KLHK Terangkan Target Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dari Sektor Kehutanan

Reading time: 3 menit
deforestasi
Target Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dari Sektor Kehutanan dan Energi Foto: Shutterstock.

Pemerintah Indonesia berkomitmen secara internasional untuk menurunkan Emisi Gas Rumah Kaca (EGRK) sebagai upaya penanganan perubahan iklim global. Komitmen tersebut tercantum dalam Perjanjian Paris atau Paris Agreement sejak tahun 2015 hingga tahun 2030. Adapun target penurunan EGRK di Indonesia berdasarkan perjanjian tersebut yaitu 29 persen dengan upaya sendiri dan 41 persen dengan bantuan internasional.

Jakarta (Greeners) – Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Ruanda Agung Sugardiman, menjelaskan dari lima sektor yang masuk dalam target penurunan EGRK, sektor kehutanan memiliki porsi besar.

Menurutnya, dari target 29 persen penurunan EGRK dengan upaya sendiri, sektor kehutanan akan berkontribusi sebesar 17,2 persen. Di lain sisi, sektor energi menyumbang 11 persen. Maka sumbangan pemangkasan emisi dari kedua sektor ini mendekati target 29 persen.

“Kalau melihat kontribusi ini, komitmen penurunan EGRK dari kedua sektor ini jumlahya sudah 28 persen lebih. Artinya dari dua sektor ini yang mempunyai upaya sangat keras untuk penurunan EGRK,” ujar Ruanda dalam Bincang Iklim: Cerita Iklim Untuk Indonesia, Sabtu, (16/1/2021).

Profil EGRK Nasional 2018: Kehutanan Penyumbang Emisi Terbesar

Lebih jauh, Ruanda, memaparkan hasil inventarisasi Profil EGRK Nasional Tahun 2018 yaitu tingkat emisinya mencapai 1.637.156 Gigagram Ton (GgTon) Emisi Karbon (CO2e). Dari hasil inventarisasi tersebut, sektor kehutanan menghasilkan EGRK sebanyak 723.510 GgTon CO2e.

Menurutnya, hal ini terjadi akibat adanya deforestasi, belum optimalnya prinsip Sustainable Forest Management (SFM), dan maraknya kebakaran di lahan gambut. Sehingga fungsi hutan untuk menyerap karbon dan menghasilkan oksigen terhambat.

“Harus ada aksi mitigasi yang berkontribusi terlihat dari sektor kehutanan yang berkontribusi untuk penurunan EGRK,” jelasnya.

KLHK Tekan Angka Deforestasi Sejalan dengan Pembangunan

Khusus untuk deforestasi, Ruanda mengatakan jumlah lahan atau hutan yang berkurang saat ini sekitar 400.000 hektar per tahun. Angka ini sudah lebih baik dari lima hingga 15 tahun lalu. Meski begitu, dia mengakui deforestasi masih terjadi mengingat adanya kebijakan pembangunan seperti jalan tol, pelabuhan, jembatan, dan sebagainya.

Meski begitu, pemerintah berkomitmen untuk terus menekan angka deforestasi di Indonesia. Adapun targetnya yaitu 300.000 hektar per tahun agar masih sesuai dengan program pembangunan.

“Deforestasi harus ditekan. Target kita 300.000 masih relevan untuk pembangunan. Sebab dengan asumsi kita masih bisa membangun hutan 800.000 hektar per tahun. Itu target dari KLHK,” terangnya.

target penurunan emisi gas rumah kaca

Pemerintah berkomitmen untuk terus menekan angka deforestasi di Indonesia. Foto: Shutterstock.

Baca juga: Peneliti LIPI Ungkap Kendala dalam Daur Ulang Sampah Medis

Walhi Minta Pemerintah Perhatikan Kontribusi Sektor Energi

Secara Terpisah, Manajer Kampanye Keadilan Iklim Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Yuyun Harmono, meminta pemerintah juga memperhatikan kontribusi sektor energi dalam penurunan EGRK.

Pasalnya, lanjut dia, beban kebijakan penurunan EGRK saat ini masih bertumpu pada sektor berbasis lahan seperti kehutanan, lahan gambut, pertanian, dan alih fungsi lahan. Menurutnya, tanpa ada penanganan serius, sektor energi bisa menjadi penyumbang emisi terbesar.

“Beban penurunan emisi sektor energi dibiarkan longgar meski tren sepuluh tahun ke depan, sektor energi akan menjadi sumber emisi terbesar Indonesia melampaui sektor berbasis lahan,” kata Yuyun, dalam keterangan resminya.

Yuyun mengatakan sumber energi fosil masih menjadi tumpuan pemenuhan energi nasional serta menambah pendapatan ekspor nasional. Di sisi lain, ekspor tersebut masih tergantung pada ekstraksi sumber energi kotor yang masih sama dengan tahun-tahun sebelumnya.

Untuk itu, Walhi mendesak agar pemerintah melakukan transformasi ekonomi serta energi yang tidak tergantung pada pengerusakan lingkungan.

“Harus ada agenda untuk mentransformasi ekonomi tidak lagi tergantung pada ekspor komoditas yang menghancurkan lingkungan dan memperparah krisis ikim,” pungkasnya.

Penulis: Muhamad Ma’rup

Editor: Ixora Devi

Top