pengunggah Konten Negatif Hewan

Psikolog Sosial, Puspita Insan Kamil, menilai masa pandemi Covid-19 meningkatkan tren pemeliharaan hewan. Bahkan, hewan-hewan jenis liar dan berstatus dilindungi juga meningkat. Hal ini karena minimnya aktivitas sosial masyarakat sehingga menjadi media sosial untuk mencitrakan dirinya.

Di sisi lain, dia menyarankan agar menghindari bullying untuk menyadarkan pengunggah konten negatif kepada hewan. Menurutnya, para pengunggah belum terdukasi sehingga melakukan tindakan tersebut.

“Jadi kalau saya senang dengan cara baik daripada bullying. Karena ketika kita bully kemungkinan mereka akan benci dan menjauh dari gerakan konservasi,” pungkasnya. 

Penulis: Muhamad Marup

Top